𝕠𝕟𝕖 𝕥𝕠 𝕠𝕟𝕖 𝕨𝕒𝕪
Apa itu perspektif hidup?
Aku sering bertanya-tanya tentangnya.
"Siapa disini yang cita-citanya menjadi guru?"
Beberapa penghuni kelas berisi anak-anak kecil itu mengangkat tangan dengan jari telunjuk mungilnya.
"Siapa disini yang cita-citanya menjadi dokter?"
Sang guru berkata dengan penuh semangat, kali ini lebih banyak jari telunjuk yang terangkat keudara daripada sebelumnya.
Sedangkan diriku versi kecil itu sama sekali tidak mengangkat tangan.
Didalam benakku, guru-guru itu selalu seperti itu. mereka akan selalu menanyakan hal-hal tersebut pada anak-anak seperti kami. hal-hal bersifat dreamy.
Kapan mereka akan bertanya,
"Siapa disini yang tidak mempunyai cita-cita?"
"Siapa disini yang hendak akan terjun dan mati?"
"Siapa disini yang tidak mempunyai tujuan untuk hidup?"
"Siapa disini yang merasa bahwa dirinya tak pantas hidup?"
Itu tidak mungkin.
Aku versi kecil akan selalu diam didepan mereka, tidak bicara, juga tidak bergerak.
Bagiku, hidup ini bukan apa-apa kecuali angin lalu.
Apakah normal bagi anak kecil seperti ku berpikiran seperti itu?
Aku pikir itu hal lumrah.
Kegelapan dan rasa sakit adalah bagian dalam hidup itu sendiri.
Mengapa mereka tidak mengajarkan hal itu kepada kami?
Rasanya tidak adil, karena hanya aku yang tau persis apa itu.
Diantara mereka yang tersenyum cerah tanpa beban, hanya tersisa aku yang berwajah murung mempertanyakan semua itu.
Suatu hari, dimasa dimana aku tumbuh lebih dewasa, aku menghampiri teman sekelasku yang bernama Hueningkai. dia adalah seorang anak pindahan yang super pintar, sebagai bentuk basa-basi, aku bertanya.
"Apa mata pelajaran favoritmu?"
Hueningkai dengan senyum ramahnya membalas, "aku menyukai Hukum dan Bahasa."
Aku hanya mengangguk kecil, kemudian menanggapinya lagi, "kamu adalah siswa yang sangat pandai dikelas, kamu pasti berjuang keras untuk menggapai cita-citamu, itu sebabnya kamu belajar begitu giat hingga sepintar ini. Bukankah begitu?" Aku kemudian terkekeh palsu. "Jika boleh tau, apa karir yang ingin kamu tempuh?"
Setelah aku mengajukan pertanyaan tersebut, aku hanya mendapatkan kesunyian yang kosong dari Hueningkai.
Aku mengernyit, aku mengira Hueningkai mendengarku dengan jelas. ketika mataku bergulir untuk melihat gelagat dan pandangannya, aku bisa menangkap sesuatu darinya.
Dia kebingungan.
"Apa kamu masih belum mengetahuinya?"
Tanyaku kemudian lagi.Hueningkai menggelengkan kepalanya dan tertawa canggung, "kamu benar. aku sebenarnya tidak mempunyai gambaran tentang masa depanku."
Tidak?
Setelah mendengar jawaban yang menurutku membingungkanku juga, aku kemudian membalas. "Lalu untuk apa kamu berjuang sekeras itu? belajar tanpa henti dan mengejar angka? tanpa memiliki gambaran tujuanmu dimasa depan? semua yang kamu lakukan saat ini sama sekali tidak berguna dan tidak ada nilai dan arti."
Setelah aku menyuarakan pendapatku, aku kembali mendapatkan kesunyian dari Hueningkai.
Waktu kemudian berlalu dengan sangat cepat, berlangsung selama bertahun-tahun, aku tidak memiliki arti apapun sebagai makna hari-hari yang telah aku lalui tanpa perasaan tersebut, meski begitu aku tidak begitu memikirkannya. biarkan waktu berlalu.
Hingga kini aku sudah menjadi pria dewasa.
Namun seperti yang kita tahu, meski kita terkadang menjalani kehidupan dengan datar, kehidupan ini tidak akan pernah luput dari kejutan.
Aku lulus sekolah dengan dicap sebagai kriminal. gagal memasuki perguruan tinggi, dan gagal mendapatkan pekerjaan.
Dimasa lalu, aku tidak akan pernah berekspektasi bahwa aku akan menjadi penjahat dimana semua orang didunia tempat aku hidup.
Disitulah, diriku dimasa depan benar-benar terkejut.
Bagaimana bisa?
Aku membunuh kedua orang yang dianggap sangat berperan penting dalam kehidupanku. orang-orang akan selalu mengira seperti itu.
Dimasa lalu, aku hanya selalu berekspektasi, aku hanya akan hidup dengan datar, bersekolah normal, masuk perguruan tinggi, mendapatkan pekerjaan, hidup pas-pasan, tanpa tujuan, tanpa cinta, dan kemudian mati.
Dan seperti yang kita tahu lagi, tentu saja kehidupan tak akan semulus seperti yang kita angan-angan dimasa kecil kita.
Namun sekarang, aku hidup dibawah rasa malu yang akan menghantui diriku sendiri seumur hidup. rasa bersalah akan semuanya, rasa kebencian akan diri sendiri dan dunia, tetapi didalam tumpukan penyiksaan tersebut, selamanya aku tidak akan bisa melarikan diri ataupun bahkan bunuh diri.
Itu adalah definisi penyiksaan yang sebenarnya.
Nyatanya lagi, aku hidup dibawah naungan kegelapan yang tak akan pernah ada habisnya. berada dibawah kejaran orang-orang bersenjata, dibawah cemoohan, dibawah kendali takdir.
Dikendalikan oleh takdir yang begitu kejam, ketidak adilan yang aku terima oleh dunia yang tidak pernah menerimaku.
Dunia ini telah meninggalkanku.
Hidup menjadi orang lain tanpa memiliki kehendak bebas.
Aku menghapus nama asliku dan menjadi orang baru, menghapus jejak masa lalu, berpura-pura tidak tau apapun tentang dosa yang aku perbuat.
Semua kuasa hidupku telah sepenuhnya menjadi milik orang lain, seseorang yang satu-satunya memiliki hak penuh atas diriku sendiri. seorang iblis yang tak sengaja aku temui ketika aku melarikan diri dari manusia-manusia bersenjata yang hendak menghukumku atas dosa yang aku perbuat.
Iblis itu memberiku kehidupan dan jiwa yang baru.
Dan didunia yang sama seperti masa laluku.
Dan kini aku hidup sebagai seorang pria dengan wajah yang menurutku konyol, bernama Choi Beomgyu.
Tanpa riwayat masa lalu yang istimewa, aku mencoba hidup lebih normal.
Namun kejutan kembali padaku.
Kehidupan yang tidak pernah membuat aku merasakan kedamaian barang sedetik pun, kembali membuatku terhantam.
Disebuah jembatan gelap nan dingin kala itu.
Aku bertemu Choi Bam-giyu.
Diriku sendiri dimasa lalu.
Choi Bam-giyu berdiri dengan tubuh remajanya.
Menatapku dengan wajahnya yang bulat penuh keheranan.
𝕠𝕟𝕖 𝕥𝕠 𝕠𝕟𝕖 𝕨𝕒𝕪
Introduction, End.
KAMU SEDANG MEMBACA
one to one way
Fanfiction"daun beku itu telah menipu runtuhan butir salju." . . . Pria muda di depannya terlihat terdiam, dia hanya mengangguk. "Anda hanya.. terlalu mencintai diri anda sendiri. Ide dari keputusasaan yang anda miliki terlalu berharga untuk ditinggalkan." Di...