🦋28: Tetap di Hatimu

1.6K 184 36
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Ankara menuruni mobil dan berlari memasuki rumah dengan perasaan cemas tidak karuan. Dia telah mengetahui apa yang terjadi antara istri dan ayah mertuanya. Ankara tidak menduga Fiandra datang ke rumah dan berbuat nekat dengan menyakiti Aisha.

Sesampainya di dalam rumah, Ankara langsung mendekati Aisha yang dia lihat duduk di sofa ruang tamu bersama orang tuanya. Tindakan Ankara mengangetkan tiga orang di sana terutama Aisha yang mendapat pelukan mendadak.

“Abang,” bisik Aisha berusaha melepas pelukan Ankara dari tubuhnya. Dia merasa canggung pada kedua mertuanya sebab sudah sepuluh menit mereka berpelukan dan Ankara enggan melepaskannya.

Ankara menghela napas panjang, melepas pelukannya dengan sedikit tidak rela. Dia menyentuh kedua pipi Aisha kemudian mendaratkan kecupan di kening Aisha membuat wanita itu melebarkan mata.

“Ehem!”

Aluna menyenggol lengan Althair sebab pria itu berdeham cukup keras. Memperingati lewat tatapan mata yang tajam agar tidak mengacaukan putra dan menantunya yang tengah dimabuk cinta.

Aisha tersenyum kaku, menyingkirkan tangan Ankara dari pipinya. “Abang, kenapa kok udah pulang?”

“Harusnya Abang yang tanya sama kamu, kamu nggak apa-apa?” tanya Ankara lembut, tatapannya jatuh pada pergelangan tangan Aisha yang memerah. “Astaghfirullah, merah sekali! Apa sangat sakit?”

Aisha tersenyum tipis, menyentuh bahu Ankara dan mengusapnya. “Udah enggak, udah diobati sama Buna.” Aisha menolehkan kepala pada ibu mertuanya. “Makasih, ya, Buna. Makasih juga Abi.”

“Iya, sama-sama sayang. Kamu udah nggak perlu khawatir lagi, nggak usah pikirkan ayahmu yang jahat itu. Sekarang Aisha udah punya ayah baru,” ujar Aluna menggandeng tangan Althair di sampingnya. Aisha tertawa kecil, Buna Aluna sangat lucu menurutnya.

“Ya sudah, Abi sama Buna pulang dulu, ya?”

“Loh, mau pulang?” tanya Ankara.

“Iya, kan, udah ada Abang,” sahut Aluna. Wanita itu memeluk Aisha dan mengusap punggungnya, membisikkan kalimat penenang. “Jangan sungkan untuk cerita sama Buna, apa pun itu ceritakan pada kami. Kamu udah nggak sendirian lagi, semua orang di sini sayang kamu. Ya?”

“Iya Buna, makasih banyak.”

Mata Aisha berbinar terharu, merasa beruntung bisa bertemu keluarga ini yang sangat menyayangi dirinya lebih dari ayahnya sendiri. Ah, memikirkan itu membuat Aisha tersenyum kecut. Hubungan dia dan ayahnya sangat buruk sekarang. Atau bahkan mereka sudah tidak memiliki hubungan lagi.

“Kami pamit, assalamualaikum.” Althair menyempatkan menepuk pucuk kepala Aisha sebanyak tiga kali seraya tersenyum hangat membuat Aisha ikut tersenyum meski canggung. “Jangan sedih lagi, anggap Abi sebagai ayahmu mulai sekarang.”

“I-iya Abi, makasih,” cicit Aisha.

Mereka berdua mengantar Abi dan Buna hingga tidak terlihat lagi mobil yang mereka kendarai. Ankara menggenggam tangan Aisha menggandengnya masuk ke rumah, mendudukkan diri mereka di sofa.

“Maaf, kalau gara-gara Abang ayah jadi marah ke kamu. Maaf, Abang nggak ada di samping kamu tadi.”

“Bukan salah Abang kok, Ais aja kaget tadi tiba-tiba ayah datang dan marah ke Ais,” ujar Aisha menatap tangannya yang mungil tengah digenggam oleh jari jemari besar milik Ankara. “Abang, Ais ini bikin orang susah, ya? Kehadiran Ais ini nggak pernah diharapkan.”

“Iya, susah dilupakan,” ujar Ankara seraya terkekeh. “Kamu ingat tidak, Abang pernah bilang kalau kamu adalah anugerah? Kehadiran kamu anugerah terindah dalam hidup Abang. Abang nggak suka kamu bilang kayak gitu, kamu nggak pernah menyusahkan Abang. Abang bahagia dan sangat bersyukur bisa bertemu kamu. Jangan pernah lagi bilang kalau kamu ini menyusahkan, nggak pernah diharapakan. Tidak Ais, semua itu tidak benar. Abang akan marah kalau mendengar kamu berbicara seperti itu lagi.”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang