Akhirnya, Angel telah sampai di rumah sore ini. Namun, dia tidak menemukan orang tuanya di sana. Usai Bu Kenanga memastikan Angel aman tiba di dalam rumah, beliau memutuskan untuk pulang.
Angel kini sudah berada di kamarnya, merebahkan badan usai melepas sepatu dan menaruh tas di kursi belajar. Badannya capek, tetapi dia juga sedikit segar karena sudah mandi di rumah sakit dan mengenakan baju pemberian Bu Kenanga.
Saat dia masih merebahkan tubuhnya, Angel menatap langit-langit kamar. Matanya menerawang jauh seraya menghembuskan napas sebab rasa kantuk mulai menyerang, mungkin karena obat dari Dokter Demian tadi. Akhirnya, mata itu pun tertutup lalu Angel terlelap.
*****
Sayup-sayup suara azan isya terdengar dan Angel pun terbangun dari tidurnya. Dia gugup, karena belum salat magrib.
“Ya Allah ketinggalan salat,” ucap Angel bergegas membuka selimut, turun dari kasur dan keluar kamar menuju toilet dengan wolkernya.
Saat Angel melewati ruang makan, dia melihat sang papa sedang makan. Namun, tidak ada tegur sapa di antara mereka. Dia pun hanya berlalu begitu saja melanjutkan langkah ke toilet. Selesai dari toilet, Angel berniat langsung ke kamar. Namun, langkahnya terhenti ketika Arka memanggil.
“Mamamu ke rumah Mbak Isari jadi agak malam, ya, pulangnya,” ucap Arka.
Angel hanya mengiakan lalu ingin melanjutkan langkahnya lagi.
“Angel, tunggu!” pinta Arka menghentikan langkah Angel kembali dan dia berbalik badan menghadap sang papa yang duduk tak jauh darinya.
“Ada apa, Pa?” tanya Angel. “Angel mau salat dahulu.”
“Oke. Salat dahulu sana! Nanti Papa ingin bicara,” jawab Arka.
Angel mengiakan lalu dia melangkah ke kamarnya. Beberapa menit kemudian, dia sudah selesai salat. Setelah itu Angel mengambil amplop dalam tasnya lantas keluar untuk menemui sang papa.
Kini Angel telah duduk berhadapan dengan Arka. Mereka disekat oleh meja di tengahnya. Sebelum beliau berbicara. Angel meletakkan amplop tersebut di atas meja dan menggesernya agar lebih dekat di depan Arka.
“Aku sudah tahu. Kenapa kamu melakukannya? Bikin malu saja!” kata Arka ketus.
“Papa, tahu dari mana?” tanya Angel.
“Bu Bira telepon Papa. Papa nggak sudi ke sekolah. Toh, urusanmu. Bukan urusan Papa!” tegas Arka menekan nada bicaranya di kalimat terakhir. Mendengar hal itu Angel berdeceh dia menatap wajah papanya sinis.
“Mau Papa apa, sih? Angel melakukan ini karena Papa!” bentak Angel.
Plak!
Arka langsung menampar pipi kanan Angel. Sang empunya pipi pun meneteskan air mata akan hal itu seraya meraba pipinya.
“Ini hukuman buat kamu karena sudah bikin malu Papa. Papa kenal semua guru di sekolahmu. Mau ditaruh mana muka Papa, hah?” tanya Arka dengan nada tinggi.
Dalam tangisannya Angel tertawa.
“Bagus, deh, kalau Papa masih punya malu.” Angel pun kembali menatap Arka sinis.
“Maksudnya?” tanya Arka bingung.
“Ya, setidaknya ingat saja, sih, Pa. Angel kira Papa selingkuh sudah menghilangkan rasa malu Papa,” ucap Angel.
Deg!
Arka tersentak dengan ucapan sang anak. Dia hanya diam lalu pergi begitu saja. Melihat tingkahnya, Angel memijat pelipis keras. Kepalanya mendadak sakit. Dia tidak tahu kapan sikap Arka yang pengecut itu akan terkikis.
Setelah mengambil amplop tersebut, Angel kembali ke kamarnya. Di dalam kamar, usai melempar amplop itu ke kasur, dia bersimpuh di lantai setelah menyingkirkan wolkernya. Angel merangkak menuju laci meja belajar untuk mengambil cutter.
Sudah menjauh dari meja belajarnya, posisi tersebut masih sama. Angel membuka cutter itu hingga tampaklah benda lancip menyebul dari dalamnya. Melihatnya Angel tertawa sarkas. Namun, dia menangis. Entahlah, kalimat apalagi yang harus Angel ungkapkan? Yang jelas, jika malam ini Angel nekat, baginya sudah tidak masalah.
“Mati memang tidak akan menyelesaikan masalah. Namun, aku harap mati bisa membuat mereka menyesal,” gumam Angel sendiri. Perlahan-lahan dia menggores pergelangan tangannya.
Darah pun mulai menetes membasahi lantai. Angel tak peduli. Dia tetap saja melakukannya sambil tertawa sinis. Namun, tiba-tiba…
Brak!
Pintu kamar Angel terbuka dan muncul-lah seseorang di baliknya. Melihat hal itu, dia memekik keras dan langsung menghampiri Angel. Ketika dia ikut bersimpuh di depannya, orang tersebut berusaha menghentikan pergerakkan tangan Angel yang ingin membunuh dirinya sendiri. Meski sangat sulit sebab Angel memberontak hebat, orang itu tetap berusaha.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Bersamamu
Художественная проза"Aku paham. Namun, kamu butuh pelukan itu. Kenapa menghidariku setelah pulang dari luar kota sampai sekarang, Ngel?" tanya Brama. Deg! Mendengar pertanyaan Brama, Angel memejamkan mata dia merasakan guyuran hujan yang semakin deras jatuh ke kepala d...