16. JURANG KEMATIAN?

1K 43 0
                                    

Agatha masuk ke dalam toilet memandangi pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya yang cantik sedikit tirus, di bawah matanya ada lingkaran berwarna hitam yang mengerikan, rambutnya yang dipotong pendek sedikit panjang.

Bekas gigitan dan kecupan berwarna merah di lehernya terlihat jelas dari pantulan cermin. Agatha menggosok tanda kemerahan itu berulang kali. Tapi sialnya tanda itu tidak juga hilang.

Wajah Agatha merah padam kala ingatan itu berputar kembali. Tanpa sadar dia menyeka bibirnya yang bengkak dan sakit. Ciuman itu kasar dan tidak lembut sama sekali tetapi entah mengapa dia menikmati dan merindukannya.

Agatha menggelengkan kepala, berusaha membuang pikiran jorok itu sejauh mungkin. Namun, pikiran itu tidak juga hilang.

Melekat sempurna di kepalanya dan enggan untuk pergi.

Agatha menampar dan menenggelamkan wajahnya ke air dingin berharap tindakan konyol itu bisa mengembalikan kewarasan.

Tetapi sekali lagi semua sia-sia.

Tetesan air dingin mengalir dari wajahnya dan jatuh di seragamnya. Penampilannya persis seperti anjing liar yang kehujanan.

Agatha menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya pada wastafel marmer. Tidak ingin melihat penampilannya yang berantakan. Seolah teringat sesuatu dia merogoh saku di bajunya. Agatha menghela nafas lega kala dia menemukan plester luka di saku bajunya dan tanpa basa-basi menempelkannya.

Saat keluar dari toilet seseorang menarik pergelangan tangan dan memaksanya masuk ke dalam toilet pria. Dia menutup pintu toilet dan menekan punggungnya ke bilik pintu. Lelaki itu berbicara pelan, "Nanti kalau sudah keluar kelas, tunggu aku di bawah, kamu tahu parkiran di seberang jalan 'kan aku memarkir mobilku disana. "

Agatha menelan ludah susah payah, jantungnya berdebar kencang. Dia seperti murid yang diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan gurunya. "Ya, aku akan menunggumu disana. "

Eros melengkungkan bibir dan
mengusap rambutnya pelan seolah memberi penghargaan kepada peliharaan yang patuh. Dia membuka bilik toilet dan mempersilahkan pergi. "Sekarang masuklah ke dalam kelas. "

Agatha menganggukkan kepala dan
membalikkan badan. Tapi, tangannya di cekal dengan kuat. "Tunggu dan berbalik. "Agatha berbalik dengan patuh dan menatap Eros dengan ekspresi penasaran. "Kenapa?"

Lelaki itu menarik plester di lehernya dan tersenyum puas. "Begini lebih baik, kau sangat cantik dengan bekas kemerahan itu. "

"Tidak!"

"Kembalikan!" Agatha berjinjit dan mengangkat tangannya. "Berhenti bercanda ini tidak lucu sama sekali! " "Tangannya berusaha untuk menjangkau tangan laki-laki itu tetapi karena perbedaan tinggi yang signifikan. Tangannya hanya menyentuh udara.

Kesal. Eros meremas plester itu dan melemparkan ke dalam closet lalu menyiramnya. "Ambilah jika kamu bisa. "Iblis itu menyeringai dan meninggalkan dia begitu saja.

Agatha tidak bisa tidak terkejut lagi.

Meski dia ingin marah tetapi dia tidak bisa marah kepadanya. Tidak tahu sejak kapan lelaki itu lebih penting dari hidupnya. Meski dia telah dipermainkan sedemikan rupa dia tetap sabar dan tabah untuk menghadapinya. Karena dengan cara itulah dia bisa bertahan hidup hingga sekarang.

Agatha memutuskan tidak masuk ke dalam kelas dan menunggu pria itu di dalam mobil dengan sabar. Lebih baik di hukum daripada dipermalukan.

***

Helena duduk di depan komputer. Dia tertawa seperti orang sinting yang kehilangan kewarasannya. Sesekali dia memukul mejanya dengan kedua tangannya. Hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan yang tak terlukiskan.

Villain From HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang