30. Sama sakit

1.3K 168 39
                                    

Arzan melirik Rendra yang sedari tadi tidak berbicara selama mereka berada di perjalanan dari Jakarta untuk ke Nangor. Arzan paham kondisi dan situasi temannya itu, untuk itu Arzan memutuskan untuk tidak berbicara sebelum Rendra membuka obrolannya sendiri.

Untuk itu Arzan tetap fokus pada setirnya.

"Zan.." panggil Rendra menutup mulutnya dengan tangan kanannya, terlihat panik. Arzan langsung mengerti dan cepat meminggirkan mobilnya, setelah mobil itu berhenti Arzan mengambilkan kantong keresek kehadapan Rendra membiarkan pemuda itu mengeluarkan isi perutnya.

Tangan kanan Arzan membantu Rendra mengurut tekuk lelaki itu, Arzan menatap Rendra dengan khawatir. Temannya itu terlalu memaksakan diri keluar dari rumah sakit padahal papahnya sendiri sudah melarangnya dengan keras.

"Udah?" Rendra mengangguk dan mengambil beberapa helai tisu untuk membersihkan area mulutnya tidak lupa untuk membuang muntahannya tersebut keluar walau dengan langkah yang tertatih. Arzan hanya memperhatikan Rendra secara diam, Arzan tahu Rendra bukan tipikal orang yang mau di perhatikan secara terang-terangan.

"Minum dulu, Ndra," kata Arzan yang sebelumnya sudah membukakan botol minum mineral buat Rendra.

Rendra meneguk air itu sedikit, perutnya nambah mual jika perutnya semakin di isi. Kepalanya kembali berdenyut nyeri.

"Lo hanya menyiksa badan lo sendiri, Ndra," ucap Arzan yang tidak di perdulikan oleh Rendra.

"Yang penting gua bisa menenangkan diri gua, Zan," lirih Rendra dengan suara puraunya. Perkataan Xavier selalu berputar di isi kepalanya, menganggu ketenangannya dan malah membuatnya semakin takut.

"Gua gak terlalu paham sama permasalahan lo, Ndra. Tapi gua rasa, lo cukup ikutin kata hati lo aja," kata Arzan.

"Kata hati gua berkata iya.."

"Iya dalam artian?"

"Iya berpisah dan iya mengusahakan," balas Rendra dengan enteng membuat Arzan semakin bingung. Temannya yang ini sangat susah di tembus.

"Baiklah," putus Arzan dan kembali menghidupkan mobilnya.

"Pelan-pelan bawa mobilnya, jangan buat perut gua semakin mual."

"Lo ada aslam ya, Ndra?" Rendra berdehem pelan.

"Perbaiki pola makan, pola pikit lo dan pola hidup lo, Ndra." Rendra menganggukan kepalanya, walaupun dia tidak yakin.

Rendra menghela nafas dan kembali menyandarkan tubuhnya yang masih dalam kondisi tidak baik-baik saja. Teringat dengan Renza yang ia tinggalkan di Jakarta yang kemungkinan adiknya itu akan disana dulu untuk beberapa hari, untuk membantu dan menemani kedua orang tuanya. Renza sedikit mendukung Rendra pulang ke Nangor lebih awal setelah Renza paham dengan maksud Rendra.

"Ndra jadi sama cewek lo, udahan?" tanya Arzan.

Dibalas kekehan miris.

"Dari awal gua yang selalu memaksakan keadaan, Zan. Jadi wajar ujungnya kita sama-sama sakit, dari awal emang udah ada pertentangan," balas Rendra.

Arzan jadi tidak enak hati menanyakan hal tersebut.

"Setelah ini apa yang mau lo lakuin?"

"Mengugrade diri, improve skills, mengusahakan apa yang mereka raguin dari diri gua sendiri," ucap Rendra.

"Gua yakin lo bisa, yang semangat, Ndra. Bikin mereka yang mencari lo, bukan lo yang mengemis ke mereka."

Rendra mengangguk pelan. Dalam dirinya ia berharap, semoga ia bisa. Demi harga dirinya, keluarganya tentu saja demi cintanya.

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang