20

5.7K 464 50
                                    

Jaemin mendapatkan ijin Jeno.

Rencananya, Jaemin akan menemui Jehan hari ini. Besok weekend, jadi dia meminta ijin pada Jeno untuk itu. Sebenarnya ia tidak enak. Jeno itu cukup keras jika itu tentang bekerja. Tapi Jaemin terlalu rindu pada putranya. Terlebih setelah kabar gembira yang ia dapat siang tadi.

Jadi dengan langkah tidak pelan, dia kembali keapart milik Haechan. Ia harus mengambil beberapa barang yang ia sempat beli untuk Jehan.

Baru saja membuka pintu dan masuk, disana, ia mendapati Heachan dan Renjun yang duduk dimeja makan saling berhadapan dengan nafas yang sama - sama memburu. Mata mereka sama merah dan tampak tidak bersahabat.

Sepertinya mereka bertengkar.

Mendapati tidak ada makanan apapun disana, itu jelas bukan makan siang.

Jangan lupakan, itu jam kerja dan Haechan duduk disana. Sepertinya mereka sedang berbicara serius.

"Kalian, bertengkar?" tanya Jaemin pelan. Takut membuat sesuatu memburuk, entah apa.

Tapi Renjun yang memalingkan pandangannya sepertinya menjadi jawaban yang cukup untuk pertanyaan itu.

Tebakannya benar.

Mereka bertengkar.

Jaemin menghela nafas sebelum berjalan mendekat. Tapi belum sampai disana, Haechan bangkit, mengambil ponselnya dan meninggalkan tempat itu.

Jaemin menutup matanya ketika mendengar pintu utama yang ditutup cukup keras, dibanting.

"Ada apa?" tanya Jaemin. Langkahnya perlahan mendekat dan dia duduk dikursi yang Haechan tempati duduk sebelumnya. "Apa yang membuat dia semarah itu?" Tanya Jaemin lagi.

Renjun menghela nafas, menatap Jaemin yang duduk diseberangnya sebelum mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, meletakkannya dimeja depan mereka.

Jaemin diam setelah melihat itu.

"Haechan kembali untuk mengambil barangnya yang tertinggal. Sialnya, dia menemukan ini." ucap Renjun menjelaskan situasi.

Melihat benda itu disana, Jaemin paham marahnya Haechan.

"Awalnya dia pikir itu aku." ada jeda "Jaemin, apa kita kembali saja?" tanya Renjun pelan. Dia meraih tangan Jaemin yang berada di atas meja, lalu menggenggamnya erat.

"Aku akan pulang kerumah. Kau bisa menggunakan uangku. Mari lakukan itu." ucap Renjun, berusaha membujuk, suaranya bergetar.

Tatapan Jaemin fokus pada benda yang Renjun letakkan didepan mereka.

"Kalau kau pulang, bagaimana dengan Lucas? Kau ingin menyerah? Setelah semua ini?" tanya Jaemin, nadanya dingin. "Untukku?"

Tapi Renjun terisak kemudian. Bahunya bergetar, dia menangis.

Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak begitu.

"Tidak Renjun. Kau tidak harus seperti itu untuk aku. Aku tidak akan membiarkan kau berkorban seperti itu."

"Jika ingin berkata begitu, harusnya kau berhenti!" bentak Renjun marah.

Dan Jaemjn tertunduk. Sedikit banyak, dia setuju. Ini salahnya.

"Maafkan aku." ucap Jaemin pelan. Dia mengcengkram balik tangan Renjun.

Tapi tidak. Renjun menggeleng ribut. "Kau tidak baik - baik saja." ucap Renjun setengah terisak. "Jaemin kapan itu dimulai? Apa saat kau bertemu dengan Jeno?" tanya Renjun. "Jehan baik - baik saja selama ini, jadi kurasa itu bukan tentang dia." Renjun memegang kepalanya frustasi.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang