Ø₦Ɇ ₮Ø Ø₦Ɇ ₩₳Ɏ
O̵n̵e̵ t̵o̵ o̵n̵e̵ w̵a̵y̵
"Hueningkai?"
Suara Bam-giyu teredam dibawah deru sunyi. bersamaan dengan harta dingin yang dibawa salju. Bam-giyu melangkah pada jalur bersalju di bawahnya, pandangannya terus mencari bayangan yang mustahil. yang secara tidak dia sadari mengirimkan harapan, harapan itu berubah menjadi Denial yang sulit dia akui.
Tidak.
Dia sadar. itu sebabnya dia Denial.
Dia merasa sesuatu, sebuah suara, melintas melewati pikirannya. seperti sebuah panggilan kematian, jiwanya mengikuti bisikan tersebut. mengabaikan kegelapan biru dan suara menganggu dari serangga yang membumbui suasana dengan kengerian, Bam-giyu berjalan dengan raut datar.
Seolah-olah dia sudah tahu apa yang akan menyambutnya di depan.
Langkahnya berhenti pada pemberhentian jalur, menunjukkan sebuah tanah lapang yang ditutupi salju dengan tipis. tanah masih menunjukkan gelombang bebatuan dan akar yang mencuat.
Bam-giyu melirik tanah dibawahnya selama sesaat, sebelum kembali mengangkat pandangannya.
Dia dapat melihat sosok figur super familiar ikut keluar dari kegelapan di belakangnya. bagai rembulan yang redup karena matahari yang menolak tersenyum.. pengetahuan Bam-giyu akan sosok tersebut berubah lenyap bersama kesadaran yang menolak untuk memberikannya jalan keluar.
"Choi Beomgyu."
Bam-giyu memanggil. helaan nafas dia ambil dengan berat. wajah pemuda di depannya hanya di soroti oleh dunia yang secara khusus terlihat di irisnya.
"Kepercayaan itu sulit untuk diraih.."
Choi Beomgyu berujar pelan, sorotnya masih menatap rintik salju dibawahnya dengan kekosongan.
"..Tetapi, kesulitan justru ada dari kepercayaan yang telah disetujui."
Lanjutnya kemudian dengan ekspresi yang sulit di artikan. Beomgyu menaikkan pandangannya, menatap sosok lain dari dirinya dengan cahaya yang mati.
"Kamu tahu apa artinya itu.. Beomgyu?"
Bam-giyu terdiam ketika pertanyaan tiba-tiba tertuju kepadanya.
"Kepercayaan untuk dilahirkan, yang disetujui oleh dirimu sendiri." Bam-giyu menjawab, sebenarnya dia agak ragu namun semua itu segera ditepis. "Mengapa kamu menanyakan ini?"
Beomgyu meremat wajahnya sendiri frustasi, Bam-giyu merasa tidak nyaman dengan pemandangan tersebut. melihat cerminan fisik dari dirinya yang seperti itu, dia merasa batinnya memberat karena suatu kadar atas ketidakrelaan.
Sunyi membias senyap, senyap menusuk sunyi, dan dingin menembus tulang. perbedaan atas makna kesamaan yang relatif itu tidak membawa apapun kecuali sebuah kesenduan yang menyeruak pada udara.
"Memalukan melihatmu dalam keadaan seperti itu." Bam-giyu bersuara, ekspresi wajahnya datar. "Sebelumnya kamu bertingkah seolah-olah kemenangan ada ditanganmu, seakan-akan kamu memegang kendali atas dunia. lihat aku dan renungi lagi, Beomgyu." nada suaranya ganti terdengar agak frustasi. "Kamu menggunakan Hueningkai untuk membunuhku, menggunakan orang lain.. untuk membunuh diri.. kamu benar-benar pengecut. tanamkan itu baik-baik dikepalamu." Dia mendesah kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
one to one way
Fanfiction"daun beku itu telah menipu runtuhan butir salju." . . . Pria muda di depannya terlihat terdiam, dia hanya mengangguk. "Anda hanya.. terlalu mencintai diri anda sendiri. Ide dari keputusasaan yang anda miliki terlalu berharga untuk ditinggalkan." Di...