With---32: Check Up

37 9 71
                                    

Mendengar bel tanda istirahat pertama selesai, Angel melepas pelukannya. Mengetahui hal tersebut, Rayyan menghela napas.

“Sudah lega ‘kan sekarang?” tanya Rayyan tersenyum sembari merapikan rambut Angel dengan kedua tangannya.

“Sudah, Mas. Aku masuk kelas dahulu, ya? Boleh ambilkan wolkerku di sampingmu?” pinta Angel tersenyum.

“Boleh. Tapi, bentar. Aku mau ngomong dahulu,” balas Rayyan selesai merapikan rambut Angel.

“Ngomong apa, Mas?”

Tanpa menjawab pertanyaan Angel. Tangan kanannya bergerak mengambil amplop yang tergeletak di sampingnya tersebut lalu tangan kirinya meraih tangan kanan Angel, dia pun memberikan amplop itu kepada Angel.

“Selesaikan semuanya dengan baik, ya?” pinta Rayyan. Usai amplopnya sudah dipegang Angel.

“Pasti, Mas.”

“Soal Bu Bira … sakit banget, sih. Bener. Namun, selepas dari itu. Kamu nggak boleh down. Kalau seperti itu beliau akan senang, sebab perkataannya fakta nggak bisa kamu sanggah. Maka dari hal tersebut, aku yakin kamu bisa menyanggahnya. Kamu pintar, Ngel, dan pintar itu bukan keistimewaan atau anugerah. Namun, hasil dari kerja kerasnya kamu belajar,” kata Rayyan.

“Benar, Mas, dan nggak ada orang yang bodoh di dunia ini kecuali orang yang tidak menggunakan hati dan pikirannya secara bersamaan agar seimbang untuk mengontrol diri.”

“Iya. Jangan nekat lagi, ya? Kasihan Tante,” balas Rayyan.

“Aku tahu, Mas. Aku hanya ingin mencobanya. ‘Kan aku juga penasaran. Apakah merokok itu enak? Eh, ternyata engap,” jawab Angel lalu terkekeh.

Respons Rayyan tertawa mendengar celotehan Angel, dia pun mengacak rambut Angel. “Ada-ada saja kamu. Lain, kali, pakai cara yang positif. Jangan itu, terlalu beresiko.”

“Iya, Mas. Terus, kamu bagaimana, Mas?” tanya Angel merapikan rambutnya setelah Rayyan selesai dengan perlakuannya.

“Aku kenapa?” tanya Rayyan bingung.

“Mas, kena jelek pasti gara-gara aku.”

Rayyan tertawa kembali mendengarnya. “Iya, paling nada sumbang. Namun, biasalah. Hanya orang-orang yang merasa sempurna mereka akan memainkan nada itu, Ngel.”

“Maaf, ya, Mas?” pinta Angel.

“Iya, aku maafkan. Kali ini kamu memang salah jangan diulang lagi, ya? Cukup satu kali saja berbuat salah dan diperbaiki untuk diambil sisi baiknya agar bisa lebih berhati-hati melakukan segala sesuatu.”

“Iya, Mas. Mas Ray nggak usah mendengar nada sumbang itu, ya?”

“Iya. Tanpa kamu minta, mending aku mendengarkan yang positif saja. Toh, kamu juga belum keterlaluan melanggar. Kalau sudah keterlaluan, kamu nggak punya kakak Rayyano Adi lagi.”

“Hih! Dicoret dari sisilah keluarga gitu?” tanya Angel memastikan.

Perkataan Angel yang terkejut membuat Rayyan mengangguk mantap. Respons tersebut dibalas oleh Angel dengan menggidik ngeri.

“Hih! Nggak lagi, deh, Mas. Terlalu kejam,” ujar Angel.

“Makanya jadi cewek jangan nekatan!” jawab Rayyan sembari mencubit hidung mancung Angel gemas. “Punya adik gini amat. Ngeyel, ngeselin. Lengkap, dah.”

Akhirnya, setelah puas mencubit hidung Angel, Rayyan melepaskannya. Sang empunya punya hidung pun menggerutu sembari mengelus-elus agar rasa sakitnya mereda. Rayyan yang mendapati ekspresi itu tertawa, apalagi hidung Angel yang berubah menjadi merah karena ulahnya.

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang