💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹
Aisha memandangi wajahnya di pantulan cermin sembari memikirkan percakapannya dengan Asya tadi. Perihal menemui ayahnya, sebenarnya Aisha ingin sekali bertemu dengan Fiandra. Namun, ada perasaan yang tidak bisa Aisha jelaskan mengingat pertemuan terakhir mereka. Aisha tidak tahu, apakah Fiandra masih mau bertemu dengannya atau tidak.
Menghela napas kasar, Aisha dibuat kaget tatkala Ankara memeluknya secara tiba-tiba dari belakang. “Sedang memikirkan apa, hm?”
“Enggak ada mikirin apa-apa kok,” jawab Aisha disertai senyum tipis kemudian membalikkan badan menghadap Ankara. “Abang?”
“Dalem, sayang,” sahut Ankara dengan tangannya merangkul pinggang Aisha.
Aisha tidak langsung mengatakan keinginannya, dia justru diam seraya memikirkan kalimat yang pas untuk dikatakan pada Ankara. “Ais mau izin pergi ke rumah ayah, boleh?”
Giliran Ankara yang terdiam. Tatapan matanya menatap Aisha dengan pandangan sulit diartikan. “Untuk apa?” tanyanya.
“Ketemu ayah. Boleh, kan?”
“Tidak,” balas Ankara singkat.
Aisha mengerutkan keningnya tidak mengerti mengapa Ankara tidak mengizinkan dia pergi, apalagi tatapan matanya berubah tidak suka. “Kenapa Abang?”
Helaan napas terdengar kasar, Ankara sedikit menjauhkan diri dari Aisha kemudian mengusap sebelah pipi Aisha dan menatap matanya dengan lekat. “Abang tidak ingin terjadi apa-apa dengan kamu jika bertemu ayah. Kalau memang ingin pergi, besok saja dengan Abang. Ya?”
“Oke, Ais ngerti Abang khawatir, tapi Ais enggak apa-apa kok kalau harus pergi sendiri. Abang tenang aja, ya?” Aisha tersenyum manis hingga matanya terlihat sedikit menyipit, dia berusaha membujuk Ankara.
“Bagaimana bisa Abang tenang? Pertemuan kamu dengan ayah selalu berakhir buruk, ayah selalu menyakiti kamu entah dengan perkataan ataupun tindakannya. Abang sungguh tidak ingin suuzan dengan ayah, tetapi....” Ankara bahkan tidak bisa melanjutkan ucapannya saking khawatirnya dia terjadi sesuatu pada Aisha jika sampai bertemu Fiandra. Ankara tidak ingin melihat Aisha menangis akibat perlakuan Fiandra yang keterlaluan.
“Pokoknya Abang tidak mengizinkan kamu ke sana sendirian, mengerti?”
“Tapi Abang, Ais mau ketemu sama bibi. Ais udah lama enggak ketemu bi Mimi, sekalian mau kasih tahu bibi soal kehamilan Ais. Jadi, boleh, ya? Ais janji enggak akan terjadi apa-apa. Kalau nunggu Abang kelamaan dong, Abang harus kerja terus pulangnya juga bisa sampai malam.”
Aisha benar-benar memohon pada Ankara agar diizinkan pergi membuat Ankara bingung. Di satu sisi dia ingin menemani Aisha, tetapi pagi ini dia ada meeting penting dengan salah satu klien. Di sisi lain, dia tidak akan tenang jika Aisha harus pergi seorang diri, apalagi Aisha tengah hamil muda sekarang.
“Abang,” panggil Aisha sambil menyentuh lengan Ankara. Tatapannya penuh permohonan membuat Ankara tidak tega menolaknya.
“Begini saja, Abang akan minta Buna untuk menemani kamu pergi bagaimana?”
“Enggak mau, Ais mau pergi sendiri. Lagian Buna, kan, harus ke rumah sakit,” tolak Aisha.
“Kalau begitu kakakmu?”
Aisha kembali menggeleng, Asya sudah ada keperluan siang ini untuk menemani Askara menghadiri pernikahan salah satu temannya. Jadi, tidak mungkin dia meminta Asya untuk menemaninya. Mau tidak mau Ankara harus mengizinkan Aisha pergi karena tidak ada pilihan lain. Meminta tolong Syila pun tidak bisa, Syila sedang disibukkan dengan tugas kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hatiku
RomanceStory 3 Pertemuan singkat di antara keduanya menumbuhkan benih-benih cinta dalam diri Ankara. Siapa sangka jika ternyata perempuan yang ditemuinya itu adalah calon istri saudara kembarnya yang telah dipilihkan orang tuanya lewat perjodohan. Beberapa...