41

2.4K 147 43
                                    

Vote dan Comment jangan lupa yaa!

Selamat membaca!

***

Balet klasik menjadi tujuan liburan ke-enam insan muda yang tengah dirundung beban pendewasaan. Dalam pasang mata yang menikmati pertunjukan tari di panggung megah itu, tersemat cemas yang ia pendam dalam binar terpukau. Harusnya ia menikmati dengan tenang ketukan nada yang mendasari tarian keempat corps de ballet, yang menampilkan little swan dance dengan begitu selaras, begitu cantik dan terlatih.

Dulu ia hanya pernah mengikuti ballet solo performance di beberapa perlombaan. Sedang Deretha lah yang memang menggeluti tarian itu hingga remaja, yang beberapa kali pernah menjadi pemeran utama dalam sebuah pertunjukkan besar di Jiexpo theatre Jakarta. Menjadi Giselle, sebab Deretha memang pantas berperan menjadi gadis gila.

Omong-omong tentang saat ini, Belvina, North, dan ke-empat temannya tengah berjajar menjadi penonton di bagian stalls. Royal Opera House, gedung teater megah tersebut menjadi salah satu destinasi wisata liburan yang di tuju oleh Deretha dan Jeni, selaku ketua dan wakil pelaksana liburan musim panas. Sama dengan Belvina, ke-lima orang itu terpaku pada pertunjukan balet yang begitu memukau dan indah. Meski Belvina merasakan hal lain selain kekaguman, kecemasan.

"Lo kangen balet gak, cok?" Bisikan itu keluar dari mulut Jeni yang kebetulan duduk di sisi kirinya. Sedang sisi kanan Belvina terisi oleh North.

"Kangen." Singkat Deretha menjawab. Hingga Belvina mengalihkan atensi pada Dere yang bertempat di sebelah Jeni. Jadi Jeni ialah pembatas antara Dere dan Belvina.

"Sedih gak?"
Belvina berucap sedikit melirik, lantas kembali menatap panggung. Ia tak ingin mengalihkan pandang dari pertunjukan itu. Sebagai gantinya ia memasang telinga dengan baik.

Namun bukannya menjawab, Deretha malah berdecak.
"Nanti gue jawab. Gue lagi nikmat nonton. Lu berdua bacot banget." Tentu Deretha berkata dengan bisik lirih meski sedikit nge-gas.

Jeni dan Belvina kontan berdecak sebal. Memilih menurut sebab memang benar, mereka harus menikmati pertunjukan yang tersaji.

"Kuat banget?"

Belvina menatap si pembisik yang tak lain ialah North dengan lipatan dahi. Kemudian North menjawabnya dengan dagu yang mengedik ke arah tautan tangan mereka.
"Kenapa? Mau di lepas? Gak suka pegangan tangan?"

North menampilkan senyumnya. Terlihat sekali jika pria itu menahan tawa di tengah rasa sebal Belvina karena perkataan North yang terdengar keberatan.

"Gak gitu. Tangan kamu dari tadi kuat banget genggamnya." Elusan pada punggung tangannya terasa lembut dari ibu jari yang digerakkan sang tunangan.
"Ada yang kamu pikirin?"

Belvina lupa jika North ialah manusia yang paling peka dengan tingkah dan perubahan emosi dalam dirinya. Sekecil apapun, akan terendus oleh kompas sesat satu itu.

"Moma," ucapnya masih dalam nada lirih sebab tak ingin mengganggu penonton lain dengan suara normalnya.

"She's safe. Aunt Lu bahkan ngusir kalian karena lelah. Dia suka sendiri. Tiga hari bareng tiga orang kayak kalian cukup nguras tenaganya mungkin?"

Decak Belvina terdengar.
"Kamu juga capek?"

Jujur, North mengangguk. Namun dengan cepat menimpali.
"Kalau cuma kamu aku gak capek. Beneran."

Belvina hanya mendengus. Memilih kembali menatap panggung.
"Kalau ada yang menjelma jadi aku kayak Odile yang menjelma jadi Odette, kamu bakal ketipu atau enggak?"

Damn, He's Hot!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang