🦋34: Rahasia yang Terungkap

1.8K 269 83
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Ankara berjalan menuruni tangga sembari mengedarkan pandangan mencari Aisha. Pria itu melangkah ke dapur tatkala mencium aroma masakan yang diyakini Aisha tengah memasak.

Sudut bibir Ankara tertarik membentuk senyum tipis, pria itu berdiri tepat di belakang Aisha yang belum menyadari kedatangannya lantas melingkarkan tangannya di perut Aisha. Aisha nyaris berteriak, walaupun sudah sering Ankara memeluknya tiba-tiba tetap saja dia masih terkejut.

Aisha mendengus sebal. “Kebiasaan deh,” cibir Aisha.

Ankara tertawa renyah, mengecup sekilas pipi Aisha seraya mengeratkan pelukannya. Dagunya dia tumpu di bahu kiri Aisha, menghirup aroma wangi tubuh Aisha. “Sayang, kamu lihat jam tangan Abang?” tanya Ankara sesekali memejamkan mata juga memperhatikan Aisha yang sibuk memasak.

“Jam tangan yang mana?” Aisha bertanya seperti itu lantaran jam tangan Ankara memang sangat banyak, namun yang sering dipakai beberapa saja. Katanya jam tangan yang dimiliki hadiah saat dirinya berulang tahun, walaupun Ankara tidak meminta diberikan kado.

“Yang warna hitam,” balas Ankara.

Aisha menghela napas panjang, sedikit kesal juga jenuh dengan tingkah Ankara yang mengendus-endus lehernya. “Jam tangan Abang yang warna hitam juga banyak,” sahut Aisha.

“Yang biasa Abang pakai itu loh.”

“Mana Ais tahu, coba diingat-ingat terakhir taruh di mana? Kemarin kalau nggak salah lihat ada di atas nakas samping ranjang, coba cari sana,” ujar Aisha mengomel.

“Makanya kalau naruh barang jangan sembarangan, udah dibilang juga.” Aisha mengerutkan kening tidak merasakan belitan di perutnya, perempuan itu pun membalikkan badan dan geleng-geleng kepala melihat punggung Ankara sudah menjauh.

“Orang kalau dikasih nasihat itu didengerin, main pergi gitu aja. Dasar,” gumam Aisha.

Ankara memasuki kamar mencari-cari jam tangan yang kata Aisha ada di nakas, pria itu berkacak pinggang tidak mendapati jam tangannya di sana. “Kata Ais di nakas, nggak ada,” gumam Ankara.

Berniat akan menanyakan lagi pada Aisha namun urung lantaran mengingat jika Aisha bisa saja mengomelinya lebih parah. Ankara mengacak rambutnya frustrasi, memilih mencari sendiri jam tangannya di laci. “Kok nggak ada sih? Saya taruh di mana kemarin?” tanya Ankara pada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat.

Ankara membuka lemari pakaian dan mencarinya di sana, menggeledah dengan hati-hati takut tumpukan baju yang sudah rapi jadi berantakan. Dia mengucap syukur begitu mendapati barang yang dicarinya. “Alhamdulillah ketemu juga, tapi kok bisa di sini sih?”

Ankara mengangkat bahunya acuh, memakai jam tersebut di pergelangan tangan. Saat akan menutup pintu lemari, tatapan Ankara tidak sengaja tertuju pada sebuah kertas seperti amplop yang terselip di tumpukan baju milik Aisha. Dahi Ankara mengernyit bingung, dia mengambil itu dan membaca tulisan yang tertera di depan amplop.

“Surat dari rumah sakit?” gumam Ankara bertanya-tanya. Tanpa banyak berkata, Ankara langsung membuka amplop tersebut dan membacanya. Begitu mendapati nama Aisha tertera di sana, jantung Ankara rasanya sudah mau berhenti berdetak.

Tubuh Ankara melemas, tenaganya seolah terserap habis detik itu juga. Pria itu menyandarkan tubuhnya di lemari, menutup mulutnya terkejut. Tangannya yang masih memegang amplop gemetar, matanya berkaca-kaca menahan air mata yang siap luruh. “Jadi, ini yang kamu sembunyikan dari saya, Ais?”

Ankara menelan ludahnya susah payah, tangannya mengepal kuat menyadari kebodohannya yang tidak mengetahui penyakit sang istri. “Aisha sakit jantung? Mengapa saya begitu bodoh hingga tidak mengetahuinya?”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang