6

4.6K 436 30
                                    

Jaemin tumbang diatas tubuh telanjang milik Jeno dengan nafas memburu setelah pelepasan mereka.

Saat ini keduanya sedang berada diatas ranjang yang berada dalam kamar pada ruangan Jeno.

Mengambil nafas sebentar, mereka diam pada posisi itu.

Jaemin hampir beranjak dari sana, melepas penyatuan mereka untuk mengambil posisi disamping Jeno, tapi kedua tangan kekar milik Jeno manahan tubuhnya disana.

Jadi alih - alih turun dari sana, Jaemin kembali diam pada posisi dimana Jeno dibawahnya.

"Jeno, kita berkeringat." ucap Jaemin, itu tidak nyaman.

"Yah. Kita berkeringat." Balas Jeno.

Jaemin mengangkat kepalanya, dan netra mereka bertemu, hening beberapa saat sebelum keduanya sama - sama tertawa.

Dan Jaemin kembali dalam pelukan Jeno.

Tenang kembali menyapa keduanya ketika mereka selesai dengan tawa mereka. Satu - satunya yang tersisa adalah suara detakan jantung mereka.

"Aku merindukanmu." ucap Jaemin dengan suara pelan, memecah hening.

Jeno merengkuh tubuh yang lebih kecil, kemudian memutar tubuh mereka. Dari posisi terlentang, Jeno memiringkan tubuhnya berhasil membuat Jaemin yang berada di atasnya ikut terbawah.

Jeno tidak mengatakan apapun. Tapi ia membawa Jaemin masuk kedalam pelukannya.

Jeno tidak mengatakan apapun, tapi lengan kekarnya mengeratkan pelukannya disana.

Jeno tidak nengatakan apapun, tapi Jaemin tau, Jeno sama. Mereka sama - sama rindu.

Dari dalam hangat pelukannya, Jeno bisa merasakan dadanya basah oleh sesuatu yang hangat, Jaemin menangis disana.

Jeno menghela nafas.

"Aku sangat merindukanmu." Jaemin terseguk kemudian, pelukannya kian mengerat.

Jeno tidak pernah berarti sedikit untuk Jaemin. Dia adalah orang tua, kakak, sahabat, dan kekasih. Walaupun hanya satu point yang mengikat mereka, sahabat.

Ketika Jaemin memutuskan untuk pergi, tidak ada yang mudah baginya. Itu seperti melepas tempatnya sembunyi, tempatnya bergantung, dan tempatnya pulang.

Melepas Jeno seperti melepas hidupnya sendiri, karena dulu, Jeno adalah semua yang dia punya. Jadi mana mungkin Jaemin bisa menahan air matanya ketika ia berhasil kembali pada dekapan yang ia rindukan?

"Dimana kau selama ini?" tanya Jeno, posisi mereka masih sama dengan Jaemin yang bersembunyi didalam dada Jeno.

"Cina." Jawab Jaemin singkat.

"Ceritakan soal itu."

Jaemin memberi jarak sedikit untuk mereka sebelum menghapus air matanya. Ia membawa kenangan selama ia di sana kesini.

"Aku tinggal diapart yang lumayan baik walaupun tidak terlalu besar, itu tidak kumuh." Jelas Jaemin. "Kau tau, uang yang kudapat dari tas tas itu, cukup banyak ternyata." Jaemin terkekeh. "Kalau tau begitu aku akan jual lebih banyak."

"Jeno, bisakah kau memaafkanku karena itu?"

Jeno menghela nafas sebelum mengangguk.

"Aku melanjutkan kuliahku setahun lebih telat. Aku bekerja paruh waktu dibeberapa cafe." Jaemin diam setelahnya. Dia tampak berfikir, seolah ingin menyampaikan hal lain. "Hanya itu." tapi kemudian dia mengakhirinya disitu.

"Kehidupanmu, itu terdengar bagus." ucap Jeno kemudian.

Jaemin diam.

"Hei Na Jaemin." Panggil Jeno, dan Jaemin kembali mengangkat kepalanya, menatap fitur sempurna wajah Jeno dari posisinya. Jeno menunduk sedikit untuk mempertemukan netra mereka.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang