32. Diary

25 4 3
                                    


Pagi yang mendung di SMA Negeri Harapan 2, berbondong-bondong siswa dan siswi masuk melewati gerbang sekolah menggunakan sweater tebal nan hangat. Niko, laki-laki berambut coklat gelap dengan tatapan ramah itu terlihat di sebarang sekolah. Dia hendak menyeberang, menunggu kendaraan yang lalu lalang di jalanan.

Dirasa sudah sepi, dia melangkahkan kaki di atas zebra cross, menyeberang dengan hati-hati sampai di gerbang sekolah. Suara bis di belakangnya membuat dia menoleh ke belakang, dari dalam bis keluarlah Mira beserta murid pindahan dari gedung B.

Melihat gadis berambut coklat emas itu, Niko buru-buru pergi dan mempercepat langkah kakinya.

Pukul 14:12, Niko naik ke lantai 5 menuju ruangan C-305 yang ditempati kelompok pencegah ramalan.

"Permisi," Niko membuka pintu, tapi tak ada siapa-siapa di dalam dan hanya melihat beberapa tas yang tergeletak di atas meja. "Kemana mereka?" Gumamnya.

Niko kembali menutup pintu, berjalan menuju jendela sembari menunggu mereka. Setelah 10 menit berlalu, mereka tak kunjung kembali, Niko pun menghela napas dan bergegas pergi dari sana.

"Huh ... yaudah, deh. Besok aja!" Kata Niko rada kesal. Dia berjalan menuruni tangga, saat ada di lantai 4, dia bertemu dengan Olivia yang berjalan ke arahnya sambil menghitung uang kembalian di tangannya. "Oliv!" Panggilnya.

Olivia mengangkat wajahnya, menatap Niko yang ada di ujung tangga. "Ni-Niko?"

"Apa kabar," Balas Niko dengan senyuman.

"Ba-Baik," Olivia masih canggung padanya, apalagi tiba-tiba saja Niko langsung berubah menjadi ramah. "A-Apa yang kau lakukan, Di sini?"

"Aku kira kalian ada di ruangan C-305,"

"Oh, maaf. Yang lain lagi pergi mengawasi ramalan." Olivia berjalan ke arahnya dengan rasa bimbang, dia bertanya pada Niko. "Kau? Mau ikut?"

Niko mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Kemana?"

"Ruang C-305,"

Tanpa menolak, Niko mengangguk dan pergi bersamanya ke ruangan itu. Rasa canggung memang menyelimuti keduanya, tapi Niko datang dengan sebuah harapan baru.  Keduanya masuk ke ruangan itu, gelap dan lampunya redup.

Olivia duduk di kursi, sembari mengambil tas-nya. "Mungkin Jovi, sama yang lain bentar lagi balik, jadi tunggu aja."

"Oliv, aku minta maaf soal waktu itu." Kata Niko dengan nada yang terdengar menyesal. "Maaf juga karena menud-,"

"Eh! Gak apa-apa! Kami udah maafin, kok!" Olivia memaksa tersenyum, berusaha mengarahkan situasi agar tak kembali larut dalam kesedihan. "Yang berlalu, biarkanlah berlalu, hehe.."

Niko tersenyum, lalu mengambil buku harian Kouko dari dalam tas-nya. "Kemarin ayah Kuoko memberikan ini padaku," Dia menyodorkan buku harian itu ke Olivia. "Mau baca?"

"Me-Memangnya boleh?" Tanya Olivia ragu-ragu.

"Tentu, kau sahabatnya 'kan?"

Senyuman Olivia mengembang, tampak tulus dan menerima keadaan. "Aku baca, ya?" Perlahan jemarinya menyentuh buku itu, mengambilnya dari tangan Niko.

Olivia membacanya dengan keharuan dan rasa sedih yang tercampur. Kouko, menuliskan apa yang dia rasakan selama ini, saat berteman dengannya. Olivia tergelak, dengan mata berkaca-kaca. Mau bagaimana pun Kouko menuliskan tentangnya, gadis pirang itu benar-benar blak-blakan soal ketiganya.

"Hiks.." Olivia terisak, menghapus air matanya. "20 September, kebersamaan ini membuatku paham apa arti pertemanan. Aku mengagumi Olivia, sebagai gadis tangguh dan mandiri. Dia juga menjadi pawangnya Jovian kalau dia mulai menunjukkan sisi cabulnya." Kalimat di buku harian Kouko, yang membuat Olivia tersentuh.

Mirai: REMAKE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang