Asih menjadi bagian dari sebuah komplotan bayaran yang akan bekerja dengan baik apabila memperoleh bayaran yang sepadan. Gadis berpakaian serba hitam itu selalu memperoleh tugas sebagai pembuka jalan.
Begitupula malam ini, Asih harus naik ke atap sebuah gedung dua lantai. Tugasnya kali ini menjadi salah satu tugas paling berat dan berbahaya. "Kau harus segera menyelamatkan orang itu, bagaimanapun caranya," begitulah arahan dari Sang Pemimpin Komplotan kepada Asih, "sisanya, biarlah kami yang mengurus."
Dalam pikiran Asih, bisa saja malam ini menjadi malam terakhir dalam hidupnya. Bagiku setiap malam selalu menjadi malam terakhir, begitulah pikirnya. Kedua tangan gadis itu terkepal, matanya sesekali terpejam.
Wajar saja jika Asih merasa gugup tatkala menghadapi situasi yang menegangkan. Walaupun gadis itu sudah terbiasa ditugaskan untuk menyusup ke dalam sebuah gedung atau rumah seorang warga, namun kali ini keadaannya berbeda. Di sana sedang terjadi sebuah kerusuhan, demikian kesimpulan dalam pikiran Asih ketika memperhatikan pemandangan agak jauh dari tempatnya berdiri.
Terdengar suara teriakan, entah siapa yang berteriak. Mata gadis itu belum bisa memastikan meskipun dia berada di atas sebuah atap gedung bergaya Cina. Dia berada di sana agar tubuh kurus kecilnya tidak terlihat oleh siapa pun.
"Sekarang," suara Sang Pemimpin Komplotan terdengar pelan saja ketika memberi perintah.
Asih pun tahu apa yang harus dilakukannya. Gadis itu segera meninggalkan kawan-kawannya. Tubuh dia seakan tidak terpengaruh oleh gravitasi. Dia melayang ketika harus melompat dari atap gedung tempatnya berpijak. Ketika kakinya menapaki susunan genteng atap rumah seorang warga, pemiliknya tidak merasakan jika seorang anak manusia sedang berjalan di sana.
Ah, aku harus melewati dua lagi atap gedung.
Asih belum bisa melihat dengan jelas sebuah gedung yang akan dituju. Dia hanya mendengar keributan di sana. Jika dibandingkan dengan tempatnya kini berdiri, suasana di sana lebih riuh.
Ketika hendak berjalan di wuwungan, ternyata Asih mendengar seseorang sedang berbincang pada permukaan jalan raya. Mereka yang berbincang sepertinya berjalan ke arah berlawanan dengan gedung tempat keriuhan terjadi. Karena takut diketahui keberadaannya, anak gadis itu membungkukkan badan.
Asih mencuri dengar obrolan orang yang baru saja melintas. Mereka membicarakan keributan sebagaimana yang dimaksud. Gadis itu memperhatikan orang-orang dimana mereka pun membicarakan hal yang sama.
Ternyata semakin banyak orang datang ke kantor Koran Batavia, benak Asih menyimpulkan, mungkin mereka penasaran.
Kemudian matanya kembali tertuju pada atap gedung dimana terjadi keributan. Dari sudut tertentu, Asih bisa melihat sebuah jendela yang terbuka. Letak kantor Koran Batavia hanya berjarak dua bangunan. Antara bangunan-bangunan tersebut hanya dipisahkan oleh sebuah jalan kecil tempat sebuah kereta kuda melintas.
Aku harus bergerak cepat.
Kaki telanjang si gadis berpenutup wajah tersebut seakan tahu pijakan mana yang bisa menahan berat tubuhnya. Dia melayang kemudian mendarat tanpa menimbulkan suara yang bisa mengundang perhatian.
Kini, jarak antara Asih dengan atap gedung kantor Koran Batavia semakin dekat. Hanya dibatasi oleh sebuah bangunan, entah bangunan apa. Gadis itu jarang berkeliling kota apabila siang makanya dia tidak ingat bangunan apa yang sedang dipijaknya. Hal yang bisa dia pastikan jika di bawah sana begitu banyak orang berkerumun. Lampu jalan memperjelas keadaan tersebut.
Bagaimana bisa aku masuk ke sana?
Asih menimbang-nimbang keadaan. Apabila dia memaksa terus melompat ke atap gedung maka orang-orang di bawah sana bisa memergoki aksinya. Namun, jika dia tidak bertindak cepat maka dia bisa kehilangan kesempatan.
Aku harus menunggu hingga beberapa saat.
Gadis itu teringat akan pesan dari Sang Pemimpin Komplotan agar bertindak hati-hati. Orang yang dituakan oleh kawanannya itu memang memiliki pengalaman apabila menghadapi keadaan yang mirip dengan malam ini. Asih tidak boleh bertindak gegabah. Jika salah langkah, maka beresiko kehilangan nyawa atau setidaknya identitas dirinya akan terbongkar.
Hanya saja kali ini dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Walaupun Sang Pemimpin memberi perintah untuk bertindak lebih hati-hati. Ada sesuatu yang memaksanya untuk bertindak lebih cepat.
Objek yang menjadi perhatian Asih mengundang perhatian. Terlihat cahaya tidak lumrah dari jendela yang terbuka.
Sorot tajam mata Asih tertuju pada sesuatu yang tak biasa. Wajah gadis itu akan terlihat tegang andaikan kain penutup dibuka. Hanya saja, dia harus menyembunyikan jatidirinya karena tugas kali ini merupakan misi rahasia.
Itu bukan cahaya lentera, pikirnya.
Cahaya yang terlihat dari bingkai jendela begitu terang. Tentu saja berbeda dengan cahaya lentera ketika menerangi sebuah ruangan. Meskipun jarak pandang sejauh satu bangunan, tidak terlalu dekat, tetapi bisa dipastikan jika cahaya itu begitu terang.
Aku sangat mengenal cahaya terang seperti demikian.
Asih harus segera bertindak cepat. Keadaan di dalam kantor Koran Batavia tidak sedang baik-baik saja. Dia pun menarik nafas, berancang-ancang kemudian melompat ke atas atap.
Dia tidak lagi peduli jika ada orang yang memperhatikan. Kaki telanjang Asih begitu cekatan berlari di atas wuwungan meskipun sedikit cahaya yang menjadi penerangan.
Hingga, di ujung wuwungan lainnya, dia menarik nafas kembali untuk melompat ke atap gedung kantor Koran Batavia. Ketika mendarat, dia mulai hilang keseimbangan. Jarak antara gedung yang bersebelahan nyaris sama dengan sebelumnya tetapi tenaga gadis itu pun mulai berkurang. Ditambah, orang-orang yang mengerumuni pekarangan gedung cukup mengganggu konsentrasi.
"Ada orang lompat ke atas atap!"
Asih masih bisa mendengar orang berteriak satu sama lain. Namun, dia tidak berniat menoleh. Hal yang pertama kali dia lakukan adalah segera berlari ke bagian atas dari atap. Kemudian menggeser genteng hingga tubuhnya bisa masuk ke dalam plafon.
Plafon gedung tidak terlalu gelap. Hal demikian tidak lumrah terjadi ketika Asih masuk ke dalam plafon sebuah bangunan. Sebuah sudut plafon tampak terang. Bahkan dua ekor tikus yang sedang bercumbu pun dapat terlihat cukup jelas.
Benar dugaanku, di sini ada kebakaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Petaka Sumur Tua
Mystery / Thriller"Astaga!" Panca mundur selangkah. Bajra heran dengan sikap kawannya. "Ada apa?" Panca tidak langsung menjawab. Bajra mengerutkan kening. Keduanya sepakat untuk sama-sama menengok kembali ke dalam sumur. Memang agak gelap. Kedalaman sumur tersebut...