Ø₦Ɇ ₮Ø Ø₦Ɇ ₩₳Ɏ
One to one wayBerdebu, kotor, gelap.
Itu yang pertama kali menyapaku saat baru saja masuk ke restoran.
Soobin akan marah besar saat mengetahui ini.
Benar-benar pecundang, aku butuh waktu yang lama untuk pulih, untuk kembali mengunjungi tempat ini.
Listriknya juga mati total. daging-daging tuna itu jelas sudah membusuk.
"Apa aku akan mendapatkan ramen dan reward gratis jika ikut membantu membersihkan?" Suara Hueningkai memecah lamunanku.
Aku menoleh ke arahnya. "Kamu tidak keberatan, kan?"
Hueningkai menggeleng cepat.
"Tidak. Ada banyak nilai penting yang ditinggalkan di tempat ini, meskipun hanya sebentar, aku menghargai waktuku. Soobin dan Yeonjun adalah orang yang menyenangkan." Hueningkai berkata dan berjalan mendekat ke arahku, "Kamu ingin lihat sesuatu?"
Aku terdiam sejenak ketika baru memahami ujaran pertama Hueningkai. aku lebih lama mengenal Soobin juga lebih dulu mengenal Yeonjun. tetapi pada jangka yang lebih panjang itu, aku tidak pernah sekalipun menghargainya.
Itu hari normal yang sama, yang selalu berulang setiap harinya. Bangun pagi, berangkat pergi ke restoran, membuang kantung sampah di gang, membuat ramen, makan malam dengan roti, kemudian tidur.
Masih dengan cibiran, candaan dan tawa garing milik Soobin.
Hari normal yang setengah mati aku benci itu, kini menjadi satu-satunya hal paling penting di dunia yang sangat aku rindukan.
Sebelumnya, aku tidak pernah sekalipun mengklaim sesuatu dengan title 'Penting'. Kata 'Penting' bagiku adalah sesuatu yang tabu. sesuatu sendiri bagiku merujuk pada wujud benda, bukan kebenaran akan serpihan dari kehidupan itu sendiri. mungkin karena faktor aku tidak memiliki apapun di hidupku yang bisa aku sebut penting, jika masalah Uang, itu memang sudah umum. bagiku 'Penting' juga bermakna sesuatu yang bernilai, sedangkan aku sendiri selalu menganggap semua takaran hidup dan takaran yang alam semesta berikan itu bukanlah apa-apa kecuali jalan lompatan menuju hari berikutnya.
Benar, aku terlalu fokus dengan kecemasan yang berasal dari diriku sendiri.
Rasanya menyesal pun tidak pantas.
Kesadaran ini sudah terlambat.
Hanya tersisa jaring-jaring penyesalan yang akan mengikat seluruh keputus asaan selamanya.
"Lihat apa?"
Hueningkai mengambil sesuatu dari balik saku Jas, ia mengernyit ketika sesuatu yang ingin ia ambil itu belum menyentuh sentuhannya. Ia melepas Jas hitamnya. Lama mengamati itu, mataku berkilat ketika mengingat sesuatu.
"Ah, ngomong-ngomong, aku belum mengembalikan Jas milikmu. yang kamu berikan padaku di hari keadaan Kang Taehyun memburuk." Ucapku kemudian.
Hueningkai tampak tidak mendengarkannya, dan menarik sesuatu dari dalam Jasnya.
"Dapat."
Aku berkedip, tampaknya seperti polaroid ukuran sedang.
Ia memberikannya kepadaku.
Masih bingung, aku mengambil polaroid itu dari tangannya.
Ini foto. dengan dua orang yang sangat familiar, orang yang selamanya akan ikut mengabur bersama dengan memoriku yang mulai berantakan. Soobin dan Yeonjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
one to one way
Fanfiction"daun beku itu telah menipu runtuhan butir salju." . . . Pria muda di depannya terlihat terdiam, dia hanya mengangguk. "Anda hanya.. terlalu mencintai diri anda sendiri. Ide dari keputusasaan yang anda miliki terlalu berharga untuk ditinggalkan." Di...