41. Jangan dulu tumbang!

1.1K 152 13
                                    

Bersakit-sakitlah dulu baru mendapatkan satu kebahagiaan. Itu lah yang Rendra pelajari dalam hidupnya. Semua hal sudah ia ikhlaskan, rasa sakit, perih dan deritanya sudah Rendra damaikan. Tidak ada lagi dendam dan kesal kepada siapapun, Rendra berhasil mendedikasikan rasa sayangnya kepada dirinya sendiri. Dengan cara ikhlas, maka hidupnya akan lebih tenang dan itu cara ia mencintai dirinya sendiri.

Maka meluluhkan hati kembarannya Rendra selalu bisa, karena Rendra tahu bahwa kelemahan adik kembarnya itu ada pada dirinya. Tidak ada yang menyayangi Renza sedalam Rendra menyayangi adik kembarnya, dan kebalikannya pun begitu.

Tidak mudah bagi Renza memberikan restu dan izin untuk kakak kembarnya menginjak kehidupan yang lebih matang, tidak mudah juga Renza melepaskan Kakak kembarnya untuk bersanding dengan perempuan yang memang selalu menjadi satu kesatuan dari luka yang di peroleh kakak kembarnya.

Namun, Renza menyadari bahwa kehidupan berjalan sesuai dengan rotasi takdir yang sudah di tentukan. Jika memang jalannya seperti in maka Renza akan mengikuti alur perjalanannya.

Sudah saatnya ada di waktu ia harus melepaskan Rendra menginjak satu pernikahan di usianya yang baru 24 tahun. Tidak mudah, sangat tidak mudah bahkan pada saat memikirkannya saja hati Renza sakit dan membuat tubuhnya drop.

Tetapi kembali lagi pada kebahagiaan Rendra, Renza menghilangkan egonya dengan harapan Rendra bisa mendapatkan kebahagiaan seutuhnya.

Ya, karena menurut Renza kebahagiaan Rendra adalah nomer satu.

***

Karena kondisi tubuhnya yang tidak membaik membuat Rendra harus kembali ke Bandung tanpa Renza. Rezka meminta Renza untuk menetap sementara di Jakarta setidaknya sampai kondisi anak itu pulih, dan membuat Renza mau tidak mau mengiyakan permintaan papahnya tersebut.

"Nanti sampai apart makannya langsung angetin ya, Bang. Kamu juga jangan sampai lupa makan, jangan lembur terus di kantor usahain jam tidur selalu cukup," tutur Neira menyimpan bekal yang ia masak untuk Rendra di kursi mobil itu.

Rendra mengangguk dan menutup pintu mobilnya setelah Neira menyimpan bekal nya tersebut.

"Gak pamitan dulu sama Velly, Bang?"

"Udah tadi pagi kalau sekarang doi di rumah sakit, Om Sapi juga di kantor katanya mau pamit ke mamah Lala juga lagi di rumah Bang Rion, tapi tadi pagi udah pamit kok," ujar Rendra.

"Yasudah kalau gitu." Rendra menganggukan kepalanya.

"Pah, Abang minta tolong terus ngasih perhatian ke Renza tentang ini, ya. Abang gak mau dia cuma terpaksa ngasih restunya tapi dia kesakitan sendirian."

"Iya, Nak. Papah sama Mamah pasti ngasih perhatian terus ke Ade. Mendingan kamu fokus saja kerja, biar nanti mudah ngambil cutinya apalagi harus ngurusin ini itu," tukas Rezka.

"Jangan sampai kecapean terus ya, Bang. Mamah gak mau ya denger kamu sakit lagi," sambung Neira.

"Mamah tenang aja, Abang udah paham cara ngehandle tubuh Abang sendiri."

Bekerja di kota yang berbeda dengan kedua orang tuanya memang tidak mudah bagi Rendra. Apalagi selama hampir empat tahun ini ia sudah berjauhan dengan kedua orang tua dan adik bungsunya tersebut.

Dan sore ini, adik perempuannya itu sedang tidak ada di rumah. Naina lebih senang berada di rumah kakek neneknya, tepatnya di rumah kedua orang tua Neira.

Tetapi, setidaknya di Bandung ia akan hidup tenang tanpa dibayang-bayangi maruk saudara-saudaranya yang haus akan dunia.

"Salam buat adik ku yang cewek, Mah. Kalau Nai lagi pingin apa-apa bilang Abang, ya." Neira mengangguk dan memeluk tubuh jangkung anak sulungnya tersebut.

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang