𝓪𝓷𝓭 𝓲 𝔀𝓪𝓷𝓷𝓪 𝓯𝓮𝓮𝓵 𝓲𝓽..
"Coba bayangkan seorang penulis menulis cerita dengan hati yang kosong..."
"..Itu bukanlah apa-apa kecuali menghasilkan sebuah penyiksaan."
Ketika dirinya harus kembali terpojok pada lingkup yang membuatnya merasa dikucilkan, picuan cemas yang makmur di dalam kepalanya selalu menggiringnya pada udara kosong. kekosongan terhadap siklus harian yang hambar, bersama keteduhan di dalam sorot gelapnya, makna dan pengertian dari keinginan yang selalu dia iming..
..Sungguh, adakah serpihan kasih dari hangat dunia yang bisa dia tukar dengan hembusan nafasnya sendiri?
"Beomgyu!"
Beomgyu terperanjat kaget, lama melirik sepasang sepatu kotor miliknya dengan kekosongan. dia tidak menyadari bahwa genggaman ringannya mendorong pada gagang pintu.
Gagang pintu.. ruangan 204.
Dia mendongak, menatap bagaimana pemuda lain di atas bangsal rumah sakit menyambutnya dengan ceria.
Nada suara yang sungguh kontras.. dengan lingkup gelap dari orang-orang yang berada di hidupnya.
"Kemari, mendekatlah! Kamu sudah lima hari tidak mengunjungiku disini." Pemuda kurus di atas bangsal mengklaim, dengan sedikit kerutan di keningnya. pemuda itu mengembangkan senyum lebar pada Beomgyu, memberinya sambutan sebahagia mungkin.
Beomgyu terdiam, sambutan itu sebenarnya.. sudah biasa. namun, dia tidak pernah bisa terbiasa dengan gestur hangat tersebut. Dia mencoba mempertahankan ekspresi datarnya, tapi ada sedikit rona merah di pipinya. dia agak malu dengan dirinya sendiri.
"Lima hari.." Beomgyu bergumam. waktu yang cukup lama baginya untuk pulih dari sakit dan memar dari penindasan yang dia dapat.
Beberapa bagian tubuhnya masih kaku untuk digerakkan. sakit dari tengkuk dan tangannya masih membekas.
Beomgyu kemudian menghela nafas.
Dia berjalan maju, menutup pintu di belakang, perlahan kepalanya menoleh ke arah pemuda di atas bangsal dengan infus.
Kedua sudut bibirnya naik, Mengukir senyuman munafik.
"Maafkan aku, Taehyun."
Beomgyu tersenyum tipis.
"Pasti banyak sekali cerita yang ingin kamu utarakan." Dia melanjutkan, berdiri di dekat jendela kaca. melirik sekilas bagaimana senja menembus dengan lembut, merebut pesona dan keteduhan di dalam 204.
Tatapannya beralih pada Kang Taehyun lagi. pandangannya melembut dengan binar kosong.
"Bicaralah, aku mendengarkan."
Mengesampingkan semua rasa asing yang mungkin semua masalah sebabkan, kesedihan, sesak dan kecemasan. Sekalipun kembali merusak skeptisisme, tanda tanya, pernyataan, perspektif adalah keterhubungan dan bagian dalam hidup.
Tidak, Hidup itu sulit.
Bukan hanya dari itu saja.
Orang mungkin tidak paham, tetapi seharusnya manusia sudah tahu.
Ketika langkahnya kembali membawanya pada 204, dia tidak berhenti merenungi banyak kemungkinan yang terjadi. Taehyun dan ruangan ini adalah satu-satunya kejelasan dari daftar kebingungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
one to one way
Fanfiction"daun beku itu telah menipu runtuhan butir salju." . . . Pria muda di depannya terlihat terdiam, dia hanya mengangguk. "Anda hanya.. terlalu mencintai diri anda sendiri. Ide dari keputusasaan yang anda miliki terlalu berharga untuk ditinggalkan." Di...