33

7.4K 536 51
                                    


-7 Tahun yang lalu-

Itu adalah sehari sebelum pesta kelulusan diadakan.

"Aku ingin, kita selesai." ucap Jeno.

Itu seperti petir saat langit sedang cerah untuk Karina. Ia baru selesai latihan ketika mendapati Jeno berdiri disana, menunggunya tepat didepan ruang latihan balet.

Tapi kata pertama yang keluar dari Jeno sore itu adalah ucapan itu.

Dikatakan dengan wajah datar, tidak berperasaan.

"Apa kau gila?" tanya Karina tampak tidak terima "Kakek,."

"Aku tidak peduli lagi. Entah itu soal kau, kakekmu, keluargamu atau siapapun itu." Ucap Jeno sebelum tersenyum miring. Lalu dia mengikis jaraknya dan Karina dan berbisik kecil disana.

"Lagi pula, tidak ada satupun dari mereka yang benar - benar peduli hubungan kita. Mereka hanya peduli dampak dari hubungan yang kita punya." bisik Jeno sebelum menarik diri "Bahkan jika ayahku berakhir mengusirku, aku rasa aku tidak apa - apa." ucap Jeno sebelum tersenyum dan berlari meninggalkan Karina tanpa tertarik untuk mendengar lebih banyak.

Jeno berlari dengan langkah cepat.

Menyusuri lorong, menapaki tangga sebelum ia tiba di atap.

Saat ia mendorong pintu yang menjadi perantaranya dengan hampara langit luas disana, hal pertama yang ia lihat adalah punggung sempit Jaemin yang berdiri membelakanginya.

Ah, Jaemin tidak masuk sekolah hari itu. Tapi Jeno memintanya datang setelah sekolah berakhir. Katanya ada hal penting yang ingin Jeno sampaikan. Jadi disanalah Jaemin berdiri sore itu.

"Na Jaemin." Panggil Jeno sebelum berlari mendekat.

Dan Jaemin berbalik kearah Jeno.

Jeno tersenyum lebar kearahnya.

"Tidak biasanya kau tersenyum selebar itu. Apa ada hal baik yang terjadi?" tanya Jaemin. Ia mengulurkan botol minumannya untuk Jeno dan Jeno meraih botol itu dan meminum isinya sebelum mengangguk.

"Ada hal yang sangat baik." ucap Jeno masih dengan senyum yang sama.

Jaemin hanya menatap sebentar sebelum kembali menatap kearah langit diatas mereka.

"Hei Jaem," Suara Jeno sedikit gugup.

"Em,."

"Besok malam acara kelulusan." ucap Jeno.

"Yah. Aku tau."

"Mau datang denganku?" tanya Jeno kemudian.

Itu kalimat yang sederhana, tapi Jaemin sedikit kaget dengan kalimat itu.

"Bukankah kau harusnya mengatakan itu pada Karina?"

"Kenapa? Apa aku tidak boleh mengajak sahabatku?" Tanya Jeno. Ia mengangkat tangannya dan melingkarkan itu dibahu Jaemin.

Jaemin menghela nafas pelan, ia melihat senyum Jeno yang terlampau lebar disana.

Itu akan buruk jika dia menolak.

Jadi Jaemin mengangguk "Em. Aku akan datang."

Senyum Jeno semakin lebar karena kalimat itu, tapi wajah Jaemin sama, tetap sesendu itu.

"Aku akan menjemputmu kalau begitu." ucap Jeno.

"Tidak." tolak Jaemin cepat. "Aku akan datang sendiri. Kau hanya perlu menungguku."

Jeno ragu, tapi meski begitu, dia mengangguk kemudian.

Lalu ketika hari berganti dan acara itu dimulai, Jeno menunggu disana. Dilobby hotel dengan senyum tipis. Sesekali ia mengeluarkan sebuah kotak beludru dari dalam kantongnya, membukanya dan tersenyum ketika melihat sebuah kalung yang berada di kotak itu.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang