Kami berteman dekat sejak kecil, sangat dekat hingga dulu satu sekolah mengira kami berpacaran. Setiap saat selalu pulang sekolah bersama-sama, karena rumah kami berdekatan. Setiap malam kami selalu berbicara dengan telepon benang yang kami buat saat kecil. Hubungan kami sedekat itu sebagai teman. Aku dan dirinya tak pernah menunjukkan rasa ketertarikan satu sama lain.
Rasanya jadi geli sendiri membayangkan di antara kami ada yang memiliki rasa suka. Jadi kami berjanji untuk tidak mencampuri urusan percintaan masing-masing.
Hingga pada suatu hari, aku melihatnya kebelakang taman sekolah bersama seorang wanita. Aku tau soal itu karena dia sering bercerita padaku, ada seorang gadis yang selalu memperhatikannya, sering memberinya coklat setiap hari valentine tiba. Aku pun dengan sengaja mengikutinya dari belakang secara diam-diam.
Saat itu samar-samar aku dengar dia berkata, "maaf, aku tidak bisa menerima perasaanmu. Ada seseorang yang aku sukai."
Dia memang terkenal. Banyak gadis yang berbaris ingin menjadi pacarnya. Tapi dia selalu menolaknya.
"Dasar cowok jual mahal sekali kau ini," godaku, "‘maaf, ada seseorang yang kusukai.’"
Aku tak tahan menahan tawaku ketika menirukan caranya berbicara. Dia hanya diam menatapku.
"Ingat ya, tidak boleh ada perasaan suka di antara kita," tegasku.
"Iya aku ingat. Lagipula aku juga tidak tertarik dengan cewe jadi-jadian seperti dirimu. Tidak ada feminimnya sama sekali." Dia balik mengejekku melingkarkan kedua tangannya di leherku.
Mendekati kelulusan kami jadi semakin jarang bertemu. Kami jarang bertukar sapa. Mungkin salahku juga, aku terlalu sering bersama pacarku dan jarang menghabiskan waktu sekadar mengobrol bersamanya.
Tiba-tiba hari itu di atas atap sekolah, dia menghampiriku di jam istirahat.
Dia memberikan minuman favoritku. "Bagaimana hubunganmu dengan pacarmu itu? Baik-baik saja kan?"
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Memangnya tidak boleh seorang sahabat bertanya pada temannya soal hubungan percintaannya?"
"Aku sudah bilang kan, jangan ikut campur dalam urusan percintaan masing-masing dari kita."
Dia menghela napas dalam-dalam. "Aku peduli padamu, karena itu aku...,"
Aku melongos pergi sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Entah mengapa aku merasa kesal dengan sikapnya yang terlalu peduli dengan hubungan percintaanku.
Semenjak hari itu, dia nampak acuh. Aku jadi sering melihatnya ngobrol dengan gadis lain di sekolah. Dan entah sejak kapan dia jadi rajin berlatih baseball. Padahal dulu, dia tidak berminat bergabung di tim baseball sekolah kami.
Hubungan kami perlahan semakin terasa jauh, aku menyadarinya. Tapi aku tidak tahu harus melakukan apa. Dia pun seolah-olah tak peduli lagi dengan keberadaanku. Kupikir, tak apalah, toh ada pacarku yang bisa menemaniku.
Ketika aku berpikir begitu di hari berikutnya aku di campakkan. Memang dia tidak mengatakan apapun, tapi melihat dia jalan dengan wanita lain, aku merasa sudah di campakkan. Pacarku juga semakin jarang membalas pesanku, selalu saja alasannya "sibuk".
Aku pun inisiatif untuk mengirim pesan pada Maashi, benar sahabatku satu-satunya. Mungkin kalau dia akan bersedia menemaniku yang kesepian ini, yang baru saja di campakkan.
"Ada apa?" Dia berdiri di ambang pintu kamarku. Dengan kaos panjang dan training, rambutnya yang acak-acakan terlihat seperti buru-buru kemari.
"Kamu mengagetkanku. Muncul tiba-tiba seperti hantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi Ni Hanashitai Koto || DRABBLE
Fanfiction"Dengar, ada yang ingin ku katakan padamu..."