19. MABUK

1.1K 61 0
                                        

Eros memandangi foto itu dengan perasaan hampa. Senyum cerah itu telah hilang. Sang kakek Joseph William adalah orang yang sangat baik, William selalu memanjakan dan menyayangi sang cucu. Tetapi kematian yang mendadak dan tiba-tiba karena serangan jantung membuat lelaki itu terkejut. Joseph sering berpura-pura mati untuk menarik simpati Eros. Hal ini dia lakukan bukan tanpa alasan Joseph ingin sang cucu segera pulang dan mengunjungi rumah utama.

Rumah utama dikelilingi perkebunan anggur yang luasnya ratusan hektar. Joseph yang mengurus dan mengelola perkebunan anggur. Mereka juga memiliki perusahaan Wine yang sudah berdiri selama puluhan tahun, menjadikan perusahaan mereka terbesar di negaranya.

Saat masa panen tiba mereka akan membuat minuman anggur yang sangat enak. Dan Eros sangat menyukai minuman anggur buatan sang kakek.

Eros tersenyum kala mengingat sang kakek yang selalu menghabiskan sepanjang hidupnya di kebun anggur daripada di rumah.

Dia ingin kembali ke masa itu. Masa dimana kakek dan ibunya masih ada. Masa itu adalah masa terindah di sepanjang hidupnya.

Seseorang menepuk pundaknya ringan membuyarkan lamunannya. Eros menoleh, melemparkan tatapan tajam.

Aldrick sang ayah mendekat dan berbicara dengan suara rendah. "Setelah pemakaman selesai kembalilah ke rumah utama. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan kepadamu. "

Dengusan dingin keluar dari hidungnya, dia berbicara dengan acuh tak acuh. "Berbicara saja disini. "

Adrick menghela nafas. Anak laki-lakinya ini selalu keras kepala dan sulit di atur. "Berhentilah bersikap seperti itu Eros. Aku tidak ingin bertengkar denganmu di pemakaman ayah. "

Adrick tahu jika anak semata wayangnya ini sangat membencinya bahkan dia selalu menghindar ketika bertemu dengannya tetapi sekarang itu tidak penting sama sekali. Sang nenek Grace menunggu kedatangan sang cucu yang tidak kunjung datang.

Melihat gelagat anaknya yang acuh tak acuh dan tidak berminat sama sekali dengan perkataannya, Adrick menarik nafas dan menghembuskannya. "Ibu mencarimu, apa kau harus menunggu dia mati dulu baru kau mengunjunginya. Aku harap kau mempertimbangkannya demi alasan yang satu ini. "

Adrick menepuk pundaknya sekali lagi dan berlalu pergi.

Eros memandangi punggung ayahnya dengan tatapan kosong. Setelah punggung ayahnya menghilang sepenuhnya dia memandangi foto itu sekali lagi dan berbalik pergi.

Ya, dia telah memutuskan untuk mengunjungi Grace setelah pemakaman selesai. Dia tidak ingin menyesal dan kehilangan lagi seperti saat ini.

Pemakaman berlangsung sakral dan dramatis. Eros duduk di atas gundukan tanah, menyiram setengah anggur merah di atas gundukan tanah dan meminum sisanya. "Kau tahu. " Lelaki itu berbicara dengan lirih. "Hari ini adalah hari ulang tahunku tetapi apa yang aku dapat adalah kesialan. "Dia meminum botol anggur lain dan menghabiskannya. Jas hitam yang dia kenakan kini terlihat kusut dan berantakan. Agatha masih terdiam dan mendengarnya dengan sabar. Eros melanjutkan. "Ibuku dan kakekku meninggal di hari ulang tahunku. "Lelaki itu tersenyum miris seolah tubuhnya dicabik-cabik dan dipotong-potong ribuan bagian. "Maka dari itu aku sangat membenci tanggal 6 bulan ini, bagiku hari itu seperti mimpi buruk yang tak berujung. "

Lelaki itu hendak membuka botol yang lain dan meminumnya hingga habis tetapi Agatha menahan pergelangan tangannya. "Agatha aku mohon jangan halangi aku minum karena hanya dengan cara ini aku bisa melupakannya sebentar. "Eros menarik paksa pergelangan tangannya. Tetapi Agatha menarik botol itu dan meminumnya. "Kau gila, jangan minum bodoh. "

Tetapi Agatha mengabaikan dan menenggak anggur seperti menenggak air minum hingga tandas. "Bodoh! Mengapa kau menghabiskannya?"Lelaki itu menegurnya tetapi yang terdengar di telinganya hanya gumaman samar.

Rasa manis anggur memenuhi mulutnya, wajah Agatha memerah, tiba-tiba kepalanya pusing tetapi pusing ini bukan pusing karena sakit tetapi pusing yang menyenangkan. "Kau mabuk. "

"Eros. "

"mmm. "Lelaki itu menjawabnya.

Agatha meraih wajahnya dan menatap mata hitam itu lekat. "Berhenti menyalahkan dirimu. Kau berhak bahagia, potong tali yang membelenggu di seluruh tubuhmu dan melangkahlah dengan bangga. "

Agatha terdiam sejenak dan melanjutkan,

"Jika kamu terus seperti ini mereka tidak akan pergi dengan tenang. Mereka ingin kau bahagia Eros karena dengan begitu mereka bisa pergi tanpa penyesalan. "

Agatha berdiri sempoyongan, tubuhnya terhuyung ke depan dan ke belakang. Sang gadis mengulurkan tangan dan tersenyum. "Sekarang mari kita pergi dan buat lembaran baru. "

Eros memandangi tangan mungil itu sekilas. Hatinya yang membeku. Mencair. Perkataan sederhana gadis ini entah mengapa menenangkannya. Kesedihan di hatinya perlahan-lahan menghilang berganti dengan perasaan hangat yang aneh.

Lelaki itu menerima uluran tangan itu dan berdiri di hadapan sang gadis. Dia menangkup wajah dan mencium bibir mungil sang gadis. Agatha tidak menolak ciuman itu, Eros dengan lembut menggigit bibirnya, lidahnya diam-diam menjangkau mulutnya dan bermain liar di dalamnya.

Agatha kehabisan nafas. Rasa mual tiba-tiba menyerang. "Hentikan, aku ingin muntah. "

"Gadis bodoh! Siapa suruh kau menghabiskan semuanya. "Eros menepuk punggungnya dengan keras.

Agatha muntah hebat, tiba-tiba pandangannya kabur.

Dengan sigap Eros menangkap tubuh mungil itu dan menggendongnya. Dia bergumam. "Setelah kau mengomel dan menceramahi ku seharusnya aku meninggalkanmu. "

"Tapi karena kau sangat menggemaskan maka aku akan membawamu. "

Eros tersenyum dan pergi bersama Agatha di pelukannya. "Sungguh gadis yang merepotkan. "

Eros langsung membawa Agatha menuju rumah utama dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Hampir seluruh keluarga menunggu kehadiran Eros kecuali, Leander dan Paman Alfred yang sedang melakukan perjalanan bisnis di Spanyol.

Grace si wanita tua itu hampir menangis saat dia keluar dari kamarnya.
"Eros cucu kesayanganku. Akhirnya kau pulang sayang. "

Eros setengah berlutut memeluk tubuh rapuh wanita tua yang duduk di kursi roda dengan penuh kasih sayang. "Nenek, kenapa berkeliaran seperti ini, tubuhmu sedang tidak sehat. "

Grace memeluk tubuhnya semakin erat, matanya sayu dan sembab. Garis air mata yang baru mengering terlihat di wajahnya yang keriput. Kematian Joseph yang tiba-tiba membuat sang nenek Grace syok dan pingsan. Tetapi mendengar cucunya pulang dia langsung bangun dari tempat tidur dan menyambut kedatangan cucu kesayangannya. Dia tidak ingin sang cucu semakin sedih ketika melihat keadaannya. "Nenek baik-baik saja. Lihat! nenek masih bisa berlari meski tubuh nenek tidak muda lagi. "

"Nenek ini tidak lucu, Eros tidak ingin nenek sakit, sebaiknya nenek kembali ke dalam kamar dan beristirahat sedikit lebih lama. "Eros menggenggam tangan keriput itu dengan lembut.

"Kalau nenek pergi beristirahat pasti kau akan pergi lagi. "

"Aku tidak akan pergi nenek. Eros janji. "

"Baik, baik nenek tahu, kau ingin mengusir nenek karena ingin segera menemui gadis itu kan. "Grace tersenyum dan menepuk punggung tangannya lembut.

"Nenek! "Itu tidak lucu sama sekali. "Keluhnya.

Grace tertawa renyah, "Istirahatlah, nanti saat makan malam ajak dia makan bersama. Nenek ingin berkenalan dengan gadis cantik itu. "

Eros menganggukkan kepala dan mendorong kursi roda Grace masuk kedalam kamar utama.

"Ya, ya, ya. Aku pasti akan memperkenalkan Agatha kepada nenek. "

Sambil mendorong kursi roda. Grace sang nenek berbincang, Eros mendengarkan dan sesekali menanggapi.

Mata Evelyn yang setajam pisau tidak henti-hentinya memandangi punggung lelaki itu dengan tatapan tidak suka. Sedangkan Aldrick dari awal sampai akhir tidak berbicara dia hanya mengikuti Grace dalam diam.

Villain From HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang