Seorang gadis yang tengah terikat di kursi dengan mulut tersumpal kain, kini tak bisa berbuat apa-apa selain mengharap belas kasihan dari orang-orang yang ada di depannya itu.
Bukan hal baru lagi baginya ketika mendapatkan bullying dari para murid di sekolahnya, bahkan ia pernah di-bully hingga masuk rumah sakit dengan keadaan yang mengenaskan.
“Heh, cupu! Lo itu nggak pantas sekolah di sini! Pasti keberadaan lo di sini itu berkat beasiswa, bukan?!” sentak gadis berambut sepunggung berucap seraya menarik kencang rambut dari korban bullying nya kali ini.
“Hello! Ngapain ditanya lagi sih guys, udah jelas kalo dia di sini karena beasiswa. Lo liat aja penampilannya, udah tentu orang miskin!” sahut temannya melihat gadis itu dari atas sampai bawah.
“Udah miskin, dekil, goblok, cupu lagi. Gue saranin, mending lo mati aja deh, dari pada nggak ada gunanya sama sekali! Beban tau nggak lo!” tambah gadis di belakang nya menyarkas pedas.
“Pernah ngaca nggak sih, hah!? Nggak punya kaca lo?! Muka udah mirip Nenek lampir aja masih pede sekolah!” ucap menohok salah satu dari mereka disusul tawa puas hati dari yang lain.
Sementara gadis yang menjadi korban bullying itu hanya diam menunduk, ia sudah terbiasa dengan kata-kata pedas dari mulut jahanam mereka.
“Oke, kebanyakan basa-basi nggak sih? Mending kita kasih kejutan buat satu cupu ini,” lerai gadis berambut sebahu menatap teman-temannya tak lupa memberi kode.
Mereka langsung saja keluar dari dalam gudang sekolah membiarkan gadis itu menghela nafas leganya sejenak, tak berapa lama kemudian, mereka datang membawa satu ember yang sudah terisi air berwarna pekat dengan bau tak sedap di tangan mereka.
Byurrr!
Air yang awal nya berada di dalam ember tiba-tiba saja mengguyur cepat membasahi tubuh gadis malang itu, mereka tersenyum puas ketika melihat sang empu basah kuyup dengan air yang masih menetes dari tubuh korbannya.
Mereka tertawa bersama-sama dengan perasaan gembira karena berhasil membuat sang empu tak berkutik untuk melawan.
Berbeda dengan gadis yang baru saja tersiram air kotor itu, ia hampir memuntahkan isi perutnya ketika mencium bau menyengat dari tubuhnya sendiri, entah lah, sepertinya air itu diambil dari selokan di depan sana.
Baru saja ia tadi menghela nafas lega, tetapi ia malah dikejutkan dengan aksi gila mereka terhadap dirinya ini. Menurutnya ini sangatlah menjengkelkan dan membuat dirinya sangat marah, namun apalah daya, ia memang dikenal murid cupu yang tak berani melawan tindakan mereka yang dilakukan kepadanya.
“Iuhhh ... guys liat deh si cupu, huek, pengen muntah deh rasanya nyium bau busuk dia!” ucap Debi, anak dari salah satu di antara mereka bertiga, tak lupa sang empu menunjukk ekspresi jijik, dengan memperagakan gerakan ingin muntah.
“Heh, cupu! Lo belum mandi berapa tahun sih sampe bau menyengat gini!” sarkas Tesi sembari menutup hidungnya dengan wajah mengejek.
“Udah lah! Kita cabut aja, eneg lama-lama liat wajah si cupu!” lerai Lily membuat teman-temanya diam dengan tatapan kecewa.
“Ck! Masa cuma segini doang main nya sih Ly!?” decak sebal Debi diangguki Tesi yang sedang mengerucutkan bibirnya lucu.
Mereka yang melihat pun dibuat terkekeh geli kepada teman satunya ini, kecuali gadis yang tengah mereka bully tentunya, ia malah menatap jijik kepada mereka yang tengah bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALENZA [END]
Teen Fiction"Aku kira hari-hariku akan terasa bahagia setelah aku menyelesaikannya. Namun, untuk tersenyum saja rasanya sangat berat untuk ku lakukan. Air mata terus menerus menghujani pipi ku. Tangan ku enggan menghapusnya. Biarkan lah setiap tetesannya menjad...