4

8K 570 2
                                    

Melewati malam yang lumayan berat, Jaemin datang kekantor dihari keduanya dengan sedikit terlambat.

Terlambat 5 menit harusnya tak apa. Tapi masalahnya dia adalah anak baru. Dan terlambat untuk anak baru adalah kesalahan besar.

Jaemin tidak tau kalau kepala devisinya adalah orang seperti ini, soalnya kemarin mereka tidak bertemu.

Jaemin menghela nafas pelan.

Ini masih pagi, tapi dia sudah mendapat ceramah yang lumayan panjang dari atasannya yang berkepala botak itu.

Jaemin sedang berdiri didepan kepala devisinya, menerima ceramah dengan wajah tenang sambil sesekali mengangguk walaupun sebenarnya hampir semua yang dikatakan oleh kepala devisinya ingin ia jawab. Baiknya, Jaemin cukup sadar bahwa ia akan kehilangan banyak jika dipecat dari sana di hari keduanya.

"Hei, jangan terlalu dipikirkan, maksutku ucapan si tua itu." Ini adalah kalimat pertama yang Yangyang ucapkan ketika Jaemin duduk dikursinya.

Jaemin tersenyum miring sebelum mengangguk. "Tenang saja, atasanku sebelumnya memiliki lidah yang lebih tajam." ucap Jaemin setengah berbisik, dan mereka berdua tertawa setelahnya.

Alih - alih sakit hati dengan ucapan tajam pria itu, Jaemin lebih kearah kesal karena tidak bisa membalasnya.

Jaemin menghela nafas. Seandainya Jeno dipihaknya, pasti semuanya akan jadi lebih mudah.

Jadi itu menguatkan tekat Jaemin untuk memperbaiki hubungannya dengan Jeno.

"Baiklah, mari mulai itu besok." ucap Jaemin dengan senyum penuh semangat sebelum kembali fokus pada gambar kerja dikomputer yang berada tepat didepannya.

-

Jeno sibuk, tidak bisa berteman lagi, bukan tidak mau berteman dengan Jaemin.

Itu yang kepala cerdas Jaemin paksa tangkap dari percakapan saat terakhir mereka bertemu.

Jadi disinilah pria itu berdiri sekarang.

Dia sudah bertekad, dia harus memperbaiki hubungannya dengan Jeno secepatnya.

"Maaf, tidak bisa. Tuan Lee tidak menerima tamu apapun diluar janji." ucap sekertaris Jeno, kesekian kalinya.

Jaemin jadi kesal. Ia sudah mengucapkan terlalu banyak alasan tapi jawaban yang sejak tadi ia dengar adalah kalimat yang sama. Tidak bisa, kalau begini dia tidak akan bisa mengejak Jeno makan siang.

"Katakan saja pada Jeno, maksutku, Tuan Lee. Kalau Na Jaemin ingin bertemu dengannya. Dia pasti akan memberi ijin." bujuk Jaemin sekali lagi. Ini usaha terakhirnya, pikirnya.

Tapi masalahnya, Jeno itu agak menakutkan. Dia tidak suka diganggu dengan hal tidak jelas. Jika Jaemin bohong, maka para sekertaris itu yang akan kena. Pernah terjadi sebelumnya, ketika seorang kontraktor mengatakan kalimat yang sama untuk bertemu Lee Jeno. Jadi para sekertaris itu memilih jalan paling aman, tidak menggubris permintaan Jaemin.

Jaemin mendengus kesal lalu memutar kepalanya untuk bekerja lebih keras.

Begitu - begitu, Jaemin adalah salah satu yang terpintar disekolahnya dulu.

"Baiklah." Jaemin mengambil keputusan "Apa Jeno sedang menerima tamu?" tanya Jaemin kemudian.

"Tidak. Tapi tetap tidak bisa." ucap wanita berambut pendek yang sejak tadi hanya duduk diam, tidak ikut campur untuk meladeni Jaemin.

Jaemin mengangguk paham, jawaban itu adalah semua yang dia butuhkan.

Jadi ketika sekertaris Jeno kembali pada pekerjaannya, Jaemin beranjak dari sana. Tapi bukan untuk pulang, dia membelokkan langkahnya keruangan Lee Jeno dengan secepat yang ia bisa.

Memories|NOMIN {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang