Hyunjin menatap portofolio milik Jaemin ditangannya.
Beberapa saat yang lalu, ia memerintahkan sekertarisnya untuk mendapatkan itu.
Untuk orang seperti mereka, melakukan pemeriksaan latar belakang bukan hal yang sulit.
Mereka biasa melakukan itu dan itu hal yang biasa. Yah, lagipula apa yang tidak mudah dengan uang dan kekuasaan yang mereka punya?
Hyunjin menghela nafas menatap wajah tersenyum Jaemin pada lembaran kertas itu.
Hyunjin ingat sosok Jaemin dulu. Dan sepanjang yang dia ingat, Jaemin itu orang yang cukup tenang.
Ucapannya mungkin kadang terdengar jahat, tapi entah bagaimana itu selalu terdengar mahal.
Tapi Jaemin yang ia temui semalam seolah sosok yang benar - benar berbeda dari yang ia ingat.
Hyunjin tidak bohong ketika mengatakan tentang berteman. Karena sejauh yang ia ingat, meski tak begitu dekat, mereka memang berteman.
Jaemin menolongnya beberapa kali perihal pelajaran dan Hyunjin pernah berdiri pada fikiran bahwa Jaemin adalah submissive yang menarik. Hanya saja dia tidak pernah benar - benar mendalami itu karena Jeno disana, membangun benteng tinggi untuk siapapun yang berusaha mendekati Jaemin.
Lagipula siapa yang tidak akan tertarik pada Jaemin? Dia cantik, popular dan selalu di manjakan semua hal mahal oleh Jeno.
Tapi melihat Jaemin semalam, rasanya Hyunjin merasa bersalah terlalu banyak.
Dia bahkan bukan orang yang peduli pada orang lain, tapi melihat Jaemin semalam membuatnya merasa tidak nyaman bukan main. Sesuatu dalam dadanya merasa tidak tenang.
Hyunjin menghela nafas lagi.
Sepertinya, hal yang selalu ia pikir bukan apa - apa, berdampak begitu besar untuk Jaemin.
Hyunjin fikir itu hanya kisah masa sekolah, tapi setelah melihat Jaemin lagi, sepertinya Hyunjin salah banyak. Harusnya dia sadar dari pertama kali Jaemin menelponnya untuk meminta uang, semuanya sudah berubah disana.
Hyunjin meletakkan polio itu setelah cukup mendapat informasi yang dia inginkan.
"Cari tau bagaimana dia bisa terlilit hutang." perintah Hyunjin kemudian kepada sekertarisnya setelah meletakkan polio itu.
Sedang jauh dari tempat Hyunjin, Jaemin berjalan masuk kedalam kantor Jeno dengan langkah gontai.
"Ada apa denganmu? Ini bahkan belum jam istirahat." Jeno menatap horor kearah Jaemin.
"Jeno, aku ngantuk." ucap Jaemin lemas. Ia berjalan menghampiri Jeno dikursi kebesaran yang lebih tua lalu naik kepangkuan Jeno dan meletakkan kepalanya dibahu yang lebih tua.
"Apa berpesta menguras energimu?" meski tampak tidak bersahabat, Jeno dengan sigap menahan punggung Jaemin dipangkuannya dengan melingkarkan tangannya disana, menjaga agar Jaemin tidak jatuh.
"Dari mana kau tau?" tanya Jaemin mengangkat kepalanya, menatap tepat kearah Jeno.
Jeno diam sebentar sebelum kemudian menjawab dengan ragu "Haechan?"
Dan Jaemin kembali menyandarkan kepalanya di bahu Jeno, kali ini sembari menutup mata "Sepupumu itu, dia sulit dipercaya."
"Jeno, aku lapar. bisa pesankan makanan." ucap Jaemin mendusel pelan, menyamankan posisinya.
"Lihatlah, kau bertingkah seperti majikanku. Ini masih jam kerja, Jaemin."
Dan Jaemin abai. Ia memejamkan matanya, tidak terlalu peduli "Kau tidak boleh lupa kalau aku melayanimu dengan baik semalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories|NOMIN {END}
Fiksi PenggemarJeno dan Jaemin adalah sahabat lama yang bertemu 7 tahun kemudian. Masalahnya, persahabatan mereka tidak sesederhana itu. 🚫MENTION🚫 Sex, alcohol, drugs, mental issue, rape, suicide BXB, Mpreg Yang dibawah umur mending minggir dulu. #2 Jeno #3 No...