🦋48: Pilihan Hatiku [Ending]

615 109 51
                                    

Baca sampai selesai, jangan ada yang di-skip!

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Ankara memandang sendu Aisha yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Aisha sempat dalam kondisi kritis setelah pendarahan yang terjadi. Namun, kondisinya telah kembali stabil, hanya menunggu Aisha siuman. Meskipun begitu Ankara tetap khawatir, sudah hampir 6 jam dia berjaga dan Aisha belum kunjung sadar.

“Bangun, Sayang. Abang mohon,” lirih Ankara menggenggam erat tangan kanan Aisha. “Anak kita sudah lahir, kamu tidak ingin melihat mereka? Ayo kita lihat mereka bersama-sama.”

Ankara memang belum menemui kedua anaknya, entahlah dia merasa belum siap melihat anak-anaknya. Ankara akan menunggu Aisha siuman, barulah mereka melihat anak mereka bersama.

Ankara hanya mendengar cerita dari Syila tentang anak perempuannya yang berada di ruangan NICU. Syila mengatakan tubuh anak perempuannya sangat kecil, ketika lahir pun tidak menangis, dan paru-parunya juga bermasalah.

Mendengarnya saja membuat Ankara sedih, apalagi melihatnya secara langsung. Ankara merasa gagal menjaga Aisha dan kedua anaknya. Namun, apa boleh buat, semua terjadi begitu saja. Anaknya lahir dengan selamat saja sudah lebih dari cukup, begitu pun dengan Aisha. Ankara harap Aisha-nya baik-baik saja dan segera sadarkan diri.

“Kamu perempuan hebat, perempuan kuat. Cepat bangun, ya, Sayang? Abang nggak bisa lihat kamu kayak gini. Jangan membuat Abang merasa bersalah karena nggak bisa menjaga kamu, maafkan Abang.” Ankara mengecup punggung tangan Aisha dengan air mata yang menetes. Tangannya membelai pipi Aisha lembut, dia tersenyum sedih melihat wajah Aisha sangat pucat.

“Kamu sudah berjanji tidak akan meninggalkan Abang, kan? Jangan buat Abang makin takut, Abang mohon bangun, ya?” Pikiran Ankara tidak bisa berpikir jernih, dia takut Aisha tidak akan kembali dalam pelukannya.

“Anak kita belum dikasih nama, loh. Waktu itu kamu pengin tahu nama anak kita, kan? Maaf, ya, Abang harus merahasiakannya dari kamu. Sekarang, Abang beritahu siapa nama anak kita.”

Sejenak Ankara menarik napas lalu membuangnya lewat mulut perlahan, Ankara menyeka air matanya yang ingin terus menetes. “Anak laki-laki kita akan Abang berni nama Arash. Arash artinya bercahaya, cerdas, dan jujur. Sedangkan anak perempuan kita, akan Abang beri nama Arabella yang artinya penuh doa dan cantik.”

Seulas senyum tipis terukir di bibirnya seraya menatap Aisha yang masih setia memejamkan kedua matanya. “Arash dan Arabella. Kamu suka nama mereka, Sayang?”

“Ais?” Ankara terkejut merasakan tangan Aisha yang digenggamnya tiba-tiba bergerak. “Ais, kamu dengar Abang?”

Pelan tapi pasti kedua mata Aisha terbuka, membuat Ankara meneteskan air matanya terharu. “Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya kamu sadar, Sayang.”

“A-Abang....”

“Abang di sini,” sahut Ankara.

Bibir Aisha menyunggingkan senyuman tipis, dia berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk matanya. Setelah penglihatannya jelas, Aisha dapat melihat kepala Ankara yang diperban. Seketika itu juga tangannya berusaha menyentuh kepala Ankara. “A-Abang kenapa?”

“Abang nggak apa-apa, Sayang. Sebentar, ya, Abang panggil dokter.” Ankara memencet tombol di dekat ranjang Aisha.

“K-kenapa?” Aisha tahu Ankara bohong, bagaimana bisa Ankara mengatakan baik-baik saja sementara dia bisa melihat dengan jelas kepala pria itu dibalut perban. “A-apa yang udah terjadi sama Abang?”

“Abang jelaskan nanti, ya? Kondisi kamu saat ini lebih penting.” Tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Ankara mengecup kening Aisha penuh sayang. “Ais, terima kasih. Terima kasih karena kamu sudah melahirkan anak-anak kita dan terima kasih karena sudah kembali. Ucapan terima kasih saja sepertinya tidak akan cukup untuk membalas pengorbanan kamu melahirkan mereka ke dunia.”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang