57. Tuntutan Xavier lagi?

514 91 11
                                    


Sebenarnya Velly tidak begitu mengerti dengan apa yang di kerjakan oleh suaminya di kantor. Walaupun seperti itu Velly selalu berusaha mengerti dengan banyaknya pekerjaan yang sedang suaminya itu hadapi, Velly mengerti apa yang sedang Rendra usahakan itu demi masa depan keluarga mereka apalagi dengan akan adanya kehadiran anak di tengah-tengah rumah tangganya.

Rupanya hamil di usia muda dengan Rendra yang sedang sibuk-sibuknya berat juga bagi Velly. Dua minggu yang lalu, Velly sudah memutuskan untuk cuti hamil dan lebih fokus untuk menjaga sang jabang bayi apalagi di dasari dengan fisik Velly yang lumayan melemah setelah di putuskan bahwa ia sedang mengandung membuat Velly memutuskan untuk cuti lebih awal.

"Masih di atas, Kak?" tanya Yala.

Ya, minggu ini Yala lah yang menemani Velly di rumah setelah beberapa minggu yang lalu Neira lah yang selalu stay. Mereka bergantian.

Velly paham dengan pertanyaan Yala mengarah pada apa, mengarah pada suaminya tentu saja.

Velly mengangguk pilu.

Entah bawaan sang bayi entah karena memang dirinya yang sedang manja, membuat Velly kesal dengan Rendra yang tidak kunjung juga keluar dari tempat kerjanya.

"Aku nunggu dari tadi, Mah. Rendra gak keluar-keluar," gumam Vell.

"Si Abang lagi sibuk ngurus proyek besar kata si Papah, lagi di kejar deadline juga makanya ngurung terus di tempat kerja," tutur Yala menenangkan anaknya.

Helaan nafas gusar terdengar. Bukan satu dua kali suaminya itu ikut serta dalam menyelesaikan proyek-proyek besar diperusahaan, tetapi bukan hal yang biasa untuk Velly terus ada di kondisi seperti ini.

"Aku khawatir aja kalau badannya udah mulai di forsir lagi, Mah." Padahal yang Velly inginkan, suaminya itu ada menemaninya dan memanjakannya.

Suara langkah kaki mendekat, membuat Velly dan Yala menoleh dan terlihatlah Renza yang baru saja datang dengan tentetengan yang ada di tangan kirinya.

"Ini sotonya, Kak." Renza menyimpan tentengan kresek itu di nakas. Wajah sendu Velly langsung membinar, ia memang mengidam menginginkan soto yang terjual di dekat taman kota.

"Makasih," ucap Velly yang langsung melesat pergi ke dapur untuk mengambil mangkok, sedangkan Renza langsung duduk di samping Yala.

"Gimana di rs, De?" tanya Yala, bahkan Renza pun sejak dulu sudah Yala anggap sebagai anaknya sendiri.

"Lagi banyak banget kasus, huh. Rupanya menjadi spesialis tidak semudah diucapkan, Mala," balas Renza.

Yala terkekeh dan mengusap puncak rambut Renza gemas.

"Abang mana?" Sejak pulangnya dari rumah sakit dua jam yang lalu, Renza belum juga melihat keberadaan sang kakak kembar.

"Masih di ruangan kerjanya, samperin, gih. Kalau bisa ajak turun," suruh Mala yang tentu saja tidak mungkin Renza tolak.

"Wokeee, Mala." Dengan itu Renza langsung mengambil langkah menuju anak tangga yang mengarahkan ke ruang kerja sang abang.

Sebenarnya sampai saat ini Renza takjub dengan apa yang sudah di peroleh sang kembaran. Di usia mudanya sekarang Rendra sudah mempunyai rumah sendiri, tanah kosong di belakang rumahnya pun sudah atas nama milik Rendra yang Rendra siapkan semata-mata jika nanti kepikiran untuk membuat sesuatu lagi. Mobil yang harganya sangat tinggi sudah ada di garasi rumahnya, koleksi motor-motor Rendra pun terparkir rapih di garasi.

Renza sudah ada di depan pintu ruang kerja Renza, tangan kanannya mulai mengetok pintu itu berharap kakak kembar yang ada di dalam ruangan itu bisa cepat membuka pintu kerjanya.

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang