35. MESIN PEMBUNUH TANPA EMOSI

970 31 2
                                    

Seluruh tubuhnya menggigil karena kenikmatan.

Lelaki itu menarik pinggangnya ke depan. Membiarkan semua miliknya terbenam seutuhnya. Tubuh kecilnya menyesuaikan gerakan lelaki itu, dia bergerak semakin cepat dan cepat. Membiarkan payudaranya berkibar karena dirinya.

Eros memeriksa reaksinya.

Rambut hitamnya yang berkilauan sedikit kusut, tubuh yang ramping tapi berisi terasa kenyal dan panas, kulitnya yang halus bagaikan sutra memerah, suara erangannya yang erotis bagaikan madu. Semua yang ada pada diri Agatha bagaikan candu yang sukar dihilangkan.

"Ha.. Ahh...."

Saat erangan semakin tinggi. Pahanya bergetar dan mengencang. Mencapai kesenangan tertinggi. Tidak lama kemudian dia juga menembakkan cairan keruh ke dalam dirinya.

Kabut pelepasan belum sepenuhnya memudar, dalam keadaan linglung lelaki itu menciumnya. Ciumannya lembut dan posesif. Bibirnya menghisap bibirku seolah-olah sedang menghisap permen manis beraroma langka yang hanya diperoleh dari dirinya.

Aku setengah membuka mataku yang berkabut dan tidak bisa menahan diri untuk membalas ciumannya. Kami saling bertukar nafas panas. Seperti sedang menggosok batang hidung. Lidah kami saling berkaitan dan tumpang tindih menyapu rasa manis yang hanya ada di dalam miliknya. Menggilingnya dengan hati-hati dengan cara yang menggoda. Kemudian dia menelusuri leherku dan mengigit leherku.

Seolah belum cukup Eros mengangkat tubuhku ke udara, tidak membiarkan miliku terlepas dari miliknya, kedua kakiku melingkar di pinggangnya, kepalaku menggantung di belakang. Aku merasa seluruh diriku terjatuh ke dalam lingkaran tanpa ujung. Mungkin dirinya sekarang telah terkena Sindrom Stockholm. Pikiran dan tubuhnya selalu mendambakan lelaki itu. Bagaikan opium, dia bahkan telah membentuk ketergantungan ekstrim padanya

Bagaimana dia bisa hidup tanpanya? Mungkin kematian lebih baik daripada hidup tanpa Eros.

"Cantik, kau sangat luar biasa tetapi ini baru permulaan. Masih ada banyak waktu sebelum fajar. Aku ingin menghabiskan setiap detik, menit, dan jam bersamamu. Jadi ingatlah semua ini di dalam kepala kecilmu. Ingatlah bagaimana kau mendesah dan mengerang karena diriku. "

Karena kau miliku, aku ingin kau selalu mengingatnya. Agatha. Kesayanganku.

Suaranya terdengar lembut dan erotis. Jelas mengandung implikasi untuk tidak membiarkan aku berbicara di dalamnya. Membuat semuanya tampak seperti pembunuh yang mengancam korbannya dengan pisau di tangannya. Yang sukses membuat aku terdiam dan kehilangan kata-kataku. Atau lebih tepatnya aku tidak berani memprovokasi. Bagaimanapun juga aku dulu lah yang menggodanya. Ternyata membangunkan singa yang sedang tidur sangat merepotkan dan berbahaya.

Berikutnya. Lelaki itu menutup bibirku dengan bibirnya. Lidahnya yang tak terkendali menjelajahi mulutku dan melilitkan lidahku dengan lidahnya. Berguling dan menghisap lidahku dengan liar, mulutku tidak bisa menutup, menyebabkan air liur menetas di sudut bibirku.

Pinggangku mulai bergoyang sembarangan. Tapi sebelum aku mendapatkan posisi yang nyaman. Kedua tangan yang di letakan pinggangku, mendorong pinggulku ke depan ke perutnya yang kencang. Eros sekali lagi menusukku dengan kejam, aku yang terengah-engah karena kesakitan mendorong dadanya ke belakang tetapi tindakan implus itu membuatnya semakin bersemangat untuk menusuknya lagi dan lagi

Agatha pikir lelaki itu akan menidurinya sampai mati. Di udara mereka bercinta dengan nikmat, sampai Agatha tidak menyadari jika air matanya mengalir lagi.

Berbeda dengan pikirannya yang ingin menghentikan perbuatan menyakitkan ini, meski Eros melakukannya dengan kasar. Tubuhnya tidak bisa menolak kenikmatan yang diberikan lelaki itu.

Ketika aku berulang kali memanggil namanya, semakin keras dorongannya semakin keras juga aku mengerang.

