💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹
“AYAH!”
Suara teriakan Aisha terdengar di penjuru rumah. Wanita itu berlari riang menghampiri Fiandra yang berada di ruang tamu sembari merentangkan kedua tangannya. Hubungan ayah dan anak itu akhirnya membaik, Fiandra pun benar-benar menunjukkan perubahannya. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah Aisha berikan.
“Apa yang kamu lakukan, Nak? Kenapa berlarian seperti itu? Bagaimana kalau kamu jatuh?” Fiandra bertanya dengan panik tatkala Aisha sampai di hadapannya. Dia menyentuh perut Aisha yang sudah tampak besar, usia kehamilan Aisha kini memasuki sembilan bulan. “Lihat perut kamu, kamu lupa sedang hamil? Jangan membahayakan diri kamu sendiri dan anak kamu, Ais.”
Aisha tersenyum lebar, dia malah senang mendengar omelan Fiandra. “Iya, iya, Ais minta maaf. Peluk Ais dulu dong, Yah,” pinta Aisha manja.
Fiandra menggelengkan kepala pelan, dia menuruti permintaan Aisha dengan memeluknya erat seraya memberikan kecupan di pucuk kepala Aisha. “Lain kali lebih berhati-hati, Ais. Kamu bukan hanya membawa seorang bayi, tapi dua sekaligus.”
“Iya, Ayah.” Aisha mengangguk-angguk, mendengarkan segala nasihat Fiandra.
Fiandra meregangkan pelukan keduanya, menatap Aisha yang tersenyum menatapnya. Rasanya masih seperti mimpi Aisha bisa sedekat ini dengan ayahnya. “Kenapa lihat Ayah begitu?” tanya Fiandra.
Aisha cengengesan dan menggeleng.
“Oh, ya. Ayah bawa sesuatu buat kamu.” Fiandra menunjukkan beberapa paper bag di atas meja, Aisha seketika melongo melihatnya. “Ayah membelikan baju dan mainan untuk anak-anak kamu nanti. Ayah juga membelikan baju untuk kamu, Ayah tahu kamu pasti sudah mulai kesusahan memilih baju karena perut kamu yang semakin membesar, kan?”
Aisha mengangguk cepat. Bajunya sudah banyak yang tidak muat seiring bertambah usia kandungannya, terlebih dia mengandung bayi kembar. Ankara pun sempat membelikan banyak baju baru untuk dirinya, tidak disangka Fiandra melakukan hal yang sama.
“Ayah nggak perlu repot-repot, Abang aja kemarin baru beli. Masih banyak yang belum Ais pakai,” ujar Aisha.
“Tidak apa-apa, Ayah hanya ingin menyenangkan kamu. Sedari kecil Ayah tidak pernah membelikan kamu baju seperti ini, kan? Kamu selalu membelinya sendiri, padahal Ayah sering sekali membelikan baju ataupun barang untuk kakakmu,” sesal Fiandra.
Fiandra merasa bersalah lagi, dia mengingat betapa jahat dirinya yang pilih kasih pada kedua anaknya. Meskipun Aisha membeli sesuatu dengan memakai uangnya, namun rasanya akan berbeda jika dia yang membelikannya langsung, kan?
“Ayah, ih. Ngak usah dibahas lagi, kan, udah berlalu. Ayah sekarang udah beli baju buat Ais, udah kasih apa yang belum pernah Ais dapat dulu dari Ayah. Dan yang terpenting, Ais udah dapat kasih sayang Ayah. Itu udah lebih dari cukup, Ais bahagia banget. Makasih, ya, Ayah!” Aisha memeluk Fiandra dari samping membuat senyuman tipis terbit di bibir Fiandra.
“Harusnya Ayah yang berterima kasih. Terima kasih karena kamu sudah memberikan Ayah kesempatan untuk menjadi Ayah yang baik. Seharusnya dari dulu Ayah menyadari kesalahan Ayah dan memperbaikinya. Akan tetapi, Ayah terus denial dan membenci kamu. Maafkan, Ayah, Nak.” Fiandra menatap Aisha dengan matanya yang memerah. “Kamu menyimpan semuanya sendirian, bahkan kamu sakit pun Ayah tidak tahu,” sambung Fiandra.
Aisha memang telah memberitahu Fiandra akan penyakit yang dideritanya, sudah tidak ada alasan untuk dirinya menyembunyikan lagi. Reaksi Fiandra sangat terkejut, pria paruh baya itu menangis mendengar pengakuan Aisha. Rasa penyesalan terus hadir dalam diri Fiandra, dia sangat menyesal karena tidak peduli dengan kondisi Aisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hatiku
RomanceStory 3 Pertemuan singkat di antara keduanya menumbuhkan benih-benih cinta dalam diri Ankara. Siapa sangka jika ternyata perempuan yang ditemuinya itu adalah calon istri saudara kembarnya yang telah dipilihkan orang tuanya lewat perjodohan. Beberapa...