22. Runtuh

1.2K 150 48
                                    


"Mah udah. Jangan nangis, makin sakit bahu aku," keluh Rendra karena tidak mau membuat Mamahnya itu kepikiran.

"Bener, Nei. Udah toh udah kejadian juga, nanti bisa sembuh lagi, aku pastiin," tukas Rezka.

"Kamu diem-diem juga merenung sendiri, Na. Jangan kira Nei gak tahu deh, depan anaknya aja gak papa gak papa bersikap tenang. Kalau udah di belakang mah beda lagi," tutur Neira.

Rendra tersenyum tipis. Demi Tuhan, ia sangat  bersyukur mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya dengan baik. Namun terkadang ia tidak pernah terfokus pada hal itu, seakan yang ia sadari hanya lah kekurangan dari orang tua tersebut. Dan hari ini Rendra di buat sadar bahwa kedua orang tua nya memang menyayanginya dengan sangat.

"Pah jangan di biasain kayak gitu, gak baik," ringis Rendra saat bahunya kembali terasa nyeri walau hanya bergerak sedikit pun.

"Heem. Sakit?" tanya Rezka.

"Sakit," balas Rendra seadanya. Bahkan saat ini wajahnya sudah pucat karena banyak menahan nyeri pada bahunya, hanya saja dari tadi ia tahan sendirian.

Keluhan Rendra membuat Neira kembali menitikan air mata, tangan lentik itu mengusap punggung tangan anak sulungnya dengan penuh kasih sayang.

"Bawa tidur lagi, Bang. Di temenin Mamah," ujar Rezka agar istrinya juga beristirahat karena selama perjalanan dari Jakarta ke Nangor istrinya itu belum tidur dengan benar.

"Pah boleh minjem hp? Mau chat Marven, penting."

"Kalau untuk bahas acara kampus gak dulu, Bang. Mending kamu istirahat," balas Rezka dengan suara tegasnya, agar anaknya itu tidak membangkang.

Rendra menghela nafas.

"Tapi Papah mau nanya satu hal, Bang. Hubungan kamu sama Velly lagi renggang?" Mimik wajah Rendra langsung berubah.

"Na jangan di bahas kenapa sih?" kesal Neira.

"Diemnya kamu gak ngebuat situasi membaik, Bang. Kamu gak aman, Om Sapi udah denger semuanya dari Velly. Kalau kamunya gak tegas dan banyak diem, jalan kamu juga akan di persulit lagi sama Om Sapi."

"Na, diem gak? Atau Nei marah?"

"Emang sejak kapan aku aman?" tanya Rendra.

"Bang.." Neira menatap Rendra dengan sayu.

***

Adis yang masih memakai kursi roda keras kepala untuk bisa duduk di pinggir ranjang yang Rendra duduki, perempuan itu terlihat sangat khawatir dan terus memasang wajah memelas sambil memperhatikan bahu Rendra.

"Naren.." panggil Adis yang kini sudah duduk di pinggir brankar yang Rendra duduki.

Menjadi orang yang tidak banyak protes Rendra hanya membiarkan, toh mungkin biar obrolan mereka lebih enak jika tidak terlalu berjauhan.

"Iya."

"Sakit ya?" Rendra menggelengkan kepalanya, bohong saja jika tidak sakit. Sebelum Adis datang, Rendra tidak kuat menahan sakitnya bahkan untuk mengadukan kepada Rezka ataupun Neira saja Rendra enggan.

Rendra bisa menghela nafas lega saat kedua orang tua nya itu memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu diapartemen sekalian untuk mengecek Rezka dan meninggalkannya sendirian. Tetapi alam semesta tidak mengizinkannya untuk tenang, dengan cara mengirimkan Adis ke ruangannya.

"Kamu harus lebih hati-hati loh, jangan terus ngebahayain diri sendiri, Ren," kata Adis bertutur dengan suara yang tenang.

Rendra paham, bahwa Adis memang masih Adis yang selama ini ia kenal. Hanya saja situasinya sudah berbeda, untuk kembali bersama adalah hal yang tidak memungkinkan.

My Youth | Sequel Narendra vers IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang