47. Perihal seorang anak (2)

733 92 22
                                    

Renza paham situasi yang sedang terjadi di dalam rumah tangga Rendra dan Velly. Di dengar dari balasan-balasan Velly akan membicarakan tentang anak tadi pagi tersirat rasa tidak nyaman, apa mungkin perempuan itu memanglah tidak ingin mempunyai seorang anak dari pernikahannya?

Tetapi jika ia, maka berbanding terbalik dengan kakak kembarnya yang sangat menantikan seorang anak. Renza di bikin bingung mengingatnya. Toh di rasa pasangan itu memang jarang berada di rumah jika bukan di hari weekend begitu juga dengan Renza yang kesehariannya full di rumah sakit.

Apa memang kenyataanya mereka sepakat untuk menunda mempunyai anak karena fokusnya pada pekerjaan? Apalagi dengan Velly yang masih menikmati masa-masanya menjadi dokter.

"Heh ngelamun terus, ada apa, sih?" tanya Laurin, perempuan yang di katakan sedang dekat dengan Renza.

"Eh Kak," kekeh Renza sedikit kaget.

Laurin duduk di samping Renza dan memberikan satu botol air minum untuk Renza, walaupun dua tahun lebih tua Laurin terlihat sepantaran dengan Renza.

"Mikirin apa? Ada masalah pas jaga tadi?" Renza menggelengkan kepalanya, untuk masalah di ruangan itu memang selalu ada tetapi Renza selalu bisa mengatasinya dengan baik walau nyatanya tekanan dan salah menyalahkan itu selalu saja ada.

Orang di dunia ini tidak semuanya baik.

"Tadi fine-fine aja, Kak. Cuma ya aku lagi mikirin Rendra aja, dia lagi gak enak badan jadi ke aku nya ikutan leuleus, you know leuleus? Hoream ngapa-ngapain, pengen pulang aja," ucap Renza di akhiri dengan gerutuan Renza.

Yakin sebocil ini akan menjadi dokter spesialis?

"Kambuh lagi?" Renza menganggukan kepalanya.

"Kerjaannya lagi padet banget, bulak-balik luar kota mulu. Lagi ngejar jabatan kali tuh si Abang," gerutu Renza lagi membuat Laurin terkekeh mendengarnya, dia selalu senang mendengar Renza bercerita.

"Kakak lagi jam kosong? Kok kesini?" tanya Renza.

"Gak kosong-kosong banget, satu jam lagi ada janji. Cuma tadi lewat eh ada kamu lagi ngelamun sambil manyun-manyun, yaudah aku samperin," kata Laurin yang tanpa Laurin sadari pekataannya membuat Renza malu sekaligus salah tingkah.

"Hehe sebenernya aku lagi mikirin ini, Kak. Semalem kan aku telponan sama Mamah sambil cerita kalau Abang sakit terus Mamah nanyain perihal Velly udah ngisi apa belum, terus aku jawab belum kan karena emang belum. Kayaknya Mamah berharap Velly ngisi deh, cuma pas aku tanyain ke Vellly nya, dia kayak kurang nyaman ngobrolin hal itu."

"I see, bukan kurang nyaman tapi mungkin dia kaget karena di tanyain soal anak sama adik iparnya," ucap Laurin.

"Masa, sih?" Laurin mengangguk.

"Itu bisa aja loh, dia lebih ke kaget sama malu. Obrolan perihal kehamilan dan anak itu sensitif, tidak semua wanita ingin membahasnya dengan orang yang bukan suaminya atau orang tuanya," tukas Laurin.

"Jadi menurut kakak aku berlebihan ya nanyain itu ke Velly? Cuma kan maksud aku biar Velly kepancing dan inget ke sana. Lagian kalau aku ngobrol sama Abang, dia selalu berharap dia punya anak secepatnya."

Laurin itu mendengar yang baik untuk Renza, oleh karena itu Velly selalu nyaman jika bersama Laurin. Walau untuk sekarang hubungan mereka masih semu.

"Mungkin ada beberapa hal yang cukup mereka tahu aja, Ren. Kita sebagai orang terdekatnya ya cukup mendoakan yang terbaik dan menunggu kabar bahagianya. Aku yakin Velly bukannya gak mau, cuma di balik itu pasti ada alasannya."

"Tapi ini udah enam bulan pernikahan loh, masa belum ngisi? Gak mungkin juga kan Abang gak nyentuh-nyentuh tuh istrinya," gerutu Renza lagi.

"Udah kamu jangan kepo sama urusan orang dewasa."

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang