Akhirnya, setelah membiarkan Brama memeluknya beberapa saat, Angel menginjak kaki kanan Brama dengan kaki kanannya sehingga pelukan itu lepas dari tubuhnya dan dia maju ke depan untuk mengindari Brama. Sang pemilik kaki pun mengaduh mendapat perlakuan tersebut. Angel yang masih berdiri tak jauh dari Brama, dia tertawa mengetahui respons itu.
“Maaf, Bram. Namun, aku nggak mau membiarkamu memelukku terlalu lama,” kata Angel setelah tawanya reda.
Mendengar hal tersebut. Brama yang sudah menurunkan kaki kanannya kembali dan berdiri tegak pun tersenyum.
“Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Ngel, kamu kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang?” tanya Brama.
Deg!
Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala dan wajahnya. Jujur, dari hati yang paling dalam, dia menjauhi Brama karena Angel tak ingin kehilangan seperti yang terjadi pada Fahmi, walau pun dia tidak akan membandingkan keduanya. Angel hanya tidak mau hal itu terulang lagi. Setelah membuka mata, menghela napas dan menyisirkan rambutnya yang basah itu ke belakang dengan tangan kanan, Angel memandang depan.
“Tak apa, Bram. Kamu nggak perlu tahu,” jawab Angel.
Jawaban itu membuat Brama kembali menghampiri Angel dan dia berdiri di hadapan Angel dengan posisi menyamping, sedangkan Angel dia menoleh kepada Brama. Namun, matanya memandang ke arah lain.
Brama pun mengangkat dagu Angel dengan jari telunjuknya agar dia dapat memandang wajahnya.
“Kalau kamu nggak mau mejawab atas pertanyaanku, biar aku cari tahu sendiri, Ngel,” kata Brama masih dengan posisi yang sama.
Angel pun merespons dengan tertawa. Usai tawanya mereda, dia menyingkirkan tangan kanan Brama dari dagunya. Sang punya tangan pun tersenyum mengetahui tingkah Angel.
“Kamu nggak usah memaksaku dan harus tahu, Bram,” sanggah Angel.
Sanggahan Angel membuat Brama mendengkus kesal, mengusap wajahnya dan menyisirkan rambut yang terkena air hujan tersebut ke belakang.
“Semakin kamu menghindariku, semakin aku ingin dekat denganmu, Ngel,” jawab Brama.
“Untuk apa, Bram? Apa keuntungannya untuk kamu?” tanya Angel. Sepertinya, Brama terus menghindar jika ditanyai tentang tujuannya.
“Untuk kamu bahagia. Keuntungannya itu,” gumam Brama.
Angel pun tertawa ketika mengetahui hal itu.
“Bohong! Ada apa denganmu, Bram?” tanya Angel lagi.
“Haruskah aku menjawab lagi? Bukannya pertanyaan itu sudah aku jawab? Oke, aku ulangi. Ada kamu, Ngel.” Brama pun berkata demikian dengan menatap mata Angel. “Kamu masuk rumah, ya. Aku mau pulang juga. Jangan bunuh diri lagi.”
Angel pun tertegun dengan ucapan Brama. Dari mana dia tahu jika dirinya pernah bunuh diri, tetapi gagal?
“Dari mana kamu tahu aku sempat melakukan itu?” tanya Angel.
“Puisi yang ada di lembar belakang catatan matematikamu saat aku pinjam waktu itu, tak sengaja aku membacanya. Hidup itu keputusan kamu, Ngel. Jangan menjadi orang bodoh ketika di ujung kesendirian,” kata Brama.
“Kamu sok mengenalku, Bram! Kamu nggak tahu gimana rasanya jadi aku!” jawab Angel.
“Nggak ada manusia yang ingin merasakan kesakitan, Ngel. Maka dari itu, jangan kamu berlagak kuat menampung sendiri padahal kamu butuh orang lain,” balas Brama.
“Maksudnya, butuh kamu?” tebak Angel.
“Rasakan hatimu, Ngel. Kamu butuh siapa?” ucap Brama lalu dia beranjak pergi, naik ke motornya dan pulang.
Setelah Brama menghilang dari pandangannya, Angel berjalan dengan malas masuk rumah.
****
Sesampai di ruang tamu, dia bertemu Wanti yang sedang duduk di kursi. Melihat hal itu, Angel tidak mengubrisnya dia hanya berhenti sejenak lalu melanjutkan langkah.
“Ayo mandi! Mama temani,” kata Wanti bangkit dan mendahului Angel melangkah dengan wolkernya.
Angel pun hanya membuntuti saja. Memang, malam ini dia harus mandi karena basah kuyup. Tidak mungkin Angel tidur dengan baju yang basah.
Selesai mandi dan berganti baju, Angel merenung di kamarnya. Dia heran. Mengapa mama dan papanya, kalau habis berantem, seolah-olah tidak terjadi apa-apa? Bahkan, sekarang pun papanya tidak ada di rumah sang mama biasa saja.
Lelah dengan semuanya, Angel memutuskan untuk menghampiri meja belajar, menata buku untuk besok lalu berajak tidur. Namun, sebelum tubuhnya dia balut dengan selimut, Angel mengecek handphone dahulu. Ternyata benar, ada pesan Whatsapp dari Brama.
Brama
Jangan takut menyelesaikan masalah, ya, Ngel. Ada aku di sini.
Angel
Mohon maaf, Bram. Ada masalah apa, ya? Aku nggak ada masalah, lho.
Brama
Yaelah, Ngel. Jangan pura-pura dah, dikhawatirin juga.
Angel
Oke. Terima kasih.
Selesai mengirim chat itu kepada Brama, Angel meletakkan handphone tersebut di atas meja lalu dia benar-benar tidur.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
General Fiction"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...