🦋23: Menyembunyikan

1.8K 220 117
                                    

Assalamualaikum, bestie! Masih ada yang nungguin cerita ini nggak?

Maaf ya, update-nya ngaret, semoga habis ini konsisten update lagi. Bantu vote dan komen yang banyak yuk, biar cepat tamat juga✨

Selamat membaca!

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Ankara telah bersiap untuk melakukan salat magrib berjamaah di masjid, dia melangkahkan kaki menuruni tangga mencari keberadaan Aisha. Mengedarkan pandangan ke kanan-kiri dan menemukan Aisha tengah duduk di ruang tamu sembari menonton tv. Segera saja Ankara mendekat, mengusap kepala Aisha hingga perhatian perempuan itu beralih padanya.

“Sebentar lagi azan magrib, saya mau ke masjid dan mungkin akan pulang lambat sekalian menunggu waktu isya. Kamu di rumah baik-baik, langsung ambil wudhu dan salat begitu azan terdengar. Kalau saya pulang nanti, kamu udah harus salat isya, jangan ditunda-tunda. Mengerti Ais?”

Hembusan napas panjang terdengar dari Aisha, dia hanya menganggukkan kepala dan fokus memainkan ponsel di genggamannya. Hal tersebut membuat Ankara terdiam melihat respons Aisha dan tidak lama langsung mengambil ponsel Aisha.

“Abang ih, ponsel Ais!” seru Aisha berusaha meraih ponselnya yang disembunyikan di belakang tubuh Ankara.

“Sudah saya peringatkan, jangan terlalu fokus bermain ponsel sampai lupa waktu,” ujar Ankara seraya geleng-geleng kepala.

“Enggak kok,” sanggah Aisha.

“Enggak apa?” Ankara menoleh pada Aisha dengan tatapan datar, melangkahkan kaki dan menyembunyikan ponsel Aisha di laci lalu menguncinya. Aisha membulatkan mata lantaran Ankara mengantongi kunci tersebut, otomatis dia tidak akan bisa bermain ponsel. “Ponselnya akan saya kembalikan nanti setelah saya pulang,” ujar Ankara.

Bibir Aisha mengerucut sebal, mengentak-entakkan kedua kakinya dan membelakangi Ankara dengan kedua tangannya dilipat di depan dada. Ankara menyentuh bahu Aisha dari belakang, membalikkan badan Aisha agar menghadapnya.

“Baru kemarin kamu minta maaf tidak akan mengulangi lagi, sekarang apa? Saya hanya tidak ingin kamu melalaikan waktu ibadah, Ais. Saya tidak melarang kamu bermain ponsel, sama sekali tidak, tapi kamu harus bisa mengatur waktu dan ingat batasan. Ponsel itu alat mubah, bisa menjadi sebab membawa kita ke surga atau neraka. Jadi, gunakanlah ponsel sebaik-baiknya.” Nasihat yang Ankara berikan sangat lembut, dia berkata sangat hati-hati supaya Aisha mengerti dan tidak tersinggung dengan ucapan maupun tindakannya.

Aisha menunduk, tangannya kini saling bertaut memikirkan ucapan Ankara. Dia sadar Ankara melakukan semuanya untuk kebaikan dirinya, tetapi dia malah kesal dan bertingkah kekanakan. “Maaf Abang,” lirih Aisha.

Ankara menarik bibirnya untuk tersenyum, meraih tubuh Aisha ke dalam pelukannya dan memberikan kecupan di pucuk kepalanya. “Iya saya maafkan, saya juga minta maaf kalau ada perkataan ataupun tindakan saya yang menyinggung kamu. Saya hanya menjalankan tugas sebagai seorang suami yang membimbing istrinya, yang memberikan teguran apabila istri melakukan salah. Saya ini juga masih banyak kurangnya Ais, maka dari itu ayo kita belajar bersama-sama untuk lebih dekat kepada-Nya.”

Aisha terdiam, baru kali ini dia mendengar seseorang menasihatinya dengan lembut. Tidak ada kemarahan sama sekali seperti apa yang Fiandra lakukan padanya dulu, menggunakan emosi dan kekerasan selalu dilakukan Fiandra agar Aisha menurut. Namun, bukannya menurut Aisha malah jadi pembangkang. Wajar saja karena cara Fiandra yang salah. Sebenarnya jika diberikan nasihat baik-baik, Aisha akan menurut seperti yang Ankara lakukan sekarang.

“Sudah, ya, saya berangkat dulu.” Ankara melepas pelukan keduanya, membelai kedua pipi Aisha lembut. “Kamu segera ambil wudhu, begitu azan terdengar laksanakan salat magrib. Lebih bagus lagi kalau kamu melakukan tambahan salat sunah seperti yang sudah saya ajarkan kemarin-kemarin. Baca Al-Qur'an juga sembari menunggu saya pulang, ya, daripada gabut dan bingung mau melakukan apa.”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang