"Maksudnya, Om?" tanya Rendra berusaha untuk tenang.
Terdengar Xavier menghela nafas pelan, badannya ia serongkan ke arah Rendra yang terlihat lebih sedikit panik dari biasanya tentu saja karena anak itu memang menyembunyikan sesuatu yang menurutnya penting.
"Ndra, kamu emang selalu bisa bohongin orang tua kamu tapi untuk membohongi Om kamu tidak akan bisa."
Rendra terdiam, sama-sekali ia tidak mengerti kemana arahnya obrolan Xavier saat ini. Tetapi hal ini memang membuat Rendra tidak tenag, ya Rendra memang menyembunyikan sesuatu dari semua orang.
"Orang Om banyak, Ndra. Mudah sekali bagi Om untuk mengetahui apapun yang sedang kamu lakukan, bahkan saat Om tidak ingin mengetahui apa yang sedang kamu lakukan pun pasti selalu ada saja orang yang melapor. Jadi, mau Om apa kamu dulu yang menjelaskan?" Rendra terdiam.
Rendra paham, dirinya memang sangat nekad melakukan hal ini. Tentu saja untuk harga dirinya dan juga untuk kehidupannya di masa depan. Karena Rendra sangat menyadari pencapaiannya saat ini tidak lah mendapatkan apresiasi dari keluarga besarnya.
Lulusan teknik sipil di keluarganya adalah hal pertama kali adanya, untuk itu lah Rendra tetap saja di pandang sebelah mata.
"Udah semester empat, Ndra?"
Ya, diam-diam hampir dua tahun yang lalu Rendra mendaftarkan dirinya sebagai mahasiswa jurusan bisnis di kampus yang berada di Bandung. Mengambil dua jurusan di waktu itu memang bukanlah hal yang mudah, tetapi Rendra selalu yakin kepada dirinya sendiri.
Setelah jurusan pertamanya selesai, waktunya Rendra menyelesaikan jurusan keduanya. Jurusan yang diam-diam Agam dan Rasen harapkan, tentu di dalam hati Rezka terdalam dia menyimpan harapan itu kepada putra sulungnya. Dan Rendra tidak memberitahukan tentang hal ini kepada siapapun termasuk Rezka sebagai papahnya.
Rendra menatap Xavier, kepalanya melirik kanan kiri untuk memastikan apa ada orang di sekitarnya atau tidak ada.
"Aman, Ndra. Om paham." Xavier mengerti kekhawatiran anak dari sahabatnya itu.
"Bisnis itu bukan suatu hal yang main-main, Ndra. Tapi Om ngerti apa yang sedang kamu kejar, tetapi jika kamu segininya menyiksa diri kamu sendiri itu sama saja enggak punya harga diri. Hanya karena kamu ingin bersama anak Om, kamu nekad mengambil jurusan yang tidak sejalan de---
"Maaf, Om. Tapi alasan pertamanya bukan lah anak, Om," potong Rendra tidak menerima kata di balik 'tidak punya harga diri'.
"Lantas?"
Rendra tersenyum, berusaha untuk tenang agar dalam penjelasannya tidak mengarah pada hal yang membuat kesalahpahaman di antaranya.
"Apa yang pernah keluar dari mulut Om adalah sebuah desakan buat saya, tentang masa depan saya dan tentang masa depan keluarga saya. Pada saat itu saya sadar, bahwa apa yang di butuhkan keluarga saya adalah seorang penerus. Papah saya, membutuhkan saya walau dalam ucapannya tidak ada kata-kata tekanan atau tuntutan seperti apa yang Om lakukan kepada saya."
Entah sejak kapan Rendra menjadi sangat kakuk dengan Xavier, sejak kecil Rendra sangat menempel dengan Xavier tetapi beranjak dewasa mereka seakan dua orang yang tidak mengenal.
"Seperti apa yang saya ucapkan tadi, semua keputusan saya sesuai dengan keinginan saya, kesadaran saya. Berhasil dan gagalnya nanti, dengan anak Om ataupun tidak saya tidak akan menyesali apa yang sudah saya putuskan,"telak Rendra.
Xavier mengangguk bangga, entah mengapa Rendra melihat bahwa senyum itu adalah senyuman rasa bangga kepadanya.
"Bagus. Jangan menjadikan anak Om sebagai alasan, karena sewaktu-waktu bisa saja anak Om mengecewakan kamu dan kamu akan menyesali apa yang sedang kamu putuskan. Berhasilnya kamu itu untuk masa depan kamu, dan keluarga kamu." Rendra terdiam. Entah kenapa hatinya menjadi lebih sensitif saat ini, mengobrol santai dengan Xavier lah yang membuatnya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Youth | Sequel Narendra vers II
Novela JuvenilSequel dari Narendra | Twins. 'Maaf dan terimakasih.' - Narendra Pradipta. Gak jago bikin deskripsi, caw langsung ke ceritanya. Dan jangan tertipu oleh cover yang cerah wkwk. Start - 17 oktober 2023