🦋21: Kehidupan Baru

2.8K 266 126
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Setelah seminggu menghabiskan waktu di Bali, dua pasangan itu kembali ke rumah masing-masing. Ankara membawa Aisha ke rumah yang sudah dia siapkan. Sementara Askara membawa Asya tinggal bersama keluarganya untuk beberapa waktu sampai rumah yang dia bangun jadi.

Ankara memberhentikan mobilnya di pelataran rumah, menoleh ke samping pada Aisha yang tertidur. Diusapnya lembut pipi Aisha seraya memanggil-manggil namanya untuk membangunkan. “Aisha, sudah sampai. Ayo bangun,” bisik Ankara.

Belum ada respons, Aisha masih tidur nyenyak. Mungkin akibat perjalanan panjang mereka dari Bali yang membutuhkan waktu lumayan lama membuat Aisha lelah. Ankara tidak menyerah, membangunkan Aisha dengan penuh kelembutan. Sebenarnya bisa saja dia langsung membopong tubuh Aisha, namun dia tidak mau membuat Aisha tidak nyaman seperti kala itu. Jadilah Ankara hanya diam menunggu Aisha sampai bangun dengan sendirinya.

Selang sepuluh menit kemudian, mulai ada pergerakan dari Aisha. Perempuan itu membuka matanya perlahan dengan tangannya yang bergerak ke sana kemari sampai mengenai wajah Ankara. Aisha meringis menatap Ankara, menutup mulutnya yang menguap. “Eh, udah sampai?” tanya Aisha melirik jendela mobil.

“Sejak sepuluh menit lalu,” jawab Ankara lalu turun dari mobil dan beralih membukakan pintu untuk Aisha.

Aisha menahan salah tingkah dengan perlakuan Ankara, dia menyambut uluran tangan Ankara. “Abang tadi nunggu Ais dong? Kenapa nggak dibangunin aja tadi?” tanya Aisha seraya berjalan mengikuti Ankara yang tengah mengambil koper.

Ankara menoleh sejenak pada Aisha. “Sudah saya bangunkan, tapi kamu tidur sangat nyenyak. Mau saya gendong, nanti marah-marah kayak waktu itu. Jadi, saya tunggu saja.”

Mendengar jawaban Ankara, Aisha hanya bisa tersenyum simpul sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia berniat membantu Ankara membawa kopernya, namun ditolak dengan halus dan malah menyuruhnya berjalan lebih dulu.

Aisha memperhatikan Ankara yang memasukkan beberapa digit angka pada pintu masuk membuat dia berdecak kagum. “Password-nya tanggal pernikahan kita,” kata Ankara memberitahu, Aisha hanya mengangguk-angguk paham.

Keduanya pun memasuki rumah berlantai dua itu. “Maaf, saya hanya bisa memberikan rumah ini untuk kamu. Kalau menurut kamu terlalu kecil dan kamu tidak menyukainya, katakan saja. Saya akan membelikan yang lebih bagus,” sambung Ankara membuat Aisha menatapnya terkejut.

“Hanya? Kecil? Rumah ini udah mewah tau, udah lebih dari cukup! Nggak usah merendah untuk digampar deh,” cibir Aisha.

Ankara terkekeh, mengusap pucuk kepala Aisha penuh sayang. “Alhamdulillah kalau kamu menyukainya,” ujar Ankara.

“He’em, lagian buat apa rumah besar-besar orang kita juga cuma berdua. Capek yang ada nanti, udah tahu Ais nggak bisa bersih-bersih rumah.”

“Iya, tenang saja. Nanti ada ART, tapi hanya bisa membantu kamu sampai sore saja tidak apa-apa? Selebihnya nanti saya yang akan membantu kamu, malamnya biar saya yang memasak. Kalau saya ada kerjaan dan tidak bisa pulang cepat, saya belikan makanan lewat online. Bagaimana?”

Aisha membalikkan badan menatap Ankara dengan tatapan sulit diartikan. Kalau begini terus perlakuan Ankara, tidak menutup kemungkinan Aisha akan jatuh cinta dalam waktu cepat. Memikirkan itu, membuat Aisha sedih.

Menyadari raut wajah Aisha berubah sedih, Ankara jadi panik sendiri. Takut-takut ada perkataannya yang sudah menyinggung Aisha. “Kamu kenapa, hm? Saya ada salah ngomong, ya?” tanya Ankara seraya menyentuh kedua pipi Aisha dan mengangkat dagunya agar menatap wajahnya.

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang