23. Losing Us

1.1K 138 46
                                    

"Ly aku bisa jelasin." Penegasan dari Rendra dianggap angin lalu oleh Velly.

"Jelasin kata kamu? Udah gak ada toleransinya lagi laki-laki memeluk perempuan lain yang bukan siapa-siapanya," tukas Velly seakan memang tidak mau mendengar penjelasan apa-apa lagi dari Velly.

Rendra menatap Velly dengan sangat memohon, apa yang dilihat oleh perempuan itu adalah satu hal yang harus Rendra jelaskan dengan benar.

"Dari aku udah aja ya. Cukup. Aku kira diamnya kamu itu masih bisa aku pahami, ternyata diamnya kamu udah keterlaluan. Sekali lagi, aku udah gak ngasih toleransi lagi. Capek, Ndra."

"Lyla.." Tangan kanan laki-laki itu berusaha menggapai lengan Velly, tetapi dengan kasar Velly menangkisnya. Kedua mata Velly terus mengeluarkan air mata, Rendra pun sama. Lelaki ity mulai berkaca-kaca, ntahlah dia terlalu takut.

"Lupain perjuangan kamu buat aku, karena itu percuma jika di belakang saja kelakuan kamu kayak gini."

"Itu gak--

"Aku gak akan nerima penjelasan apa-apa lagi. Karena yang harus kamu tahu bahwa selama ini aku tahu semua kedekatan kamu sama dia, tapi selama ini aku diam karena aku gak melihatnya dengan nyata. Tapi tadi, aku melihatnya secara nyata dan jelas itu artinya apa yang aku tahu selama ini gak jauh beda sama kenyataanya." tukas Velly dengan satu helaan nafas.

Velly kira Rendra merupakan lelaki yang bisa di percaya hati dan pikirannya, ternyata tidak selamanya seperti itu. Rendra hanyalah laki-laki cuek, acuh dengan pembawaanya selalu di salah artikan oleh orang lain.

"Aku sama di--

"Tunggu," potong Velly. Tangan kanannya dengan cepat meronggoh tas berwarna putihnya untuk mengambil hp canggihnya. Setelah itu Velly memberikan hp itu kepada Rendra, Rendra melihat beberapa foto yang tertera di dalam hp tersebut.

Velly tersenyum miris, dengan cepat juga kembali mengambil hp tersebut. "Jadi gimana? Masa lalu pemenangnya, Ndra?"

"Lyla kamu kenapa sih? Kita bisa omongin ini secara baik-baik, lagian siapa yang kirim foto itu ke kamu? Foto itu hanya membuat kesala--

"Kesalahpahaman? Terus tadi yang aku lihat apa?"

Rendra terdiam. Bukan terdiam karena tidak bisa membalas perkataan Velly, hanya saja pandangannya sudah buram tidak bisa melihat perempuan itu dengan jelas. Berusaha mencari pegangan, Rendra pun memegang bangku taman dengan tangan kanannya.

"Ly dengerin pen--

"Selama ini aku bertahan demi apa? Demi kita. Aku gak mau apa yang kamu perjuangin selama ini berakhir sia-sia. Tapi nyatanya? Bahkan kamu sendiri yang membuat semua nya sia-sia karena kelakuan kamu sendiri," tukas Velly.

"Aku capek," jerit Velly dengan deraian air mata.

Rendra terdiam. Gerimis mulai membasahi kota Nangor siang ini, Velly menghela nafas kasar menatap Rendra dengan rasa capek yang sudah teramat dalam.

"Kamu sibuk aku maklum, semuaya aku maklumi. Tapi jika soal perempuan apa harus aku maklum?"

"Ndra, Papah aku, kedua Abangku saja belum pernah menyakiti hati aku. Tapi kamu? Lancang sekali.." lirih Velly.

"Udah aja ya.." sambung Velly dengan suara yang teramat lirih tapi Rendra berhasil mendengarnya. Rendra mengepalkan tangan kanannya, urat-urat tangannya bermunculan memahan emosinya.

Lancang...

Rendra telah lancang mencintai dan menyakiti Velly.

Yang hanya bisa Rendra lakukan hanyalah diam, belum bisa memberikan pembelaan karena apa yang di katakan Velly adalah kebenaran. Suara hening, tersisa suara hujan yang mulai deras dibarengi dengan isakan tangisan Velly yang membuat hati Rendra nyeri mendengarnya.

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang