Jeno memikirkan ucapan Jehan sepanjang jalan ia kembali."Tidak", katanya.
Agak miris mendengar putranya mengatakan itu padanya.
Apakah Jehan sedang berusaha menjaga perasaannya?
Dia bahkan baru akan menginjak tujuh, bagaimana seorang anak bisa tampak begitu dewasa?
Sekali lagi, Jeno merasa di tampar keadaan.
Jeno benci ketika banyak sekali pertanyaan muncul di kepalanya. Jadi ketika lampu jalan berubah menjadi hijau, alih - alih meneruskan perjalanannya, ia membanting setir dan mengarahkan mobilnya kearah lain.
Jeno berakhir di lobi sekolah Jehan dengan seorang guru yang mengantar Jehan untuk masuk kedalam mobilnya.
"Ayah, ada apa?" tanya Jehan begitu pintu mobil tertutup.
Jeno diam sebentar.
"Apa Jehan membuat kesalahan ayah?" tanya Jehan dengan sedikit tertunduk.
Jeno menghela nafas mendengar ucapan putranya. Apa Jehan sedang takut Jeno marah?
Jeno memberikan tangannya pada Jehan seolah memberi tahu pada putranya untuk masuk dalam pangkuannya.
Dan Jehan menurut dengan mudah.
Itu pertama kalinya setelah sekian lama.
"Jehan, apa kau takut pada ayah?" tanya Jeno. Pertanyaan bodoh sebenarnya, mengingat selama ini Jeno adalah orang yang selalu berbicara dingin dengan putranya sendiri.
Tapi tau respon Jehan? Anak itu menggeleng pelan.
"Lalu kenapa Jehan tidak jujur soal papa?" tanya Jeno lagi.
Jehan diam, dia tidak menjawab pertanyaan itu dengan mudah.
Jeno kembali menghela nafas. Sejujurnya, itu berat. Dia bukan orang yang mengerti anak kecil. Ia tidak tau harus bagaimana untuk membuat Jehan lebih terbuka tentang ini.
"Karena ayah akan terluka." ucap Jehan kemudian setelah diamnya yang cukup lama.
"Apa?" Jeno tidak bisa tidak terkejut mendengar jawaban putranya. "Jehan bilang apa?"
Jehan sedikit ciut, "Ayah, Jehan rindu papah. Tapi kalau Jehan ikut papa, lalu ayah bagaimana?"
Haha.
Jeno merasa seperti hatinya di koyak oleh ucapan sederhana putranya.
Apa sekarang Jehan sedang berusaha berdiri di pihaknya? Tapi kenapa? Jeno tidak pernah sekalipun nenampakkan pedulinya pada putranya ini, lalu kenapa? Bagaimana bisa Jehan berfikir sampai disana?
"Lagipula, karena papa pergi, itu berarti papa tidak menginginkan Jehan. Jika ayah juga tidak menginginkan Jehan, lalu Jehan bagaimana?" bibir Jehan melengkung kebawah saat mengucapkan kalimat ini.
Dan Jeno dengan cepat menggeleng ribut mendengar ucapan putranya. "Oh, kau salah sayang." Jeno membantah ucapah Jehan secepat yang ia bisa.
Itu sudah salah. Sangat salah.
Jehan tidak boleh berfikir demikian tentang Jaemin.
"Papa pergi karena ayah jahat. Itu bukan karena papa ingin meninggalkan Jehan."
Dan Jehan yang bibirnya sudah melengkung sejak tadi akhirnya menangis kemudian.
Itu pertama kalinya setelah hampir lima bulan, Jehan menangis secara terang - terangan.
Dan itu melukai hati Jeno untuk tau bahwa putranya sedang bertingkah dewasa selama ini.
Tuhan, sebenarnya, apa yang selama ini ia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories|NOMIN {END}
FanfictionJeno dan Jaemin adalah sahabat lama yang bertemu 7 tahun kemudian. Masalahnya, persahabatan mereka tidak sesederhana itu. 🚫MENTION🚫 Sex, alcohol, drugs, mental issue, rape, suicide BXB, Mpreg Yang dibawah umur mending minggir dulu. #2 Jeno #3 No...