Dia juga tampaknya menikmati kesenangan menyerangku, membuatku menyerah dalam kendalinya. Seolah tubuh kecilku akan robek menjadi dua bagian. Keringat diam-diam mengalir di tubuhku, menyatu dengan keringat Eros yang ada di atasku, darah di seluruh tubuhku bergabung di satu area, dimana aku dan Eros saling menyatu. Miliknya masuk dan keluar dari tubuhku, menarik diri dan mesuk ke bagian terdalamku.

Bibirnya mendatangkan bencana di seluruh tubuhku. Menanamkan bekas kemerahan, meninggalkan jejak gigitan yang masih segar di leher, bahu, dan dadaku. Eros mengeluarkan erangan panjang yang membawaku pada kenikmatan tertinggi.

Aku menelan air liurku dengan susah payah. Pinggangku yang menempel di dadanya berputar gelisah. Sekali lagi api yang ada di dalam diriku kembali menyala.
Sedikit godaan memicu nafsu binatang buas yang masih ada di pelukanku. Perang kembali tak terhindarkan dan melakukan tindakan itu beberapa kali lagi. Aku bahkan tidak tahu berapa kali kami berguling-guling dan berpindah tempat. Sampai pada akhirnya aku kehilangan kesadaran karena lelah. Meski mataku terpejam samar-samar aku bisa merasakan sentuhan lembut dari telapak tangannya.

Dia dengan hati-hati membersihkan tubuhku secara menyeluruh dengan kain basah--hangat--berbahan lembut, dia juga kembali memakaikan pakaianku.
Sentuhannya yang ringan membuat mataku yang berat setengah terbuka. Aku masih ada di ruangan yang sama, selimut berbahan lembut menutupi seluruh tubuhku.

Eros meletakan kepalaku di pangkuannya, dia membelai rambutku dengan penuh kasih sayang. Belaiannya yang lembut membuatku tidak kuasa untuk memejamkan mataku lagi.

Sebelum aku memejamkan mataku yang berat, aku samar-samar mendengar seseorang berbicara dengan orang lain yang berada di ruangan yang sama denganku.

"Eros kau benar-benar gila? Dia bahkan hampir mati karena dirimu. "

"Bicaralah secara perlahan, kau akan membangunkannya. "

"Ini bukan waktu yang tepat untuk bermanja-manja. Wanita itu melarikan diri, kau harus segera mencarinya sebelum dia menuju kantor polisi. "

"Aku tau, aku akan pergi setelah memastikan dia benar-benar tertidur. "

"Oke.....tapi....." Suara itu semakin teredam. Meski gerakan bibir masih terlihat samar di matanya, serangan tuli tiba-tiba menyerangnya, membutakan pendengaran.

"....."

"....."

"Wanita? Siapa? "

"Kenapa? "

Agatha ingin membuka matanya yang berat secara paksa tetapi kelelahan lebih mendominasi tubuhnya dan akhirnya menyerah pada kegelapan tak berujung.

.....

Gadis itu berlarian tak tentu arah. Dress hitamnya terlihat kusut, riasan di wajahnya memudar tersapu air mata. Penampilannya sekarang sangatlah tidak menarik, dia tampak seperti orang gila daripada orang waras. Kakinya yang telanjang berkali-kali menginjak kerikil tajam dan bergerigi. Dia berteriak histeris, deru nafasnya yang tak beraturan menandakan jika dia dalam keadaan sulit dan membutuhkan pertolongan. Tetapi siapa yang akan menolongnya? Meski dia berlarian di tengah jalan tidak ada yang peduli padanya. Semua orang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri. Kalaupun ada itu adalah orang cabul dan beraroma alkohol yang berkeliaran di jalanan.

Helena yang malang terus berlarian, menembus kelamnya malam seorang diri. Saat nyawanya sudah berada di ujung tanduk, dia mulai menyesali masa-masa yang telah berlalu. Seandainya waktu itu dia tidak berlaku kejam padanya, seandainya dia tidak membenci dan melukainya, seandainya dia terus berteman baik dengannya. Helena yakin semua ini tidak akan pernah terjadi.

Faktanya penyesalan selalu datang disaat-saat terakhir. Rasa takut dan putus asa menembus jauh ke dalam tulang-tulangnya. Meski dalam ketakutan yang ekstrim. Yang bisa dia lakukan sekarang adalah terus berlari. Tapi, jika kakinya bisa sampai ke kantor polisi itu akan lebih baik.

Namun, terkadang keadaan tidak sesuai dengan keinginannya. Seperti saat ini, di sudut gang sempit dan kotor. Lelaki itu berdiri disana.

Mata hitamnya yang sekelam langit malam menatap tajam ke arahnya. Ekspresinya berubah ke titik dingin dan kejam, dia bagaikan mesin pembunuh tanpa emosi.

Villain From HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang