Itu hari ke-5 ketika Haechan masuk keruangan Jaemin dan menginterupsi diam antara Renjun dan Jaemin disana.Haechan masuk dengan nafas memburu, dan mata yang tampak berkaca.
Ketika mata mereka bertemu, antara Haechan dan Jaemin, Jaemin dengan cepat bangkit, melepas infusnya dengan kasar dan meninggalkan tempat itu secepat yang ia bisa.
Tidak lama, Renjun juga mengikuti langkah Jaemin dan berlari pergi dari sana.
Jaemin masuk kedalam ruangan inap yang tak begitu jauh dari ruangannya.
Saat pertama kali membuka pintu, nafas Jaemin yang memburu rasanya seperti berhenti. Sesuatu dalam dadanya bergemuru ribut. Senyum Jehan adalah apa yang pertama kali ia temui disana.
"Papa." ucap Jehan semangat dan Jaemin meruntuhkan segala rasa rindunya selama berhari - hari sebelum berlari dan mendekat kearah putranya disana.
"Papa, kenapa menangis?" tanya Jehan meraih wajah kecil Jaemin dan menghapus bulir air mata milik papanya.
Jaemin menggeleng. "Papa hanya terlalu senang." ucap Jaemin dengan suara paraunya.
Bubu mengalihkan pandangannya, itu terlalu mengharukan. Soal bubu, ia sudah bertemu Jaemin sebelumnya. Tapi sama seperti pertemuan terakhir yang mereka punya, Jaemin tetap diam tak begitu merespon.
Satu - satunya orang yang sulit Jaemin maafkan setelah semuanya, itu mungkin adalah bubu. Karena semakin dalam rasa percaya seseorang, semakin dalam kecewa yang mungkin akan timbul. Begitu pula dengan Jaemin pada Taeyong.
Bubu pernah menjadi satu - satunya harapan yang ia punya sebelum harapan itu diputus oleh yang jauh lebih tua.
"Bagaimana perasaan Jehan?" tanya Jaemin setelah menghapus air matanya "Apa ada yang sakit sayang?"
Jehan menggeleng. "Tidak. Semuanya baik." ucap Jehan sembari tersenyum hingga matanya tenggelam.
Tidak lama, pintu kamar itu kembali dibuka dengan cukup kencang.
Dari balik pintu, kali ini Jeno yang muncul disana.
Jaemin tidak berbalik sama sekali. Dia tau dari tempatnya. Satu - satunya orang selain dia yang akan sepanik itu, mungkin itu adalah Jeno.
Pertama kali mata kecil milik Jehan bertubrukan dengan milik Jeno, keduanya sama - sama diam.
Mata kecil milik Jehan tampak berbinar takjub. Tapi meski begitu, ia bergerak pelan untuk menyembunyikan dirinya pada tubuh papanya.
"Papa, apa itu ayah?" tanya Jehan pelan dengan suara setengah berbisik. Tapi karena ruangan itu hening, suara kecil itu terdengar cukup jelas untuk siapapun disana.
Ah soal ini, Jehan sudah mengenali Jeno sejak lama. Jaemin selalu mengatakannya ketika wajah tampan Jeno muncul diberita bisnis. Memperkenalkan sosok itu sebagai ayah Jehan.
Jaemin mengangguk pelan, mengkonfirmasi pertanyaan Jehan padanya.
Sedang lainnya hanya diam ditempat masing - masing sebelum berakhir meninggalkan mereka disana.
Semua orang seolah mengerti, mereka butuh waktu.
Dan ketika ruangan itu menyisakan mereka bertiga, Jeno pelan berjalan mendekat.
Jaemin masih memunggunginya.
Sedang Jehan bersembunyi disana.
Jaemin menghela nafas pelan sebelum menginterupsi hening diantara mereka "Jehan, ucapkan salam pada paman."
Jehan menatap kearah Jaemin sebentar. Sedikit heran kenapa ia harus mengatakan paman pada orang yang sejak lama ia kenali sebagai ayahnya. Tapi meski begitu, pria kecil itu menurut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memories|NOMIN {END}
FanfictionJeno dan Jaemin adalah sahabat lama yang bertemu 7 tahun kemudian. Masalahnya, persahabatan mereka tidak sesederhana itu. 🚫MENTION🚫 Sex, alcohol, drugs, mental issue, rape, suicide BXB, Mpreg Yang dibawah umur mending minggir dulu. #2 Jeno #3 No...