16

5.9K 435 7
                                    


"Kau dari mana?" tanya Haechan begitu Jaemin masuk keunitnya. Ia menyipitkan matanya sembari melipat tangan didepan dada.

"Kau sedang apa?" tanya Jaemin kembali "sedang bermain peran? Ibu?"

"Anakku, kenapa kau baru pulang jam segini?" ulang Haechan, intonasinya naik.

"Ibu,." Jaemin tertunduk sedih "Aku,.. aku minta maaf."

Haechan dan Jaemin saling menatap satu sama lain sebelum terkikik geli kemudian.

Dan Renjun menggeleng malas melihat pemandangan itu. Mereka sangat kompak kalau bertingkah bodoh dan kekanakan.

"Kalian pikir usia kalian berapa?" Renjun berdecih.

"Kenapa belum tidur?" tanya Jaemin menghampir Renjun yang sedang duduk dilantai, bersandar pada sofa dibelakangnya.

"Dia,." Renjun menatap miris kearah Haechan "Dia sedang patah hati."

Jaemin mengambil posisi disamping Haechan "Soal Mark?"

Dan Renjun mengangguk.

Yah, itu disiarkan diberita. Tentang rencana pernikahan Mark dengan tunangannya yang akan segera dilansungkan.

"Dia tidak mencoba bunuh diri kali ini?" tanya Jaemin sembari membuka sebotol bir.

"Dia mungkin terlalu malu. Kalau gagal lagi, dunia akan mengolok oloknya lagi."

"Kalian tampaknya sangat puas menertawai kisah asmaraku. Seolah kisah kalian berjalan baik saja." Haechan tersenyum mengejek sembari mengambil posisi disamping Jaemin. "Kau,." Haechan menunjuk Renjun "jarak jauh yang tidak direstui sampai diusir. Itu kedengaran sangat menyedihkan. Kau lontang lantung dan sekarang bergantung padaku. Dan kau." Telunjuk Haechan bergeser dari Renjun ke Jaemin "Meniduri tunangan orang lain dengan tidak tau malu."

Sedikit kasar, tapi semua ucapan Haechan benar.

Renjung menghela nafas kemudian sebelum meneguk birnya "Sialnya dia benar."

Dan Jaemin mengangguki itu dengan malas, yah lagipula dia memang baru saja selesai melakukan adegan itu ketika memutuskan untuk kembali.

"Yah, lagipula semua orang sakit. Kita semua berantakan dengan kisah kita." Haechan tertawa kemudian.

"Sangat miris, tapi sialnya dia benar lagi." Renjun ikut tertawa

Jaemin mengangguk setuju, tapi tidak punya tenaga untuk tertawa.

"Lalu kenapa dengan itu?" tanya Haechan ketika tawanya Reda. Dia dan Renjun saling bertatapan "kita hanya perlu,.."

Haechan dan Renjun kompak menyahut dengan heboh kemudian "party."

Tapi Jaemin merusak itu. "Aku harus kerja besok. Selamat bersenang - senang." ucap Jaemin sebelum bangkit dan pergi dari sana.

"Dia sangat tidak seru." ucap Renjun ikut bangkit.

"Kau benar." sahut Haechan ikut bangkit.

Yah, meski berkata begitu, ketiganya berakhir di salah satu club mewah diarea elite dengan pakaian mencolok yang terbilang sexy.

Renjun dan Haechan ribut berdansa sedang Jaemin duduk dengan tenang disofa sembari sesekali meneguk alkohol. Tugasnya adalah mengawasi dua temannya agar tidak dibungkus oleh dominan manapun.

"Oh, lihat siapa yang kutemui disini." Suara sedikit berteriak itu mengalihkan atensi Jaemin dari dua temannya yang sibuk diatas lantai dansa. "Bukankah kau Na Jaemin?" tambahnya.

Jaemin mengeryitkan alisnya, berusaha mengingat wajah tak terlalu jelas itu. Mereka diclub dengan cahaya remang kalau kalian lupa.

"Itu benar. Tapi, apa aku mengenalmu?" tanya Jaemin. Dia tidak ingin membuat kepalanya bekerja lebih keras hanya untuk orang asing yang berdiri menjulang didepannya.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang