Ø₦Ɇ ₮Ø Ø₦Ɇ ₩₳Ɏ
Satu hari berlalu.
Aku memaksa untuk mencabut infus meskipun Hueningkai berusaha menghentikanku. lagi pula aku menjadi sedikit was-was sejak Hueningkai bertingkah seperti itu sebelumnya. dan hatiku menjadi berperasangka janggal kepadanya.
Tapi mungkin itu hanya perasaanku. akhir-akhir ini memang isi kepalaku sangat kacau dan tidak beres. aku hampir tidak bisa membedakan dunia nyata dan mimpi, Kematian Soobin dan Yeonjun pun masih terasa seperti gumpalan awan gelap, nuansanya buram, seperti mimpi. seolah-olah aku bisa merasakannya dengan tanganku.. rasanya dingin, berembun halus dan kosong.
Aku juga tidak bertemu dengan Choi Bam-giyu versi dunia nyata. sekarang aku berniat untuk menemuinya, aku menggantungkan seluruh keputus asaan yang aku punya kepada langkah yang sekarang aku pijak. samar-samar wajah dan figur milik Choi Bam-giyu melintas dibenakku. tanganku ingin meraih bahu sempit miliknya, seakan-akan menganggapnya sebagai tempat pelarian dari semua masalah-masalah ini.
Pada malam tidak berbintang, melewati jalan raya sepi tempat Kang Taehyun ditabrak, berlari menyusuri jalan remang yang menuju kearah Jembatan tua, langit gelap disana terlihat sangat luas. ketenangan abadi yang melingkupi seluruh dunia tempatku tinggal itu kini menjadi satu-satunya arah yang menggiringku kepada areal tebing menuju halusinasi tak kasat mata.
"Choi Bam-giyu!"
Untuk pertama kalinya aku menghela napas lega karena kini melihatnya dari kejauhan, ia hanya menggunakan kemeja biru muda dan tampak melamun menatap arus sungai deras dibawah. Sedetik kemudian ia tampak tersentak dan menoleh kearahku yang kini berdiri dekat.
"..."
Ia tidak membalas apapun dan tampak bertanya-tanya.
Aku menatapnya sesaat, dan menghela napas.
sejujurnya, aku benci mengakui sebuah emosi yang mengalir dalam dadaku, bagaimana emosi tersebut memberi respon otomatis dalam tubuh, aku membencinya setengah mati, dan aku tidak pernah jujur mengatakannya.Mungkin kali ini aku akan jujur kepadamu.
Langit gelap, saksi dari pertemuanku dengan Choi Bam-giyu dan perjalananku sebagai Choi Beomgyu.
Penonton dan pembaca setia kisah menyedihkan ini.
...sekarang aku merasa sedih.
Aku sedih, sedih sekali. rasanya mau mati.
Dan aku tidak mempunyai kunci apa yang sebenarnya membuatku sangat sedih. apa karena penyesalanku kepada Soobin dan Yeonjun? apa karena rasa bersalahku terhadap Lee Kiyung?
Aku menyesal karena terlalu fokus dengan kata-kata Soobin dibanding mempertanyakan keadaannya.
Aku menyesal karena aku telat mengatakan bahwa kebaikannya sangat berarti untukku.
Aku menyesal karena berburuk sangka kepada Yeonjun.
Jika ada kehidupan selanjutnya, aku ingin berteman dengan baik kepadanya, aku ingin menyambut kehadirannya dengan lebih nyaman.
Dan aku juga sangat sangat menyesal karena aku tidak memberi dukungan yang lebih emosional pada Lee Kiyung. justru kata-kata yang aku ucapkan padanya saat malam disebuah supermarket kecil, terkesan langsung dan membuatnya tenggelam dalam kesakitan sendirian.
Andai aku lebih ekspresif dan mendukung orang lain dengan cara bagaimana manusia-manusia umumnya memberi semangat, orang-orang disekitarku mungkin tidak akan mati, mereka mungkin tidak akan Bunuh Diri. jika saja aku tidak kekurangan energi, jika saja aku dapat mengerti tentang apa itu kepedulian, aku bisa saja berlari, meneriaki mereka semua agar tidak Bunuh Diri. Meskipun kehidupan memang sakit, hanya masalah dan kecemasan. Meskipun setiap hari aku selalu berharap agar dibunuh, Meskipun setiap saat aku berharap lautan manusia didepanku menghilang..
KAMU SEDANG MEMBACA
one to one way
Fanfiction"daun beku itu telah menipu runtuhan butir salju." . . . Pria muda di depannya terlihat terdiam, dia hanya mengangguk. "Anda hanya.. terlalu mencintai diri anda sendiri. Ide dari keputusasaan yang anda miliki terlalu berharga untuk ditinggalkan." Di...