🦋09: Rencana Pernikahan

1.7K 182 20
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Akibat ancaman Asya kemarin, Fiandra pun menyuruh Aisha agar tetap tinggal di rumah. Aisha menurut, bukan karena Fiandra melainkan Bi Mimi yang membujuknya. Wanita paruh baya itu mendengar perdebatan mereka dan mencegah Aisha untuk tidak pergi. Sudah Aisha katakan kalau dia sangat menyayangi Bi Mimi, dia akan menuruti apa kata Bi Mimi daripada Fiandra.

Sekarang, Aisha sudah berada di dalam kamarnya. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan baju tidur lengan panjang bergambar hello kitty dan berbaring sembari memeluk boneka beruangnya. Di sampingnya, ada Bi Mimi yang tengah mengusap-usap rambutnya membantu Aisha agar terlelap. Kebiasaan Aisha sejak kecil, dia akan meminta Bi Mimi melakukan itu. Jika tidak, dia tidak akan bisa memejamkan mata.

“Non Aisha jangan ada niat kabur lagi, ya? Jangan tinggalin Bibi, Bibi sedih loh, Non,” celetuk Bi Mimi tiba-tiba.

Tersenyum Aisha mendengarnya, gadis itu mengubah posisi berbaringnya menghadap Bi Mimi. “Maaf, ya, Bi, Ais enggak mikirin Bibi. Kalau tadi Bibi enggak dateng, pasti Ais udah pergi ninggalin Bibi.”

“Jangan gitu lagi,” kata Bi Mimi dengan lembut.

Aisha memeluk pinggang Bi Mimi dengan erat. “Iya, Bi. Makasih banyak udah sayang sama Ais, udah rawat Ais dari kecil, Ais pasti bikin Bibi repot, ya?” tanya Aisha mendongak pada Bi Mimi.

“Jangan bilang begitu, Non. Bibi sama sekali enggak pernah merasa direpotkan, justru Bibi bahagia bisa rawat Non. Kehadiran Non di dunia ini sudah bikin Bibi merasa sangat bersyukur karena bisa merawat anak baik seperti Non Aisha.”

Bi Mimi memiliki dua orang putra, namun mereka sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat empat tahun lalu. Suaminya juga sudah meninggalkan dia saat dirinya tengah mengandung anak kedua.

Kehadiran Aisha menjadi penyembuh luka pada Bi Mimi. Sejak kelahirannya, gadis kecil itu sudah ditinggalkan oleh sang bunda. Ayahnya bahkan tidak peduli dengan dirinya membuat Bi Mimi merasa iba. Dengan kesabaran dan ketulusannya, Bi Mimi merawat Aisha, membimbing, dan menyayangi seperti anaknya sendiri sampai Aisha sebesar sekarang.

“Aisha sayang banget sama Bibi!”

Lamunan Bi Mimi buyar, wanita paruh baya itu menunduk untuk menatap Aisha. “Bibi juga sayang Non Aisha.” Bi Mimi menahan air matanya yang ingin menetes. “Non Aisha sudah minum obat?”

Mendengar itu, Aisha dengan spontan membuka pejaman matanya dan menggeleng pelan sebagai jawaban. “Enggak mau minum lagi, pahit. Ais enggak suka,” ujar Aisha dengan bibirnya yang cemberut.

“Jangan begitu, ingat kata dokter kalau Non Aisha harus rajin minum obat.”

“Percuma aja, enggak bakal bisa sembuh kok. Paling-paling cuma buat mengulur waktu aja biar Ais enggak cepet pergi,” ujar Aisha.

Setetes air mata berhasil jatuh membasahi pipi Bi Mimi. “Bibi enggak suka Non Aisha ngomong kayak gitu, Non pasti bakal sembuh kok In Syaa Allah.”

“Ais udah bilang panggil nama aja, Bibi mah gitu enggak dengerin kata Ais.” Aisha justru mengalihkan topik pembicaraan, dia tidak suka dipanggil ‘Non’ oleh Bi Mimi.

Bi Mimi menarik napas panjang, dia beranjak untuk mengambil obat di laci meja dan segelas air untuk Aisha. Melihat apa yang Bi Mimi lakukan, Aisha hanya bisa pasrah. Gadis itu bersandar pada kepala ranjang dan menatap malas beberapa butir obat yang Bi Mimi sodorkan. Musuh bebuyutan Aisha selama beberapa tahun terakhir ini.

“Anak pintar,” ujar Bi Mimi sambil mengusap pucuk kepala Aisha begitu Aisha berhasil menelan obat itu.

“Jangan telat minum obat lagi, ya? Bibi enggak mau lihat Ais sakit, kalau bukan untuk Bibi setidaknya untuk Ais sendiri. Memangnya Ais enggak mau merasakan indahnya pernikahan? Punya suami yang perhatian sama Ais, punya anak-anak yang lucu di masa depan.”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang