🦋27: Kedatangan Fiandra

1.6K 196 29
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Lima belas menit lamanya Aisha berada di dalam kamar mandi tanpa menjawab panggilan Ankara membuat pria itu panik bukan main, takut terjadi apa-apa dengan istrinya. Mengetuk pintu kembali Ankara lakukan seraya memanggil-manggil nama Aisha. Namun, belum mendapat respons apa pun.

Ankara menghembuskan napas gusar, mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat. “Aisha, buka pintunya sekarang atau saya dobrak?”

Ancaman yang Ankara berikan rupanya berhasil, terbukti dengan pintu kamar mandi yang akhirnya terbuka disusul Aisha berjalan gontai dengan wajah lesunya. Ankara bernapas lega dan segera mendekati Aisha, memeriksa sisi tubuh istrinya memastikan Aisha baik-baik saja.

“Kamu kenapa lama sekali di dalam? Kamu tidak apa-apa, kan? Apa ada yang sakit? Kenapa wajahmu pucat sekali?” tanya Ankara khawatir.

Aisha tersenyum tipis meyakinkan Ankara bahwa dia baik-baik saja. “Ais nggak apa-apa kok Abang, tadi Ais habis berak,” jawab Aisha agak malu mengatakannya, walau kenyataan dia berbohong.

Ankara terdiam dengan wajah datar, dia menatap mata Aisha mencari letak kebohongan di sana. “Sungguh? Kamu tidak berbohong?” tanya Ankara memastikan.

“Iya Abang, Ais nggak bohong.” Aisha berpura-pura menguap dan menutup mulutnya, wajahnya dia buat seakan sudah mengantuk. “Abang, Ais udah ngantuk. Ayo bobo,” ajak Aisha menyenderkan kepalanya di dada Ankara.

Ankara mengepalkan tangannya tanpa Aisha sadari, hanya dengan menatap mata Aisha saja dia tahu Aisha telah membohongi dirinya dan Aisha sengaja melakukan itu untuk mengalihkan pembicaraan. Ankara hanya bisa pasrah dan sebisa mungkin menahan diri agar tidak kelepasan emosi, dia tidak ingin kembali bertengkar dengan Aisha seperti kemarin. Kali ini dia akan mengikuti permainan Aisha, dia akan melihat sampai mana Aisha terus menyembunyikan rahasia darinya.

“Iya, ayo tidur,” ujar Ankara merangkul pinggang Aisha.

Aisha merasa sedikit tidak nyaman, dia tersenyum canggung seraya menjauhkan tangan Ankara dari pinggangnya. “Abang keluar dari kamar sebentar, ya? Ais ada perlu sesuatu,” kata Aisha.

“Apa?”

“Abang nggak perlu tahu. Keluar dulu sebentar, ya? Nanti Ais panggil kalau udah selesai.”

Tanpa banyak berkata, Ankara langsung melenggang pergi membuat senyum di bibir Aisha pudar. Aisha menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. “Maaf Abang ...” lirih Aisha.

Aisha menyeka sudut matanya yang berair lantas mengayunkan kaki masuk ke kamar. Memastikan Ankara benar-benar sudah keluar dan tidak ada di sana, Aisha berjalan menuju lemari. Dia mengambil tas selempang yang berisi obat-obatan miliknya, mengambil beberapa butir dan menelannya dengan cepat. “Gini amat hidup gue, bergantung terus sama obat,” gerutu Aisha memasukan kembali tasnya dengan kasar.

Aisha mengambil segelas air minum di nakas dan meminumnya. Dia berjalan membuka pintu dan mendapati Ankara menunggu di sana. Aisha jadi merasa bersalah karenanya.

“Abang,” panggil Aisha membuat Ankara menoleh padanya dan berjalan mendekat.

“Sudah?”

Aisha menganggukkan kepala, menggandeng tangan Ankara masuk ke dalam. “Abang masih ada kerjaan enggak?”

“Tinggal sedikit, saya bisa menyelesaikannya nanti setelah menemani kamu tidur,” jawab Ankara seraya mengusap kepala Aisha dan berbaring di samping Aisha. “Aisha, bagaimana dengan tawaran tadi?”

“Tawaran apa, Abang?”

“Soal kamu yang ingin pindah jurusan, mau atau tidak?”

Mulut Aisha terkunci rapat, tatapan matanya berubah sendu seiring dia mengingat ucapan Fiandra yang terngiang-ngiang di kepalanya. Aisha sangat ingin mengiakan. Namun, dia tidak mau harus menyusahkan Ankara. Biaya yang dikeluarkan nanti tidaklah sedikit, Aisha tidak ingin Ankara terbebani karenanya.

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang