Chapter 22

32 9 41
                                    

Kini pertarungan seimbang, Devon terus menebas tubuh Rayanfa. Karena terdesak, Rayanfa ingin mengeluarkan teknik suara kerasnya namun belum sempat mengeluarkan mulut Rayanfa langsung ditutup oleh Devon dan langsung membantingnya.

Rayanfa benar-benar babak belur. Sementara itu, Hendra masih berurusan dengan Reyasti. Reyasti terus mengecoh Hendra dengan kecepatannya. Meskipun sedikit kesulitan, Hendra mampu menyeimbangkan situasi.

Hendra hanya bisa mengandalkan insting karena telinganya yang terluka membuat pendengarannya sedikit terganggu.  Hendra berhasil mematahkan serangan Reyasti dengan kerisnya. Akibatnya, Reyasti jadi kehilangan konsentrasi.

Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Hendra. Hendra melakukan teknik Shadow Blade yaitu sebuah teknik yang dimana Hendra akan berubah menjadi asap hitam lalu menerjang Reyasti. Ketika Reyasti dikelilingi asap hitam, Hendra menebas Reyasti berulang kali sampai 10 tebasan.

Setelah itu Hendra muncul dibelakang Reyasti lalu membacoknya menggunakan keris. Reyasti langsung berteriak kesakitan. Darah merah segar keluar dari punggung Reyasti ketik Hendra mencabut kerisnya.

Disisi lain Devon terus menghajar Rayanfa dengan memukul wajahnya. Rayanfa tidak berdaya dan terus merintih kesakitan. Ketika Devon ingin memenggal kepala Rayanfa dengan goloknya, tiba-tiba Rayanfa menghilang begitu saja.

Begitu juga Reyasti ketika Hendra ingin menggorok lehernya, Reyasti secara tiba-tiba menghilang. Meskipun mereka berdua menghilang secara misterius, Devon tidak terlalu mempedulikannya. Ia lebih peduli dengan keselamatan Hendra.

Hendra saat itu memegang telinganya yang masih terasa sakit. Devon menyumbat telinga Hendra dengan kapas untuk menghentikan pendarahannnya. Devon mengantar Hendra kembali ke hotel.

Pukul 19.24 WIB

Hendra masih tertidur pulas karena lelah sekaligus ingin menghilangkan rasa sakit di telinganya. Diluar hotel terlihat Devon sudah menunggunya. Hendra keluar dari hotel dan bersiap untuk pergi ke stadion.

"Gimana telingamu?" Tanya Devon.

"Udah agak mendingan." Jawab Hendra.

"Alhamdulillah kalau gitu, aku udah pesan 2 tiket untuk kita masuk ke stadion. Mendingan kita berangkat sekarang." Ujar Devon.

Setelah menempuh 20 menit perjalanan akhirnya mereka sampaim. Terlihat banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang. Keadaan lalu lintas mengalami macet parah.

Ketika masuk, stadion benar-benar telah dipenuhi oleh para penonton. Dan ternyata pertandingan telah dimulai. Salah satu club berhasil mencetak gol di menit 12. Club lawan berusaha untuk memberikan serangan balasan.

Namun, setiap kali lawan ingin mencetak gol. Pasti selalu berhasil digagalkan oleh kiper. Hendra yang melihat begitu kagum dengan kiper itu.

"Kipernya hebat banget njir. Itu kalau masuk timnas bisalah itu." Ujarnya.

"Ya itulah dia. Sang kiper andalan Sekolah Spentipat. Kiper andalan kita." Sambung Devon.

"Ki-kiper andalan Sekolah Spentipat? Kiper andalan kita??" Hendra sedikit bingung.

"Ya, dia juga salah satu alumni sekolah kita. Namanya adalah.."

Aramico Melza Ariga

HEROES WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang