10

4.8K 398 9
                                    

Hubungan antara Renjun dan Jaemin sedang tidak baik.

Itu yang bisa Haechan tangkap dari situasi saat ini, dimana Renjun berdiri didepan apartnya dengan sebuah ransel mewah yang Haechan bisa tebak berisi apa dan bantal penyangga kepala berwarna kuning miliknya.

"Apa ini?" tanya Haechan menyipitkan mata.

Renjun tidak tertarik memjawab. Ia sudah lelah berdiri disana. Jadi setelah saling menatap untuk waktu yang cukup lama, yang lebih kecil mengambil initiative untuk masuk kedalam apart Haechan.

"Hei, kau tidak sekalian membawa kopermu?"Haechan mengekori langkah Renjun yang lansung merebahkan tubuhnya diatas sofa mahal milik sang pemilik unit.

"Ini tidak akan lama. Hanya sampai dia meminta maaf duluan." ucap Renjun kemudian.

"Apa kau punya kamar lain? Atau kita berbagi saja?" tanya Renjun, berusaha menemukan posisi nyamannya diatas sofa.

"Kalian bertengkar?" tanya Haechan. Dia penasaran tentu saja.

Tapi Renjun abai. Ia bangkit dan berjalan kedapur. Haechan hanya mengekor dibelakang pemuda yang lebih kecil.

"Apa kau tidak punya makanan? aku lapar." Renjun membuka lemari pendingin.

"Hei, masak jika lapar." Haechan menyingkirkan Renjun dari depan lemari pendingin miliknya "Di tempat Jaemin kau memasak dengan baik." dia berdecih sembari menutup pintu lemari pendingin itu setelah melihat tidak ada apa - apa disana "Lakukan itu juga selama kau disini." tambahnya.

Dan pada akhirnya, dua orang itu memesan makanan pesan antar. Renjun makan dengan lahap sedang Haechan hanya menonton dengan tenang.

"Apa Jaemin tidak memberimu makan?"

"Hei, ralat itu. Aku yang memberinya makan. Akulah yng menghidupi dia." Renjun protes dengan mulut penuh dengan makanan.

"Bagaimana bisa begitu? Kemana semua gajinya?" tanya Haechan. Haechan itu tau dengan baik asal prusahaan Jaemin sebelu masuk di perusahaan Jeno. Tidak sebesar perusahaan Jeno tapi gaji Jaemin disana cukup besar.

Renjun berdehem pelan mendengar pertanyaan itu.

"Bagaimana dia bisa membiarkan pengangguran dan gelandangan sepertimu membiayai hidupnya?" tambah Haechan.

Renjun semakin memasukkan banyak makanan kedalam mulutnya. Ia menghindar untuk memberi jawaban, takut salah dan membuat hubungannya dengan Jaemin semakin buruk.

Tapi sepertinya Haechan tidak berhenti disana.

Renjun tau ketika tampang yang lebih muda mulai tampak berfikir lagi. Haechan dan rasa penasarannya itu sedikit berbahaya.

"Kalau di pikir - pikir, itu juga aneh. Dengan gaji yang tidak sedikit, dia tinggal dikamar yang cukup sempit. Apa dia berhutang at.." ucapan Haechan menggantung.

Soalnya Renjun yang mulutnya penuh makan dengan cepat bangkit dan berlari kedapur.

"Hei ada apa?" tanya Haechan panik dan ikut menyusul Renjun.

Renjun membuka lemari pendingin dan dengan cepat meminum air disana.

"Jangan bilang kau lari kesini untuk itu?" tanya Haechan. Matanya memicin.

"Aku haus." ucap Renjun setelah hampir menghabiskan satu botol air putih.

"Hei, itu,." Haechan menunjuk kearah botol air yang ada dimeja samping makanan Renjun.

Sedang Renjun hanya tersenyum bodoh. Yahkan dia tidak tau. Dia berlari kesana untuk mengalihkan situasi, dia mana peduli disana ada air atau tidak.

Tapi perhatian keduanya teralihkan. Soalnya bell apart Haechan kembali berbunyi.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang