🦋19: Bulan Madu

2.3K 218 22
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Setelah menghabiskan waktu hampir dua jam, pesawat mendarat dengan sempurna di tempat tujuan. Pasangan pengantin baru yang menikah dua hari lalu kini tengah berada di Bali untuk berbulan madu. Tentu bukan keinginan mereka sendiri, melainkan atas suruhan ibu mertua. Aluna yang mengatur semuanya, anak-anak dan menantunya hanya menurut saja.

Mereka tiba di vila yang akan ditempati selama beberapa hari. Ankara turun dari mobil yang mengantar mereka seraya menggendong Aisha yang tertidur. Dia menoleh pada Askara. “Abang masuk duluan,” pamitnya dibalas anggukan kepala oleh Askara.

Ankara pun melangkahkan kakinya tanpa merasa kesusahan membawa Aisha, dia malah berpikir apa saja yang Aisha makan hingga tubuhnya terasa sangat ringan.

“Terima kasih, Pak,” ujar Ankara pada seorang staf yang ditugaskan membantu mereka di vila.

Ankara menunduk untuk menatap Aisha yang di ada gendongannya bersamaan itu mata Aisha terbuka sempurna. Spontan, Aisha berteriak kaget dan langsung lompat begitu saja. “Aisha!” seru Ankara panik. Bagaimana jika Aisha jatuh? Itu pikirannya.

“Lo ngapain gendong-gendong gue?!”

“Kamu tertidur, makanya saya menggendong kamu ke kamar. Masa iya saya meninggalkan kamu begitu saja di pesawat,” jawab Ankara.

“Kenapa nggak dibangunin aja sih?” Aisha masih saja sewot.

“Saya sudah membangunkan kamu beberapa kali, tapi kamu tidak mendengar dan masih asik tidur. Kamu tidur seperti kebo,” cibir Ankara.

Aisha mendelik, tidak terima dikatai seperti itu. Dia mendekat dan memukul-mukul dada Ankara. “Dasar nyebelin! Kebo mana yang cantik kayak gue hah?!”

Ankara tergelak, menghentikan aksi Aisha. “Maaf, saya tidak bermaksud.”

Aisha memonyongkan bibirnya kesal tanpa mengindahkan ucapan maaf Ankara, dia memalingkan wajah ke arah lain dan matanya membulat melihat ranjang yang dihias sedemikian rupa. Ada handuk yang dibuat bentuk love juga bunga-bunga berserakan, Aisha bergidik geli melihatnya.

“Geli banget!” pekik Aisha membuat Ankara mengikuti pandangan Aisha. Dia terkekeh. “Kenapa lo ketawa?” tanya Aisha menoleh pada Ankara.

“Lucu,” katanya.

“Apanya yang lucu sih? Geli tau apaan coba pake dihias-hias segala, ujung-ujungnya juga bakal dipake buat tidur.”

“Bukan itu yang lucu, tapi kamu.” Sontak, Aisha terdiam mendengarnya. “Respons kamu sangat lucu, Aisha.”

Aisha menahan gugup, dia mendorong tubuh Ankara menjauh dan berlari ke kamar mandi. Aisha bersandar di pintu dan menormalkan jantungnya yang berdebar-debar. “Gue kenapa sih? Masa dibilang lucu doang langsung salting, murahan banget hati gue,” gumamnya pelan.

Kening Aisha berkerut merasakan sesuatu dari tubuhnya. Dia mengintip rok putihnya yang terdapat noda merah, seketika mata Aisha membulat. “Gue dateng bulan? Ih kenapa dadakan sih!” Aisha mencak-mencak, tidak ingat jika jadwal tamu bulanannya datang.

Begitu mengingat suatu hal, senyum Aisha mengembang. “Eh, bagus dong kalau gue datang bulan? Dia jadi nggak bisa ngapa-ngapain gue, kan? Tapi, gue nggak bawa pembalut. Gimana dong?”

Aisha diam memikirkan bagaimana dia membeli pembalut dalam kondisi seperti ini. Mau minta tolong Ankara, tapi dia ragu. “Memang cowok mau kalau disuruh beli kayak gitu? Dari muka-mukanya aja terlihat meragukan,” ujar Aisha.

Aisha berdecak kesal dan membuka pintu kamar mandi, dia menyembulkan kepalanya dari balik pintu mencari-cari Ankara. Tidak mendapati sosok yang dicari, Aisha pun berjalan keluar. Dia memilih membuka kopernya lebih dulu.

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang