36

6K 471 96
                                    



Jehan sudah tidur ketika Jeno memutuskan untuk melangkah masuk kedalam kamar inap milik Jaemin.

Jeno menutup pintu pelan sebelum masuk lebih dalam.

Hal pertama yang ia dapati disana adalah punggung sempit yang membelakanginya.

Tapi meski sudah disana, Jeno hanya berdiri. Sama seperti terakhir kali, dia hanya diam.

Kesombongan, arogansi, dan percaya dirinya selama ini seolah tertelan, hilang entah kemana.

Ia terlalu kalah, merasa bersalah, dan malu.

"Aku minta maaf." adalah kalimat pertama yang meluncur bebas dari bibir tipis milik yang lebih tua, sekaligus menginterupsi hening yang menyelimuti keduanya. "Aku tau tidak tau diri, tapi aku minta maaf atas semuanya." tambah Jeno.

Jaemin masih pada posisinya, tidak bergerak seincipun.

"Jeno,."

"Aku,."

Kata itu berbarengan diucapkan dari bilah bibir yang berbeda.

Tapi Jeno menjadi yang pertama melanjutkan "Aku minta maaf Jaemin." ini adalah "Untuk 7 tahun lalu,." Ada Jeda.

Mata Jaemin memanas pada kalimat ini. Itu seolah membawa ingatannya untuk menjelajah kesana. Kemasa lalu paling kelam yang ia punya sepanjang ia hidup.

Tapi bukan Jaemin satu - satunya yang begitu. Karena Jeno juga. Jeda pada kalimat itu berasal dari tenggorokannya yang tiba - tiba seperti tercekat. Matanya memanas dan rongga dadanya yang tiba - tiba terasa penuh hingga sekedar bernafas saja berat untuk Jeno.

Sesuatu yang tak kasat mata seperti terhunus, tertancap dalam kemudian menggerogoti dan merobek hati Jeno.

Jeno melihat semuanya dengan baik. Bagaimana ia memperlakukan Jaemin dengan buruk dan kata - kata jahat yang ia lontarkan. Sialnya, point terakhir adalah apa yang ia tanam dalam kepalanya dan sering ia utarakan tentang Jaemin kemudian.

"Aku mengatakan semuanya tanpa tau apapun. Aku menyalahkanmu, kau bahkan tidak layak mendapat semua,." Suara Jeno menciut diakhir kalimatnya.

Jeno adalah yang paling terluka pada kalimatnya sendiri yang bahkan belum selesai dan menggantung di udara sekitar mereka.

"Aku bahkan tidak layak untuk berdiri disini sekarang." tambahnya ketika gemuruh itu semakin ribut didadanya sebelum berhasil membuat dominan itu menitikkan air matanya, lagi. Tidak perlu dijelaskan lebih banyak. Jeno punya terlalu banyak perilaku yang harus ia sesali. Itu tidak akan cukup.

Jaemin mengangguk sembari menghapus air matanya, dia sependapat dengan kalimat Jeno. Tapi ketika Jaemin berbalik kearah yang lebih tua dan menemukan Jeno berantakan disana, rasa bencinya seolah menguap dengan mudah.

"Jaemin, aku tidak layak untuk mendapat pengampunan. Tapi,." ucap Jeno sebelum jatuh dan berlutut disana, dia menangis dengan suara pilu. "Aku meminta maaf." punggung tegap nan lebar itu kini jatuh sembari bergetar pelan.

Jaemin kembali terisak sembari menggeleng ditempatnya berdiri. Dia benci Jeno. Tapi dia lebih benci melihat dominan itu tampak seperti sekarang.

Jaemin pun sudah dengar semuanya dari Haechan. Ada satu hari saat Jaemin baru kembali dari pelariannya, Haechan datang dan mulai mengoceh. Itu tentang Jeno. Tentang betapa buruk Jeno saat dia pergi.

Semua ingatan tentang ucapan Haechan seolah masuk kembali kekepala Jaemin.

"Dia mencarimu seperti orang bodoh. Itu alasan kemudian dia menjadi segila kerja sekarang. Dia bahkan jarang keluar dari ruang kerjanya. Yah, kita bisa lihat seberapa besar perusahaan itu sekarang."

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang