Pagi harinya sebagai kepala keluarga yang sedang berjauhan dengan sang istri, Rezka bertugas untuk menyiapkan putra-putranya untuk sarapan apalagi si anak tengah yang ada kegiatan full di kampus hari ini.
Hanya menu biasa sudah membuat Rezka puas dengan masakannya, rupanya memasak adalah kegiatan yang melelahkan baginya.
"Morning Papah," sapa Renza memeluk Rezka dari belakang dengan singkat.
"Morning Ade, udah siap?" Renza mengangguk dan duduk di kursi meja makan, kedua matanya membinar melihat menu sangat sederhana yang sudah tersaji rapi di atas meja makan.
"Papah masak ini semua buat Abang sama Ade?" tanya Renza. Rezka mengangguk.
"Yaiya dong masa kucing kamu yang masak," balas Rezka dengan kekehan nya, setelah itu ia pun duduk di samping anak nya.
"Kenapa Mamah gak ikut aja sama Papah?" tanya Renza.
"Kan Mamah jagain Naina di sana, kalau Mamah ikut sama Papah gimana Naina? Kalau di ajak kan kasian harus bulak-balik," jelas Rezka.
Renza mengangguk paham. Terkadang lupa bahwa dirinya mempunyai adik yang masih kecil bahkan usianya saja baru menginjak kurang dari tiga tahun.
Keputusan ingin mempunyai anak lagi tentu saja dari Rezka, yang tentu juga di iyakan oleh Neira. Menambah anggota baru bukanlah suatu hal yang buruk.
"Abang nya gak di bangunin, De?" tanya Rezka.
"Udah kok, tapi ya gitu malah marah-marah katanya masih ngantuk tapi kayaknya lagi mandi deh soalnya Abang mau ke RS kan."
Lima belas menit Rendra akhirnya sudah siap dengan pakaiannya hari ini. Wajahnya yang memang selalu terlihat sayu terlihat lebih segar, dengan rambut yang sudah di tata rapih.
Sebelumnya ia baru saja menutup sambungan telpon dengan Marven, membicarakan singkat acara kampus yang akan mereka siapkan dengan matang dan ya untuk beberapa waktu ke depan waktu mereka akan sangat terkuras abis.
Nafsu makannya tidak terlalu baik, sama hal nya dengan perasaannya kali ini. Di lihat notifikasi hp nya hanya tertera nama sang mamah dan teman-teman lainnya, tidak ada notifikasi dari Velly.
Rendra berdesis pelan saat tangan kanannya sedang menyuntikan insulin pen pada lengannya, ia harus lebih cepat bergerak karena jam terus berputar dan ia harus mengantarkan Renza ke kampus hari ini.
Untung saja Rendra tidak ada kelas di pagi ini, melainkan nanti jam kelasnya di siang hari.
"Tuh Abang.. sini makan, Bang. Jadi nganterin Ade kan?" Rendra mengangguk pelan dan duduk di depan Renza, meminum air putih yang ntah sejak kapan sudah tersedia di sana.
"Habis nganterin Ade ke kampus kita ke rumah sakit untuk minta maaf ke Adis ya, Bang?" Rendra hanya mengangguk tanpa mengeluarkan kata.
"Semalam aja Ade di cerocosin Adis mulu, gak mau lagi Ade mah kesana," celetuk Renza mempelihatkan rasa tidak sukanya kepada Adis.
Karena yang bisa Renza rasakan sekarang, Adis hanyalah memanfaatkan waktu.
***
+62*******
|Pokoknya tenang aja, si Rendra sama Velly berantem dan Rendra udah pulang ke Nangor, itu laporan semalam yang gua dapat.|Adis tersenyum tipis, rupanya sepupu nya itu ada gunanya juga menjadi mata-mata.
"Kenapa kamu senyum-senyum, Dis?" tanya Tia yang sedang menyuapi Adis dengan penuh rasa kasih sayang.
"Ini loh Mamah katanya Naren udah pulang."
"Oh kalau itu memang sudah, Mamah ngasih tahu tentang ini ke orang tua nya Naren karena mau gimana juga ini kecelakaan yang melibatkan kalian berdua," ujar Tia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth | Sequel Narendra vers II
Teen FictionSequel dari Narendra | Twins. 'Maaf dan terimakasih.' - Narendra Pradipta. Gak jago bikin deskripsi, caw langsung ke ceritanya. Dan jangan tertipu oleh cover yang cerah wkwk. Start - 17 oktober 2023