"Sarapan dulu, Bang," ucap Renza pada saat melihat Rendra keluar dari kamar pribadinya. Rendra melirik sekilas dan menganggukan kepalanya.Rendra pun menyusuli Renza yang sudah lebih dulu melangkah menuju dapur, rupanya Renza sudah memasak untuk sarapannya hari ini. Menu sarapan yang sederhana, telur dadar dan goreng ayam.
"Mau bawa bekel?" Renza menawarkan.
"Gak usah, ribet."
"Padahal Mamah selalu ngingetin buat kita bawa bekel tapi Abang selalu aja nolak, Ade ngerasa berdosa sama Mamah," gumam Renza sambil menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Ini sudah dua bulan lamanya setelah kejadian kemarin. Rezka sudah sembuh dan kembali kerja di rumah sakit, Rezka dan Neira menggurungkan niat pindahnya karena malah terjadi kesalah pahaman mengira bahwa kepindahan mereka hanya untuk menghindari masalah anak-anaknya. Padahal bukan lah seperti itu.
"Lo aja yang bawa bekal." Renza mengangguk.
"Ade emang selalu bawa bekal kok." Setelah menyuntikan insulin ke lengannya Rendra pun mulai menyantap menu sarapan yang sangat sederhana itu.
"Baguslah."
"Bang, Bang Ion mau nikahan, kan. Abang mau ke Jakarta?" Rendra mengangguk.
Ia memang sudah tahu kabar itu dari Neira beberapa hari lalu, dan Neira memintanya untuk menyempatkan waktunya datang ke pernikahan anak pertama Xavier dan Yala tersebut.
"Tapi Abang gak papa, secara kan nanti ketemu Velly."
"Gak papa, kita gak musuhan," balas Rendra pelan.
"Huh yaudah. Bang, sekarang kan Abang jadi ketua himpunan Ade paham gimana kesibukan Abang sekarang. Tapi Ade boleh minta gak buat Abang selalu jaga kesehatan, makan yang teratur dan jaga pola tidur yang baik. Setiap Abang pulang ke apart, Ade selalu sedih. Abang selalu keliatan capek banget," ucap Renza mencoba ngomong baik-baik.
"Belum lagi setelah pulang ke rumah Abang gak langsung istirahat, malah lanjut nugas sampe subuh bahkan. Ade gak mau Abang sakit," sambung Renza menatap Rendra dengan tatapan khawatir.
Selama ini Renza hanya menyimak. Karena kebawelannya sudah tidak mempan lagi untuk mengingatkan Rendra. Seakan Rendra memang sengaja mencari kesibukan dan tidak memperdulikan yang lainnya.
"Tenang aja ya tahu batasan."
"Batasan apa? Abang tuh gak pernah ngasih istirahat buat badan Abang sendiri. Ngejar apa sih, Bang?" tanya Renza.
"Dek udah ya, kita udah pernah bahas hal ini, kan? Udah."
Renza berdengus kesal. Benar-benar kehabisan cara untuk menasihatin abangnya itu, karena Rendra memang lebih gila dari yang sebelumnya.
"Cinta emang bikin lo bego, Bang," ketus Renza bangkit dari kursi meja makan, menyambar tas kuliahnya dan meninggalkan apartemen lebih dulu. Berdekatan dengan Rendra sekarang hanya akan menjadikan perdebatan untuk keduanya.
Renza yang memang sudah janjian dengan Niva, langsung menyambut Niva dengan senyum manisnya walau sebenarnya dalam hatinya ia sedang kesal setengah mati.
"Morning," ucap Renza di balas sapaan juga oleh Niva.
Keduanya berjalan beriringan, dengan tangan kanan Renza mengenggam tangan milik Niva. Hubungan keduanya memang selalu terlihat baik-baik saja, tetapi sebenarnya ada hal yang ingin di akhiri oleh salah satu keduanya.
Karena diam-diam, salah satu dari mereka sudah merasa tidak sejalan lagi. Tetapi tidak sanggup untuk menyudahi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth | Sequel Narendra vers II
Teen FictionSequel dari Narendra | Twins. 'Maaf dan terimakasih.' - Narendra Pradipta. Gak jago bikin deskripsi, caw langsung ke ceritanya. Dan jangan tertipu oleh cover yang cerah wkwk. Start - 17 oktober 2023