Ada dua hal yang membuat Bajra berpikir jika dia harus segera bertindak. Pertama, hari sudah pagi; terlihat dari paparan cahaya mentari dari lubang jendela yang sempit. Kedua, orang-orang yang semalaman menjaganya kini tertidur.
Namun, ada kendala yang membuat Bajra tidak bebas untuk bertindak. Nyaris sekujur tubuh anak remaja itu diikat oleh tali. Matanya pun ditutup sehelai kain dengan maksud mengurangi kemampuannya untuk mengamati.
Aku kesulitan bergerak. Aku pun sulit memastikan bagaimana keadaan di tempat ini.
Apabila Bajra terdiam saja di sudut gudang, maka nasibnya tidak akan lebih baik dari Abimana yang kini teronggok di dasar sumur tua.
Aku harus segera menyampaikan pesan dari Paman Abimana kepada orang-orang di kantor Koran Batavia.
Begitulah isi pikiran anak bertubuh gempal itu. Bajra berburu dengan waktu.
Bola mata Bajra masih bisa melihat sekeliling meskipun tidak jelas. Kain yang menutup matanya hanya bisa melihat cahaya dengan remang-remang. Jika cahaya mentari terbentuk sebagaimana jendela tempatnya masuk. Maka ada cahaya lain yang terletak tidak jauh dari sudut gudang tempat anak itu teronggok tak berdaya.
Itu cahaya lentera.
Semalam, Bajra bisa tertidur lelap. Tubuhnya cukup beristirahat, maka dari itu dia pun memiliki cukup tenaga untuk bergerak.
Meskipun bergerak seperti ulat.
Bagi dia, membutuhkan sedikit waktu untuk mendekati sumber cahaya. Tentu saja dia tidak boleh menimbulkan suara karena bisa membangunkan orang-orang yang sedang tertidur.
Meskipun aku tidak bisa memastikan apakah mereka benar-benar tidur atau sudah bangun.
Hanya saja, tidak terdengar suara apa pun selain suara dengkuran seorang manusia. Tidak ada lagi manusia lain di sana selain dua orang penjaga yang semalam menangkap Bajra ketika berusaha bersembunyi di dalam gorong-gorong. Selain kedua manusia tersebut, besar kemungkinan jika ada tikus yang berkeliaran dalam gudang yang tidak bisa dipastikan seluas apa.
Tidak tahu juga, apa isi di dalam gudang ini.
Hal yang dia rencanakan, segera dilaksanakan tanpa bisa menunda-nunda lagi. Hingga, Bajra bisa mencium bau asap di dekat hidungnya.
Tanpa ragu, kepalanya menyundul lentera itu.
Brakk!
Kaca lentera pecah, minyaknya tumpah entah menyentuh apa. Bajra berharap jika api menjilati minyak kemudian membakar benda di sekelilingnya.
Hal yang mengherankan, ketika lentera pecah tidak ada orang yang bicara mengomentari kejadian apalagi marah-marah. Kedua anak buah Burhan tertidur begitu pulas. Bagi mereka, pagi hari merupakan waktu ideal untuk tertidur. Berbanding terbalik bagi sebagian manusia di Batavia, pagi hari menjadi waktu yang ideal untuk berkegiatan.
Hingga, beberapa menit kemudian terdengar suara orang yang terkaget-kaget, "sialan! Kebakaran!"
"Wah, wah, wah, kebakaran!"
Bajra bisa mengenali siapa orang yang berteriak. Dapat dipastikan jika mereka adalah Si Pengawal dan Si Penjaga yang kini terbangun. Suhu ruangan meningkat seiring dengan membesarnya kobaran api. Si jago merah menjilat ke benda apa pun di dekatnya hingga menjalar ke berbagai sudut ruangan.
Bajra tersenyum setelah tahu jika ruangan itu terbakar.
***
Sementara itu, di luar gudang orang-orang berteriak-teriak meminta perhatian orang lainnya. "Kebakaran!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Petaka Sumur Tua
Mystery / Thriller"Astaga!" Panca mundur selangkah. Bajra heran dengan sikap kawannya. "Ada apa?" Panca tidak langsung menjawab. Bajra mengerutkan kening. Keduanya sepakat untuk sama-sama menengok kembali ke dalam sumur. Memang agak gelap. Kedalaman sumur tersebut...