Misstruck 5

747 117 72
                                    

Tempat bersih, sejuk, hening, sepi, dan nyaman, ialah perpustakaan. Tempat ternyaman ketika ingin menyendiri. Reygan membuka bukunya, membaca isi buku dengan seksama. Siapa sangka laki-laki keren seperti Reygan ternyata adalah seorang kutu buku. Reygan akan menggunakan waktu luangnya dengan membaca atau berolahraga.

Disisi lain, Aluna memasuki perpustakaan, mencari buku mata pelajaran fisika. Aluna tidak menemukan jawaban di buku yang ia miliki. Terpaksa ia harus mencari jawaban pada buku paket yang ada di perpustakaan.

Aluna mengitari perpustakaan, mencari buku fisika yang tak kunjung ia dapatkan. Ingin bertanya, namun petugas perpustakaan sedang tidak ada, terpaksa ia harus mencari sendiri di perpustakaan yang luas ini.

Reygan menyadari keberadaan Aluna yang sedang kebingungan. Reygan bangkit dari tempat duduknya, kemudian ia menyimpan buku yang selesai ia baca. Setelah itu Reygan menghampiri Aluna. Bukan peduli, namun perpustakaan kala itu sedang dititipkan pada Reygan. Maka dari itu, Reygan harus bertanggung jawab dengan apa yang dititipkan.

"Nyari apa?" tanya Reygan dingin. Aluna menoleh sesaat.

"Buku," balas Aluna singkat.

Dua manusia es dipertemukan, apakah mereka akan berbicara seadanya? Bahkan tidak saling berbicara? Es menyatu dengan es, bukankah akan semakin membeku? Mereka berbicara tanpa saling lihat dan dengan ekspresi yang datar. Tolong beri mereka api.

"Buku apa?"

"Fisika," jawab Aluna. Reygan mengangguk pelan, ia berjalan menuju rak yang tak jauh dari tempat ia berdiri.

Aluna yang mengerti gerak-gerik Reygan hanya mengikuti langkahnya. Ia yakin Reygan mengetahui dimana letak buku fisika yang ia cari. Aluna menghentikan langkahnya ketika Reygan memberikan buku itu. Kemudian Reygan pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun.

"Thanks," ucap Aluna yang mungkin tidak akan terdengar oleh Reygan.

Aluna duduk di bangku yang tak jauh dari Reygan berada. Tanpa memperdulikan laki-laki itu, Aluna membuka buku dan mulai mengerjakan tugas fisika. Rasanya kepala Aluna akan meledak ketika melihat banyak rumus yang ada dalam satu pertanyaan.

Lagi-lagi, guru fisika itu memberikan tugas yang sangat banyak. Mereka harus mengerjakan tiga puluh pilihan ganda dan dua puluh essay. Itu semua harus dikerjakan secara mandiri.

Aluna lebih menyukai kimia daripada fisika. Entah kenapa fisika dimatanya begitu menyulitkan. Sedangkan Reygan justru lebih menyukai fisika dibandingkan kimia. Namun Reygan dapat menguasai semua mata pelajaran itu, dan mudah baginya untuk mengerjakan mata pelajaran apapun.

Aluna memijat dahinya yang terasa pening. Ia bukan tidak bisa, namun ia muak dengan banyaknya tugas fisika. Apalagi ketika melihat soal essay yang beranak pinak hingga memiliki cucu, cicit, piut, bahkan anggas. Padahal rumus fisika tidak jauh dari tambah, kurang, bagi, dan kali.

Reygan merasa risih dengan gerak-gerik Aluna. Sedari tadi Aluna selalu membuka tutup lembaran-lembaran di buku itu. Aluna mengetuk-ngetuk pulpen ke meja. Bahkan ia menggebrak meja perpustakaan. Siapa yang tidak risih jika seseorang mengganggu kenyamanan? Beruntung di dalam perpustakaan hanya ada Aluna dan Reygan. Coba saja jika perpustakaan dipenuhi murid dan dalam keadaan hening, lalu Aluna melakukan hal itu, bisa-bisa ia diamuk masal.

"Bisa diam gak?" tegas Reygan yang masih fokus pada buku bacaan barunya.

Aluna tidak menggubrisnya, ia masih mengetuk-ngetuk pulpen ke meja. Bukan sengaja, yang ia lakukan justru membantunya untuk berpikir. Reygan menghela nafas panjang, kemudian ia menghampiri Aluna dan mengambil pulpen dari tangannya.

"Di perpustakaan gak boleh berisik," tegas Reygan. Aluna merebut kembali pulpen yang sempat diambil Reygan.

Reygan melihat tugas yang Aluna kerjakan, ia memeriksa jawaban milik Aluna secara diam-diam. Gadis itu hanya fokus pada soal yang ingin ia kerjakan tanpa menyadari Reygan yang masih berdiri di belakangnya.

"Salah," celetuk Reygan membuat Aluna terkejut.

"Lo salah masukin rumus. Seharusnya jumlah aljabar gerak gaya listrik ditambah jumlah penurunan tegangan. Atau sigma epsilon ditambah sigma IR sama dengan nol."

"Setelah itu cari gabungan dari persamaan satu dan dua. Baru lo bisa cari potensial titik dan daya hambatannya," jelas Reygan.

Aluna hanya menyimak apa yang Reygan katakan. Reygan duduk di samping Aluna, kemudian mengambil buku Aluna untuk ia periksa. Reygan mengangguk pelan, menandakan jawaban yang lain benar.

"Cuma nomor tiga puluh empat yang salah," ucap Reygan.

Otak Reygan tidak perlu diragukan lagi. Aluna pun mengakui bahwa Reygan sangatlah genius, meskipun pengecut. Reygan memberitahu rumus dan cara mengerjakan yang benar.

Ternyata Reygan tidak sesombong yang ia kira. Ia mau berbagi ilmunya, ia mau menjelaskan, bahkan ia juga mau memberikan jawabannya. Tunggu, apakah itu termasuk sombong? Ataukah Reygan hanya berniat menunjukkan kemampuannya pada orang baru? Ah entahlah, yang terpenting Aluna terbantu dengan kehadiran Reygan di tugasnya, ya tugasnya.

"Masih sanggup?" tanya Reygan meremehkan. Ia kira Aluna sebodoh itu? Sudah Aluna duga, manusia semacam Reygan ini akan mudah meremehkan orang lain.

Aluna menoleh sinis ke arah Reygan, "Gue gak sebodoh itu," balas Aluna dingin.

Reygan menatap Aluna lekat, "Kalau nyerah, gue akan kasih jawaban gue ke lo," ucap Reygan. Lagi-lagi Aluna salah menilai Reygan. Laki-laki itu sulit di tebak. Padahal biasanya Aluna akan selalu benar jika menilai seseorang.

Laki-laki itu kembali ke tempat duduk, kemudian mengambil buku mata pelajaran fisika miliknya. Reygan kembali menghampiri Aluna dan memberikan bukunya pada Aluna.

"Gue gak bermaksud ngerendahin lo. Yang harus lo tau, minggu depan akan ada ulangan fisika, sekaligus lima puluh soal yang harus lo kerjakan lagi," jelas Reygan.

"Hati-hati sama fisika, gak ngerjain tugas sama halnya dengan cari mati," lanjutnya dan pergi kembali ke tempat duduknya.

Aluna hanya menatap Reygan dari kejauhan. Laki-laki itu ternyata tidak pelit jawaban, ia rela memberikan hasil jawabannya pada orang lain. Setidaknya ia sedikit memiliki hati, sedikit, hanya secuil, setetes air, atau bahkan sebutir debu mungkin.

Aluna membuka buku Reygan, ia sangat tertegun ketika melihat tulisan Reygan yang sangat rapi bagaikan komputer. Tidak ada coretan apapun. Aluna merasa insecure, ia membandingkan tulisan dirinya yang seperti ceker kuda.

Dengan cepat Aluna menyalin semua jawaban milik Reygan. Ia sangat bersyukur mendapat jawaban instan tanpa perlu berpikir lebih panjang lagi. Meskipun begitu, tetap saja ia harus memahami jawaban yang ia tulis.

Setelah selesai menyalin, Aluna menghampiri Reygan dan mengembalikan bukunya. "Thanks," ucap Aluna yang dibalas dengan dehaman pelan.

Ketika Aluna hendak melangkahkan kakinya, "Aluna," panggil Reygan tiba-tiba, membuat dirinya terkejut.

"Lo jangan ikut campur dengan mereka," tegas Reygan. Mereka? Apakah yang Reygan maksud adalah kelompok itu?

"Gue bukan pengecut kayak lo yang diam ketika melihat orang lain ditindas," balas Aluna dengan penuh penekanan. Setelah mengatakan hal itu, ia pergi keluar dari perpustakaan.

Reygan menatap punggung Aluna yang kini menghilang. Reygan sedikit tersinggung ketika Aluna mengatakan 'pengecut'. Ia tidak tahu bahwa dirinya juga membantu mereka secara diam-diam. Reygan berkata seperti itu agar Aluna tidak menjadi target mereka, maksudnya, tidak ingin ada korban baru.

▪︎■▪︎

Dibuat 21 November 2023
Dipublish 3 Maret 2024

Misstruck [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang