Di ruangan temaran ada seorang pria yang sedang duduk di sofa sandaran tinggi. Di depannya ada seorang pria yang bertelanjang dada. Tubuhnya dipenuhi dengan darah dan luka terbuka yang mengerikan. Seseorang menekan sisi wajahnya ke lantai dingin dan keras, kedua tangan dan kaki pria itu di ikat kuat.
"Aku tanya sekali lagi, dimana kau mengedarkan narkoba selain Dragonfly? "
Lelaki dengan luka lebam dan mengerikan itu tidak menjawab dia mengatupkan giginya rapat-rapat. Hal itu semakin memancing kemarahan orang yang duduk di depannya. Lelaki itu tertawa keras, dia turun dari sofanya dan duduk di sebelahnya.
"Baiklah, sepertinya kau memang tidak ingin mengatakan. "
"Felix. " Dia mengangkat kepalanya menatap seseorang yang berdiri tidak jauh darinya.
"Sepertinya dia tetap tidak ingin membuka mulutnya. Bagaimana kalau kita memberinya sedikit hadiah. "
Lelaki itu menatap tajam Nolan, suaranya yang dingin dipenuhi dengan aura membunuh yang sangat kuat. Eros mengarahkan pisau ke wajahnya, menggosok-gosokan sisi pisau itu di pipinya.
Sisi pisau yang dingin itu turun ke leher dan dadanya, seolah-olah membelai mangsanya dengan lembut. Nolan menjauhkan wajahnya dari pisau menyeramkan nan berbahaya itu. Tubuhnya bergetar hebat, dia tiba-tiba kesulitan bernafas.
Melihat reaksi mangsanya yang menyenangkan lelaki itu tertawa. Saat ujung pisau tajam itu menyayat wajahnya dia mengerang keras. Darah segar mengalir di lehernya. Tapi itu belum cukup untuk membuka mulutnya, sepertinya Nolan ingin bermain lebih lama. Jadi Eros dengan senang hati menemaninya bermain.
.....
Orpah menyeretnya menjauh dari ruangan yang mengerikan itu lalu membawanya ke rooftop. Di atas sini dia bisa mengistirahatkan gendang telinganya yang hampir meledak karena suara-suara keras yang ada di bawah sana.
Semilir angin malam yang menyejukkan menerpa wajahnya. Rambutnya yang selembut sutra bergoyang tertiup angin. Dari atas sini pemandangan kota Melbourne terlihat tampak indah. Orpah menatap sekeliling memastikan jika tidak ada orang lain yang ada disini.
Setelah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar ucapannya. Orpah bertanya.
"Bagaimana kau bisa ada disini? "
Agatha menatap sekeliling panik. Dia tidak menyangka akan bertemu teman sekelasnya di tempat seperti ini. Apalagi ini adalah liburan musim semi sangat jarang sekali mereka saling berpapasan di satu tempat yang sama. Sebagian dari mereka memutuskan liburan ke luar kota untuk mengunjungi kerabat atau sekedar menikmati musim semi yang indah . Tapi ini situasi yang tidak tepat, bagaimana dia bisa menghadapi situasi yang rumit ini, apalagi Agatha datang bersama Eros. Guru mereka di sekolah.
"Aku datang bersama temanku, dia sedang patah hati jadi dia mengajakku minum dan bersenang-senang. Kalau kau sendiri bagaimana kamu bisa ada disini? "
"Aku bekerja disini mulai hari ini, tapi karena ini hari pertamaku bekerja jadi aku sedikit tersesat. Orpah tersenyum lalu menundukkan kepalanya.
Orpah mengangkat kepala dan melanjutkan ucapannya.
"Maaf, karena aku bertindak kurang sopan tadi. "
Agatha tersenyum dan menganggukan kepala.
"Oh, itu tidak masalah. "
"Agatha bagaimana keadaanmu. Aku mendengar ibumu...." Orpah tidak mampu melanjutkan ucapannya. Dia tidak ingin membuat Agatha terluka karena ucapannya.
Seolah mengerti apa yang dimaksud Orpah. Agatha menjawab dengan tenang.
"Ibuku.. Baik-baik saja. ""Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Tetapi bagaimana dengan dirimu. Kau pasti terkejut karena hal itu. "
Agatha memaksakan seulas senyum di bibirnya. Tentu saja dia terkejut dan tidak baik-baik saja. Tapi, ibunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Aku baik-baik saja setidaknya sampai saat ini. "
Melihat perubahan di wajah cantiknya Orpah buru-buru meminta maaf. Dia hanya ingin memastikan keadaan Agatha baik-baik saja. Tetapi sepertinya dia salah. Seharusnya dia tidak menanyakan hal menyakitkan itu. Ah! Mulutnya memang mulut sialan! Orpha meruntuki kebodohanya di dalam hati.
"Maaf karena terlalu banyak mengucapkan omong kosong. "
"Tidak masalah, sebaiknya kita kembali. "
Mereka memutuskan kembali karena tidak ada yang perlu dipertanyakan lagi. Selain itu udara di luar semakin dingin dan tidak baik untuk kesehatan.
Sesampainya di bawah beberapa orang sedang mengelilingi dua orang wanita, yang satu sedang terduduk di atas lantai. Rambut dan pakaiannya barantakan, Agatha tidak mengenal orang tersebut tetapi dia mengenal orang yang satunya. Dia adalah Helena.
Helena memakai dress hitam yang sangat seksi dan terbuka dia berdiri dihadapan gadis itu sambil bertolak pinggang. Rambut hitamnya diikat tinggi, tidak lupa riasan tebal menghiasi wajahnya.
Helena membentak marah. Urat-urat berwarna kebiruan muncul dilehernya.
"Sialan! Apa kau sengaja menumpahkan wine di pakaian baruku?!
Gadis yang terduduk di lantai merangkak ke arahnya dan menyentuh ujung sepatu berhak tingginya. Wajahnya dipenuhi air mata. Jelas dia sudah meminta maaf dan memohon beberapa kali tetapi orang yang berdiri di depannya sengaja memperumit segalanya.
"Maafkan saya, saya tidak sengaja menumpahkannya. Saya berjanji akan mengganti pakaian anda. "Gadis itu semakin terisak tetapi wanita iblis di depannya tidak menunjukkan belas kasih sedikitpun. Dia tertawa keras, meremehkan gadis itu.
"Orang miskin! Dengan uangmu yang tidak seberapa itu kau pikir kau bisa menggantinya. Ini adalah rancangan desainer ternama dan hanya ada 50 di dunia ini. Sekalipun kau membayar dengan tubuhmu itu tidak akan cukup!"
Helena meludahi gadis itu, menarik rambut dengan keras, lalu menumpahkan wine di wajahnya.
Sebagian dari mereka tertawa keras dan sebagian mengutuk Helena. Tetapi Helena tidak peduli, tatapan matanya hanya tertuju pada satu orang yaitu gadis itu.
Helena membungkukkan badannya dan mencubit dagunya, memaksa gadis itu untuk menatap matanya. Seringai jahat dan licik terbentuk dibibirnya.
"Aku akan memaafkanmu asal kau mau mencium kakiku dan menjilati lantai ini. "
Mendengar hal itu segera sorak sorakan menggema di seluruh ruangan. Mereka juga mengeluarkan ponsel, merekam kejadian yang menyedihkan tersebut.
Benar-benar hari yang sial bagaimana mungkin dia bertemu gadis menyebalkan ini disini. Orpah menyadari pandanganku terkunci pada satu orang.
"Jangan, tidak peduli dimanapun kau berada dia pasti akan merundungmu dan itu bukanlah hal baik. "
Aku menyadari ketakutan dan kekhawatiran yang Orpah rasakan tetapi harus sampai kapan dia harus diam seperti orang bodoh ketika melihat orang lain diperlakukan seperti itu. Itu sama saja dia sedang melihat cerminan dirinya sendiri.
Cerminan dirinya yang selalu terdiam ketika diperlakukan seburuk itu. Cerminan ketika dirinya tidak bisa melawan dan hanya pasrah menerima perilaku yang tidak manusiawi itu. Jika dia membiarkan hal tersebut dia sama saja seperti orang yang berkerumun disana. Mereka seolah buta dan tuli ketika melihat gadis tak berdaya itu dipermalukan dan diinjak-injak sedemikian rupa.
Tapi, Agatha tidak memiliki kekuatan untuk melawan Helena, karena bagaimanapun Helena dulu adalah teman dekatnya. Agatha mengepalkan tangannya, membiarkan ujung kukunya tertancap di telapak tangannya.
"Ini tidak bisa dibiarkan aku harus melakukan sesuatu. "
Orpah meraih pergelangan tanganku dan menggelengkan kepalanya pelan seolah mengatakan "Jangan pergi"
Aku menurunkan tangannya, tekadku sudah bulat. Aku tidak bisa membiarkan hal mengerikan ini terus berlanjut.
Sambil berjalan ke arah Helena, aku meneriaki satu nama, seolah nama itu adalah kekuatan untukku."Eros. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain From Heaven
Romantizm"Aku sudah pernah bilang, jika kau berani pergi dariku, dengan murah hati aku akan menghancurkan hidupmu. " Lelaki itu tersenyum lembut, tetapi Agatha tahu jika dibalik senyum malaikatnya yang lembut itu ada iblis mengerikan yang sedang mengintai.