🦋43: Terlanjur Sakit Hati

1.4K 171 16
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Terhitung sudah tiga hari Aisha dirawat di rumah sakit, dia mulai merasa bosan. Terlebih makanan di sana tidak ada yang menarik sama sekali, pun kadang Aisha merasa mual meski hanya sekadar mencium aromanya saja.

Seperti sekarang ini misalnya. Ankara kesusahan membujuk Aisha untuk makan, padahal waktu sarapan sudah hampir terlewat. Belum ada satu suap makanan pun yang masuk ke mulut Aisha membuat Ankara sedikit kewalahan.

“Ais, makan dulu,” titah Ankara sambil menyodorkan sesendok bubur ke hadapan Aisha. Namun, Aisha terus menggelengkan kepala dan menutup mulutnya.

“Nggak mau, nggak enak,” tolak Aisha cepat.

“Kamu belum coba, belum tahu rasanya gimana. Satu suapan aja, ya?”

“Nggak mau!” Aisha menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, benar-benar tidak mau makan sama sekali.

Ankara memijat pelipisnya pusing, sifat Aisha yang seperti inilah yang kadang membuat dirinya harus ekstra sabar. Dia harus bisa menahan diri dan kata-kata agar tidak melukai Aisha.

“Kamu nggak mau makan?” tanya Ankara dibalas gelengan kepala oleh Aisha. “Nggak kasihan sama adek bayi di perut?”

Mendengar itu, Aisha perlahan menurunkan selimutnya dan menatap Ankara. “Kapan kamu bisa sembuh kalau buat makan aja susah? Katanya mau cepat-cepat keluar dari sini. Ingat, anak kita di perut kamu butuh nutrisi dari ibunya. Kamu nggak mau anak kita kenapa-napa, kan?”

Aisha dengan cepat menggeleng, dia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada anaknya. Sudah cukup kemarin dirinya membahayakan sang anak, sekarang tidak lagi.

“Makanya makan,” ujar Ankara masih tidak berhenti membujuk Aisha.

“Tapi mual,” sahut Aisha.

“Dicoba sedikit aja, satu suap pun nggak apa-apa asalkan ada makanan yang masuk.”

Melihat wajah Ankara yang mulai tidak bersahabat membuat nyali Aisha menciut, dengan perlahan dia menganggukkan kepala dan membuka mulutnya menerima suapan dari Ankara sembari menahan mual.

“Satu lagi.”

“Tadi katanya satu suap nggak apa-apa,” gerutu Aisha. Meskipun begitu, dia kembali menerima suapan kedua dari Ankara.

“Biar tambah sehat,” sahut Ankara. Dia menghela napas tatkala lagi-lagi Aisha menggelengkan kepala untuk disuapi. “Ya udah ini minum, obat sama vitaminnya jangan lupa.”

Aisha mengerucutkan bibirnya kesal, menerima segelas air dan obat dari tangan Ankara. “Ais udah sehat tau!”

“Syukur Alhamdulillah.” Ankara mengusap kepala Aisha penuh sayang kemudian mencium keningnya. “Syafakillah istriku.”

Aisha menahan senyumannya, setiap hari tingkah Ankara selalu berhasil membuatnya jatuh cinta. Selama dia dirawat pun, Ankara selalu menjaga dan merawatnya sepenuh hati. Benar-benar memperlakukan Aisha seperti ratu.

“Abang,” panggil Aisha dengan manja.

“Dalem,” sahut Ankara.

“Ais pengin pulang, bosan di sini terus.” Aisha tidak tahan dengan bau khas obat-obatan yang tiap hari dia hirup. Rasa-rasanya dia ingin segera kembali ke rumah dan pergi menghirup udara segar.

“Dokter belum mengizinkan kamu pulang, Ais,” ujar Ankara sambil mengusap pucuk kepala Aisha. “Kita jalan-jalan ke taman aja gimana?” tanya Ankara memberikan penawaran.

“Boleh?”

“Boleh, Sayang.”

“Ya udah mau,” jawab Aisha akhirnya. Daripada bosan hanya tiduran di ruang rawatnya, lebih baik dia mencari udara segar dengan berjalan-jalan di taman rumah sakit.

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang